The Urheka Project : Mimpi Dalam Mimpi

"All that we see, or seem, is but a dream within a dream." - Edgar Allan Poe, A Dream Within A Dream, 1846.

Wednesday, July 28, 2010

Ketika Mata Ketemu Mata

KETIKA MATA KETEMU MATA
(Puisi III dari Tiga Puisi)


1/
Aku turun dari angkot, masuk ke dalam kompleks perumahan tempat kakakku tinggal. Setelah pertigaan kedua, aku berbelok ke kiri dan berjalan sedikit ke tengah. Dan tiba-tiba mobil Trooper hitam itu berhenti mendadak di depanku.

Aku bisa dengan jelas menatap lelaki yang duduk di belakang kemudi itu. Dan aku yakin ia pun bisa melihatku dengan jelas dari dalam. Mata kami saling beradu.

Aku berpikir cepat dalam waktu sedetik itu. Apakah aku harus melangkah ke samping dan memberinya jalan? Ataukah tetap berdiri dihadapan mobil itu dan membiarkan ia melajukan mobilnya?

2/
Aku melihat wanita itu di kereta ekspres. Pertama kali melihatnya, aku pikir ia seekor anak kucing yang imut, manja dan kinyis-kinyis. Setelah aku mendekatinya, ia sudah menjelma menjadi wanita yang jungkir balik mencari biaya untuk menghidupi keluarganya.

3/
Aku mengenal lelaki itu di kereta ekspres juga. Bercakap-cakap setiap pagi. Kupikir ia seorang lelaki yang baik dan kepala rumah tangga yang bertanggung jawab. Tetapi aku kurang suka kalau ia sudah berbicara tentang barang-barang bermerek yang ia kenakan. Mungkin ia butuh dipuji, sementara aku tidak pernah memuji penampilan seseorang.

4/
Aku memperkenalkan keduanya. Namun seperti kata pepatah, kalau sedang jatuh cinta, jangan jalan bertiga, karena orang ketiga akan menjadi setan.

Pengkhianatan memang selalu datang dari orang dekat. Aku tidak tahu pada saat mana ia menelikungku. Ada wanita yang membutuhkan banyak uang, ada pria yang punya banyak uang. Dan tiba-tiba mereka menghilang seperti bayangan ditelan kegelapan.

5/
Hingga akhirnya kabar angin itu berhembus kencang dan menjadi nyata ketika aku harus menjawab pertanyaan istri lelaki itu. “Apakah wanita ini teman Mas?” katanya bertanya sembari menyorongkan sebuah foto wanita cantik.

Aku tidak mengelak dari pertanyaan itu. Dan setelah itu diikuti serentetan pertanyaan lainnya. Kulihat mata ibu itu basah.

6/
Hidup kadangkala seperti kita membuka pintu. Buka pintunya, masuklah ke dalam dan lupakan bahwa pintu itu pernah ada. Kita tidak bisa memutar balik jarum waktu. Tetapi kita bisa saja bertemu kembali dengan masa silam di masa depan. Siapa yang tahu?

7/
Suatu pagi, masa silam itu ada di dalam angkot bersamaku. Kami sama-sama turun di terminal. Lelaki itu masih sempat bertanya dengan muka manis,”Apa kabarnya? Sudah lama ya kita tidak bertemu?”

Aku menatapnya dingin. Aku yakin aku masih bisa memukulnya jatuh saat itu juga. Namun aku memutuskan untuk tidak melakukannya. “Anda salah menegur orang, saya tidak kenal anda.” kataku singkat dan meninggalkannya.

8/
Dan pagi itu, kembali aku bertemu dengannya. Mata ketemu mata.

Aku menatapnya, sementara ia tetap duduk di dalam Trooper hitamnya. Entah berapa lama. Sampai akhirnya aku melangkah ke samping kiri perlahan-lahan, tanpa melepaskan pandanganku padanya. Mobil melaju perlahan, ia setengah menunduk saat melewatiku.

9/
Apa yang kita dapatkan sekarang adalah hasil dari masa silam, dan apa yang kita lakukan sekarang akan menentukan seperti apa kita di masa depan.

Apa yang kita lihat, apa yang kita perlihatkan, tidak lain hanyalah suatu mimpi dalam mimpi.


Jakarta, 27 Juli 2010

Urip Herdiman Kambali

Labels:

Monday, July 26, 2010

Doa Malam Seorang Bandot

DOA MALAM SEORANG BANDOT
(Puisi II dari Tiga Puisi)


1/
Baby Benz itu melambat, dan masuk ke dalam kompleks perumahan. Penjaga pintu gerbang mengangkat portal. “Selamat malam...” katanya pada penjaga.

“Selamat malam, Pak Haji,”
kata penjaga menyapa salamnya.

2/
Ia masuk ke dalam rumahnya. Dilihatnya istri tertidur di sofa. Ditengoknya dua anaknya di kamarnya masing-masing. Anak pertama tak perlu ditengok, karena sudah kuliah di luar kota. Pukul 02.00 dinihari.

3/
Selesai shalat, ia berdzikir. Dan kemudian berdoa.

“Tuhan, terima kasih untuk semua anugerah yang Kau berikan padaku. Istri yang setia, anak yang-anak yang sehat, cerdas dan sedikit bandel. Tidak apa, karena dulu aku juga bandel seperti mereka. Sampai sekarang pun aku masih bandel, tetapi bandel di luar rumah.”

“Tuhan, sudah dua puluh lima tahun aku menikah. Dimulai sejak aku pertama aku datang ke Jakarta, naik turun buskota, mencari order pekerjaan untuk kantor pertama, hingga sekarang aku memiliki semuanya. Kedudukan tinggi. Mobil Trooper dan Baby Benz. Rumah di sini, rumah di kampung, dan villa di Puncak. Tabungan di banyak bank. Tanam uang di sana, tanam uang di sini. Uang datang tanpa sempat aku menghitung lagi. Tuhan, terima kasih atas rezeki yang kau berikan ini. Terima kasih. ”

4/
“Tetapi Tuhan, istri di rumah sudah tidak muda lagi, tubuhnya sudah melebar, sudah tidak menarik lagi, sementara aku merasa masih perkasa. Akupun susah membawanya keluar rumah untuk menghadiri acara-acara. Padahal ia setia walaupun cerewet.”

“Tuhan, di luar rumah, ada perempuan-perempuan muda yang menarik. Mereka selalu manja dan menggoda. Mereka butuh uang untuk tampil trendy, aku punya uang yang mereka butuhkan, dan kudapatkan kehangatan yang tidak lagi kutemukan di rumah ini.”

5/
“ Maafkan aku harus mengatakan ini, Tuhan. Aku sebenarnya ingin menikah lagi, punya istri kedua, ketiga sampai keempat. Aku sanggup membiayainya, tetapi istriku tidak mengizinkan. Jadi aku terpaksa menempuh jalan seperti ini.”

6/
“Tuhan, aku sadar rezeki dari-Mu ini hanya sementara. Ketika aku pensiun dua tahun lagi, aku tidak tahu apakah aku masih bisa memeliharanya, kecuali masa dinasku diperpanjang. Karena butuh biaya besar untuk memelihara perempuan cantik seperti dirinya. Belum lagi masih ada lelaki lain yang mengincarnya. ”

“Tuhan, maafkan aku, ampuni aku. Kalau aku mati, aku berharap bisa masuk surga. Kalaupun tidak, aku sudah pernah merasakan surga di dunia ini.”

7/
“Pertama kuajak, ia malu-malu dan terlihat enggan. Tetapi ketika aku datang dengan Baby Benz dan mengajaknya ke Plaza Senayan, ia begitu senang dan bahagia. Setelah itu, semuanya menjadi mudah. “

“Terakhir Tuhan, aku minta maaf karena untuk mendapatkannya itu, aku telah mengkhianati seorang teman yang memperkenalkanku dengannya. Wanita ini terlalu sayang untuk dilewatkan. Persetan dengan persahabatanku dengannya. “

8/
Ia tersenyum dan merebahkan diri di ranjang. Besok ia masih harus berangkat kerja seperti biasa. Dan malamnya ia sudah berjanji untuk mengajaknya ke Puncak, menghabiskan weekend.

Jakarta, 27 Juli 2010

Urip Herdiman Kambali

Labels:

Doa Malam Sebelum Tidur

DOA MALAM SEBELUM TIDUR
(Puisi I dari Tiga Puisi)


1/
Baby Benz itu berhenti di depan gang. Ia turun, dan mobil berlalu. Ia berjalan perlahan-lahan menuju rumahnya. Pintu dibuka, dan ia masuk, lalu menguncinya lagi. Pukul 01.30 dinihari.

Diliriknya abahnya yang tertidur di kursi. Dilongoknya emak yang tidur di kamar. Ditengoknya adik-adiknya yang tidur berhimpitan.

2/
Selesai shalat dan berdoa, ia sujud. Sesaat sebelum naik ke ranjang, ia berdoa lagi dengan lirih.

“Tuhan, terima kasih atas anugerah-Mu padaku. Wajah yang rupawan, kulit yang putih dan mulus, tubuh yang bagus dan ramping. Semua ini dari-Mu untukku. Terima kasih, Tuhan.”

3/
“Tuhan, abah tidak punya kerja yang tetap. Ia butuh dua bungkus rokok dan kopi setiap hari. Emak sakit darah tinggi dan kencing manis. Ia butuh perawatan dan obat-obatan setiap bulannya. Adik-adikku, satu masih menganggur, dan dua masih kecil-kecil di sekolah dasar. “

“Tuhan, semua butuh biaya. Dan uang tidak jatuh dari langit, biarpun aku berdoa sepanjang malam dan sudah bertahun-tahun seperti yang kulakukan selama ini.”

“Tuhan, maaf, aku cuma lulusan SMA, dan bekerja sebagai pekerja kontrak di perusahaan tempatku bekerja. Gajiku hanya sebatas upah minimum regional. Tidak cukup untuk membiayai kami semua.”

4/
“Tuhan, terima kasih telah kau kirimkan seorang ksatria abad pertengahan yang tersesat. Ia selalu datang membawa setumpuk uang yang banyak. Sekali jalan dengannya, ia memberiku uang yang lebih banyak dari gajiku sebulan. Dan ia bisa mengajakku pergi setiap saat kapanpun ia mau.”

“Ia membelikanku BlackBerry yang terbaru. Ia membelikanku baju-baju yang kulihat dari majalah dan katalog. Ia membelikanku parfum dengan merek-merek terkenal. Dan yang penting, ia memperbaiki rumah kami yang hampir rubuh ini. Dan mengisinya dengan furniture yang terbaik.”

“ Memang ia hanya seorang bandot tua yang butuh kehangatan, karena di rumahnya hanya ada perempuan yang cerewet dan tidak bisa mendengarkan. “

“Tuhan, aku mohon maaf dan ampunan-Mu. Aku tidak ingin menyakiti siapa-siapa, aku tidak ingin mengganggu rumah tangga orang lain. Ia yang datang padaku, bukan aku yang mengejarnya. Maafkan aku, ampuni aku. ”

5/
Ia menitikkan air matanya. Dan lalu merebahkan dirinya. Besok pagi ia masih harus berangkat kerja seperti biasa.

Jakarta, 26 Juli 2010

Urip Herdiman Kambali

Labels:

Thursday, July 15, 2010

Puisi yang Jatuh Dari Kegelapan Langit Malam

PUISI YANG JATUH
DARI KEGELAPAN LANGIT TENGAH MALAM


Bisakah kau melupakanku sejenak saja
karena aku sedang tapa dalam kata
sendiri dalam hening?

Dan temukan aku di balik mimpi dalam mimpi
yang berjalan menuju kabut waktu

Sawangan, 24 Agustus 2006

Urip Herdiman K.

Labels:

Monday, July 05, 2010

Kita Adalah Sahabat Meditasi

KITA ADALAH SAHABAT MEDITASI

1/
Kita duduk di atas bunga teratai
yang sama

Merasakan nafas, merasakan tubuh
menjelajah jauh ke dalam diri sendiri
mencari getaran dan cahaya

2/
Kita berlatih konsentrasi
untuk menguatkan pikiran
menjadi lebih sadar dan bijaksana

Mencapai pikiran harmonis
dan memahami anicca

Anicca...anicca...
bahwa semua yang berkondisi di alam semesta
tidak ada yang kekal
Semua berubah, selalu berubah

Kita belajar untuk menerima semua perubahan
menyelaraskan diri dengan semesta alam

3/
Kita masih duduk di atas bunga teratai ini
berlayar mengarungi waktu
menyambut tahun-tahun yang ‘kan datang
musim-musim yang silih berganti

Dan kita tidak akan tahu dimana ujung perjalanan ini

“Semoga semua hidup berbahagia.”

Jakarta, 7 November 2005 – 5 Juli 2010

Labels: