The Urheka Project : Mimpi Dalam Mimpi

"All that we see, or seem, is but a dream within a dream." - Edgar Allan Poe, A Dream Within A Dream, 1846.

Sunday, August 21, 2011

TERSESAT DALAM LUPA

Urip Herdiman Kambali

TERSESAT DALAM LUPA

Aku belajar. Aku sedang belajar. Aku selalu belajar. Aku belajar untuk lupa. Aku ingin bisa melupakan apa yang aku baca, apa yang aku lihat, apa yang aku dengar. Aku belajar untuk melupakan apa yang kubaca di suratkabar dan majalah. Aku belajar untuk melupakan apa yang aku lihat di televisi. Aku belajar untuk melupakan apa yang aku dengar dari radio, apa yang aku dengar dari mulut ke mulut.

Aku ingin belajar melupakan banyak skandal, kasus, kejadian, isu, rumor dan entah apapun namanya, yang tidak pernah jelas akhir dari penyelesaiannya. Semua persoalan tidak pernah ada yang selesai. Semua adalah konspirasi, semua adalah pengalihan isu, semua adalah alibi. Semua tidak pernah lepas dari uang dan kursi. Aku pun belajar untuk melupakan nama-nama tikus, kecoa, bangsat, lintah, kutu busuk, benalu dan parasit yang menghiasi ruang publik negeri ini.

Semua selalu diawali dengan sumpah demi Tuhan atau atas nama Tuhan, tetapi akhirnya berakhir sebagai sampah. Di negara ini, Tuhan pun sudah menjadi sampah yang bisa diinjak setiap saat.

Aku masih belajar. Aku sedang belajar. Aku senang belajar. Aku belajar untuk lupa. Aku lupa. Aku lupa apa yang kubaca, aku lupa apa yang kulihat, aku lupa apa yang kudengar. Aku lupa pernah belajar. Aku lupa bahwa aku pernah belajar untuk lupa.

Jakarta, 17 Juni 2011 - 22 Agustus 2011

Labels:

CESC

Urip Herdiman Kambali

CESC

Musim panas ini begitu gerah di lapangan hijau. Suhu sedemikian tinggi. Sementara bursa berjalan mendekati akhir. Banyak rumor yang berkembang panas, banyak isu yang bertiup mengikuti arah angin. Banyak agen berkeliaran bebas, berbicara untuk meraih untung besar. Jutaan dollar, pounds dan euro berkibar-kibar dari stadion-stadion besar nan megah.

Apakah seorang bintang harus setia pada klub dan pelatih yang membesarkannya? Apakah seorang bintang sebaiknya bermain di klub terbaik yang bisa membayarnya? Apakah seorang bintang seharusnya bermain untuk klub yang dicintainya?
Apakah seorang bintang harus selalu identik dengan berapa jumlah trofi yang diraihnya?
Apakah seorang bintang bebas melangkah kemanapun ia mau bermain?

Seorang manajer pernah mengatakan bahwa tidak ada seorang pemain pun yang boleh lebih besar dari klubnya. Klub harus lebih besar dari sang pemain. Tetapi ada banyak manajer dan pelatih yang tersandera kebintangan pemainnya. Banyak yang mengatakan kalau seorang bintang sudah tidak ingin lagi bertahan di suatu klub, biarkan ia pergi, daripada ia menjadi duri di dalam daging. Membuat suasana kamar ganti menjadi panas dan kikuk.

Di hari itu, awal pekan ini, ia kehilangan kata-kata untuk mengucapkan terima kasih pada sang manajer. Ia berpamitan dan terbang ke Barcelona untuk mengenakan kostum nomor 4. Dan meraih trofi pada pertandingan debutnya.

Jakarta, 18 Agustus 2011

BENDERA PUSAKA

Urip Herdiman Kambali


BENDERA PUSAKA

Bulan Agustus tiba-tiba berdiri di depan pintu. Seperti biasa, bendera Merah Putih ada dimana-mana. Di pinggir jalan. Di gerobak dorong. Semua dijajakan.

Dan tiba-tiba aku pun selalu diingatkan, seperti juga pada tahun-tahun yang lalu. Aku ingin membeli bendera baru. Bendera Merah Putih yang cemerlang dan berkibar gagah di tiang bambu.

Di rumahku, bendera yang ada adalah bendera tua warisan ibu. Merahnya sudah luntur menjadi oranye, putihnya pun sudah menguning. Lebih antik dari bendera pusaka jahitan Ibu Fatmawati.

Tetapi ketika akhirnya Agustus pergi, aku belum lagi membeli bendera baru.

Jakarta, 2 Agustus 2011

Labels:

Tuesday, August 09, 2011

Setangkai Bunga Seribu Tahun Kemudian

Urip Herdiman Kambali

SETANGKAI BUNGA SERIBU TAHUN KEMUDIAN

"I will bring you flowers, in the morning
Wild roses, as the sun begins to shine
..."

Suatu pagi yang cerah. Hujan semalaman baru saja berhenti. Matahari hangat bersinar. Burung-burung bernyanyi di antara ranting pepohonan. Di depan pintu rumah yang mungil, kuletakkan setangkai bunga mawar merah. Segar dan merona.

Dan setelah itu angin menderu-deru. Daun-daun berguguran. Tahun-tahun berlalu menjadi debu. Candi-candi megah dibangun. Candi-candi terkubur dibawah tanah. Raja-raja datang dan pergi, bersama dengan musim yang selalu berganti. Aku tidak lagi menghitung berapa kali aku turun ke bumi.

Sampailah suatu pagi yang cerah. Hujan semalaman baru saja berhenti. Matahari hangat bersinar. Burung-burung bernyanyi di antara ranting pepohonan. Aku berhenti di depan sebuah rumah yang mungil. Di depan pintunya, kutemukan setangkai bunga mawar merah. Masih sama seperti saat kuletakkan dahulu. Segar dan merona.

Aku memungutnya dan menatap bunga mawar itu. Dan kuletakkan setangkai bunga mawar merah yang baru. Di depan pintu hatimu.

Jakarta, 9 Agustus 2011

Catatan :
Petikan dari lirik lagu Flowers in The Morning milik Doris,
yang kemudian dinyanyikan juga oleh Blond
dengan judul I Will Bring You Flowers in The Morning.

Labels: