The Urheka Project : Mimpi Dalam Mimpi

"All that we see, or seem, is but a dream within a dream." - Edgar Allan Poe, A Dream Within A Dream, 1846.

Thursday, August 24, 2006

Mantra Inseminasi Durwasa (Sajak-sajak Karna I)

MANTRA INSEMINASI DURWASA
(Sajak-sajak Karna I)

(I)
Seorang perempuan cantik, Tinuk namanya
berlatih semalam suntuk untuk pementasan tarinya
dan mengakhirinya dengan
melagukan sebuah mantra, “Ajityahredaya”
yang sebenarnya tak boleh diucapkan
pada saat matahari telah terbit.

Ia kelelahan sehingga tidur bablas
dengan lingerie yang tersingkap
memperlihatkan sepasang kakinya yang jenjang.

Dan ketika ia terbangun,
ia mendapatkan dirinya tiba-tiba hamil
padahal jangankan suami,
pacar pun ia belum punya.

Memang, dalam tidurnya
ia bermimpi bercumbu dengan Batara Surya,
dewa matahari yang tampan

(II)
Datanglah ia pada Durwasa, guru tarinya,
yang memberikan mantra tersebut,
senja itu,
dan mengutarakan problemnya.
“Saya hamil padahal saya tidak berhubungan seks.
Saya ingin melahirkan bayi ini,
tetapi saya ingin keperawanan saya tetap terjaga,
Apakah bisa, guru?”

“Tentu bisa!”
jawab sang guru tanpa berpikir panjang, sembari tersenyum.
“Datanglah pada Dokter Suryo,
ahli kandungan.
Dia bisa membantumu.”

“Dokter Suryo?”
tanyanya setengah tak percaya.
“Mengapa namanya mirip dengan Batara Surya?”

(III)
Sepertiga takut, sepertiga ragu
dan sepertiga tidak percaya
Tinuk datang pada Dokter Suryo,
malam itu juga.

Dilihatnya hiasan wayang kulit Batara Surya
pada dinding ruang prakteknya.

Tinggi, besar, gagah, tampan dan ramah.
Tinuk tertegun melihat dokter itu,
persis seperti wajah yang mencumbunya dalam mimpi.

“Ha-ha-ha.... Nduk, nduk.
Aku sudah tahu siapa kamu
sejak saat kamu belajar menari pada Durwasa, temanku.
Kaulah titisan Kuntitalibrata,
dan ia adalah penjelmaan Begawan Durwasa,
gurumu ribuan tahun yang lalu.”

“Dan dokter sendiri siapa?”
tanya Tinuk memberanikan diri.

“Aku adalah titisan Batara Surya!”
jawab Dokter Suryo.

“Kau rupanya telah iseng membaca mantra itu
sehingga aku terjerat ke arcapada ini.
Dan aku hanya bisa bebas dari kekuatan mantra itu
jika aku bercinta denganmu.”

(IV)

Tinuk tidak berkedip menatap sang dokter,
saat matanya beradu pandang
lalu ruangan itu dipenuhi cahaya kemilau
dunia seperti berputar
Dan ia menemukan dirinya sebagai Kunti muda
terbaring di kamarnya di istana kerajaan.

(V)

Ia menatap Batara Surya dalam pakaian kedewaannya yang berwarna keemasan
“Apakah kau akan meninggalkanku begitu saja?”
tanyanya cemas dengan mata yang basah.

“Tidak. Akan kubuat anak itu lahir melalui telingamu
untuk menjaga kau tetap perawan suci.
Namailah anakmu dengan Suryatmaja atau Suryaputra,
karena ia putraku, Batara Surya.
Dan berikanlah juga nama Karna,
yang berari telinga.”

Dengan kekuasaannya,
Batara Surya membidani kelahiran Karna melalui telinga Kunti saat itu juga.
Keluarlah seorang bayi dengan wajah yang bersinar terang
mengenakan baju zirah alami yang menempel pada kulit tubuhnya
sepasang anting pada kedua daun telinganya
dan lengkap dengan senjata perang seorang ksatria
“Ia akan memerlukan semua senjata ini setelah dewasa,”
kata Batara Surya lagi.
“Kelak, anakmu akan menjadi Adipati Karna,
Raja Muda Negeri Angga,
ksatria agung yang selalu memegang sumpah dan janjinya.”

Mereka saling bertatapan untuk sesaat
kemudian Batara Surya raib.


Sawangan, 18 Oktober 2005 - Jakarta, 12 Juli 2006
Urip Herdiman K.