The Urheka Project : Mimpi Dalam Mimpi

"All that we see, or seem, is but a dream within a dream." - Edgar Allan Poe, A Dream Within A Dream, 1846.

Wednesday, October 12, 2011

DITELAN BUMI

DITELAN BUMI


kurindukan jejakmu
dalam gelap, di sini
tanpa bayangan


Sawangan, 12 Oktober 2011


Urip Herdiman Kambali

Sunday, August 21, 2011

TERSESAT DALAM LUPA

Urip Herdiman Kambali

TERSESAT DALAM LUPA

Aku belajar. Aku sedang belajar. Aku selalu belajar. Aku belajar untuk lupa. Aku ingin bisa melupakan apa yang aku baca, apa yang aku lihat, apa yang aku dengar. Aku belajar untuk melupakan apa yang kubaca di suratkabar dan majalah. Aku belajar untuk melupakan apa yang aku lihat di televisi. Aku belajar untuk melupakan apa yang aku dengar dari radio, apa yang aku dengar dari mulut ke mulut.

Aku ingin belajar melupakan banyak skandal, kasus, kejadian, isu, rumor dan entah apapun namanya, yang tidak pernah jelas akhir dari penyelesaiannya. Semua persoalan tidak pernah ada yang selesai. Semua adalah konspirasi, semua adalah pengalihan isu, semua adalah alibi. Semua tidak pernah lepas dari uang dan kursi. Aku pun belajar untuk melupakan nama-nama tikus, kecoa, bangsat, lintah, kutu busuk, benalu dan parasit yang menghiasi ruang publik negeri ini.

Semua selalu diawali dengan sumpah demi Tuhan atau atas nama Tuhan, tetapi akhirnya berakhir sebagai sampah. Di negara ini, Tuhan pun sudah menjadi sampah yang bisa diinjak setiap saat.

Aku masih belajar. Aku sedang belajar. Aku senang belajar. Aku belajar untuk lupa. Aku lupa. Aku lupa apa yang kubaca, aku lupa apa yang kulihat, aku lupa apa yang kudengar. Aku lupa pernah belajar. Aku lupa bahwa aku pernah belajar untuk lupa.

Jakarta, 17 Juni 2011 - 22 Agustus 2011

Labels:

CESC

Urip Herdiman Kambali

CESC

Musim panas ini begitu gerah di lapangan hijau. Suhu sedemikian tinggi. Sementara bursa berjalan mendekati akhir. Banyak rumor yang berkembang panas, banyak isu yang bertiup mengikuti arah angin. Banyak agen berkeliaran bebas, berbicara untuk meraih untung besar. Jutaan dollar, pounds dan euro berkibar-kibar dari stadion-stadion besar nan megah.

Apakah seorang bintang harus setia pada klub dan pelatih yang membesarkannya? Apakah seorang bintang sebaiknya bermain di klub terbaik yang bisa membayarnya? Apakah seorang bintang seharusnya bermain untuk klub yang dicintainya?
Apakah seorang bintang harus selalu identik dengan berapa jumlah trofi yang diraihnya?
Apakah seorang bintang bebas melangkah kemanapun ia mau bermain?

Seorang manajer pernah mengatakan bahwa tidak ada seorang pemain pun yang boleh lebih besar dari klubnya. Klub harus lebih besar dari sang pemain. Tetapi ada banyak manajer dan pelatih yang tersandera kebintangan pemainnya. Banyak yang mengatakan kalau seorang bintang sudah tidak ingin lagi bertahan di suatu klub, biarkan ia pergi, daripada ia menjadi duri di dalam daging. Membuat suasana kamar ganti menjadi panas dan kikuk.

Di hari itu, awal pekan ini, ia kehilangan kata-kata untuk mengucapkan terima kasih pada sang manajer. Ia berpamitan dan terbang ke Barcelona untuk mengenakan kostum nomor 4. Dan meraih trofi pada pertandingan debutnya.

Jakarta, 18 Agustus 2011

BENDERA PUSAKA

Urip Herdiman Kambali


BENDERA PUSAKA

Bulan Agustus tiba-tiba berdiri di depan pintu. Seperti biasa, bendera Merah Putih ada dimana-mana. Di pinggir jalan. Di gerobak dorong. Semua dijajakan.

Dan tiba-tiba aku pun selalu diingatkan, seperti juga pada tahun-tahun yang lalu. Aku ingin membeli bendera baru. Bendera Merah Putih yang cemerlang dan berkibar gagah di tiang bambu.

Di rumahku, bendera yang ada adalah bendera tua warisan ibu. Merahnya sudah luntur menjadi oranye, putihnya pun sudah menguning. Lebih antik dari bendera pusaka jahitan Ibu Fatmawati.

Tetapi ketika akhirnya Agustus pergi, aku belum lagi membeli bendera baru.

Jakarta, 2 Agustus 2011

Labels:

Tuesday, August 09, 2011

Setangkai Bunga Seribu Tahun Kemudian

Urip Herdiman Kambali

SETANGKAI BUNGA SERIBU TAHUN KEMUDIAN

"I will bring you flowers, in the morning
Wild roses, as the sun begins to shine
..."

Suatu pagi yang cerah. Hujan semalaman baru saja berhenti. Matahari hangat bersinar. Burung-burung bernyanyi di antara ranting pepohonan. Di depan pintu rumah yang mungil, kuletakkan setangkai bunga mawar merah. Segar dan merona.

Dan setelah itu angin menderu-deru. Daun-daun berguguran. Tahun-tahun berlalu menjadi debu. Candi-candi megah dibangun. Candi-candi terkubur dibawah tanah. Raja-raja datang dan pergi, bersama dengan musim yang selalu berganti. Aku tidak lagi menghitung berapa kali aku turun ke bumi.

Sampailah suatu pagi yang cerah. Hujan semalaman baru saja berhenti. Matahari hangat bersinar. Burung-burung bernyanyi di antara ranting pepohonan. Aku berhenti di depan sebuah rumah yang mungil. Di depan pintunya, kutemukan setangkai bunga mawar merah. Masih sama seperti saat kuletakkan dahulu. Segar dan merona.

Aku memungutnya dan menatap bunga mawar itu. Dan kuletakkan setangkai bunga mawar merah yang baru. Di depan pintu hatimu.

Jakarta, 9 Agustus 2011

Catatan :
Petikan dari lirik lagu Flowers in The Morning milik Doris,
yang kemudian dinyanyikan juga oleh Blond
dengan judul I Will Bring You Flowers in The Morning.

Labels:

Saturday, June 11, 2011

Malioboro yang Telanjang

MALIOBORO YANG TELANJANG

Menggigil sepi
di pagi buta
- becak berlalu

Prawirotaman, Rabu, 25 Mei 2011

Urip Herdiman Kambali

Labels:

Friday, April 01, 2011

Petikan III dari "Rembulan, Matahari dan Bayangan"

Petikan III dari “Rembulan, Matahari dan Bayangan”

Lima Kecup untuk Masa Silam

bilik-bilik kasih kasip merenggang
asap-asap tak sedap menyusup riang
di celah-celah yang belalak,
sementara pintu-pintu yang celangak
menyambut girang ciprat-ciprat air parit
gelegar guntur gemuruh meruntuh genting

kujemput pigura anak mata,
yang sebelum badai datang
berhias asmara,
bertabur renjana,
satu kecup di lengan
satu kecup di dahi
satu kecup di punggung tangan
satu kecup di bibir
dan satu kecup yang melambai...
perlahan,
lalu menjauh

Singapura, Oktober 2010

Maureen Sumolang

***

Anak-anak Matahari Penjaga Pintu

Sama-sama anak matahari yang menjaga pintu,
pagi dan senja tak pernah saling bertemu muka.

Pagi selalu berdiri di timur dan bertugas membuka pintu,
membiarkan sinar mentari bertamu dengan hangat.

Senja selalu berdiri di barat dan bertugas menutup pintu,
membiarkan mentari pergi ke balik cakrawala mengejar mimpi.

Pagi dan senja saling mengetahui bahwa mereka ada dan saling
merindukan.
Mereka berkirim kabar melalui angin yang membawa berita,
melintasi piringan jam dinding.
Tetapi itu tidaklah cukup.
Dan mereka pun memutuskan untuk saling berkirim kartu pos.

Senja menerima kartu pos dari pagi, dan membaca kata-katanya,
”Inilah aku, pagi.
Ayah datang dari timur membawa kehangatan.
Lihat senyumnya!”

Pagi menerima kartu pos dari senja, dan membaca kata-katanya,
”Inilah aku, senja.
Ayah pergi ke barat mengejar mimpi.
Lihat punggung dan pantatnya!”

Sawangan, Oktober 2007 – Jakarta, Desember 2010

Urip Herdiman Kambali

Labels:

Wednesday, March 23, 2011

Petikan II dari "Rembulan, Matahari dan Bayangan"

Petikan II dari “Rembulan, Matahari dan Bayangan”

Memento Homo, Quia Pulvis Es,
Et in Pulverem Reverteris


“…sebab engkau debu dan engkau akan kembali menjadi debu.”
Kejadian 3:19

menjelang Rabu Abu

sebuah niat
dalam hening
dalam sujud
bukan beban
bukan uji

hasrat tanggalkan
megah dan ratna
sudi kekang
perangai dan nafsu

sebuah tekad
dalam batin
sebuah janji
pada Ilahi,
terpatri di dahi

Hong Kong, Februari 2010

Maureen Sumolang

***

Kebersatuan, Bukan Keterpisahan

: Ric A.Weinman

“Aku ada dalam Bapa dan Bapa ada dalam Aku,”
sabda Yesus

Aku hanyalah sehelai daun, seperti juga kau
tetapi kita berada pada sebatang pohon yang sama,
pohon kehidupan

Lalu ketika aku menggeser kesadaranku
dari sehelai daun menjadi sebatang pohon
maka tak ada lagi keterpisahan diantara kita

Aku adalah kau
kau adalah aku

Aku merasakan apa yang kau rasakan
aku berfikir seperti apa yang kau pikirkan

Kita adalah satu

Sawangan, Juni 2007

Urip Herdiman Kambali

Catatan :
Diinspirasikan dari buku (terjemahan) Tangan Anda Dapat Menyembuhkan,
karya Ric A. Weinman (seorang healer), 1990.

Labels:

Petikan dari "Rembulan, Matahari dan Bayangan"

Petikan dari “Rembulan, Matahari dan Bayangan”

Lipur

lima kuntum mawar merah
teduh dalam pasu bunga
tabur seribu aroma
ronakan yang hambar
serbak sinar dalam gulita
lima kuntum untuk asmara
yang tlah lampaui sejuta lara

Hong Kong, Maret 2010

Maureen Sumolang

***

(Selangkah Menuju) Selingkuh

1/
Bayangan dan sepi
yang bercumbu
di balik punggung

2/
Bayangan dan sepi
yang bercinta
di depan hidung

Sawangan, September 2007

Urip Herdiman Kambali

Labels:

Thursday, March 03, 2011

Rembulan, Matahari dan Bayangan




















Segera terbit,
“Rembulan, Matahari dan Bayangan”, kumpulan puisi bersama Maureen Sumolang dan Urip Herdiman Kambali. Kata pengantar oleh DR. Bambang Wibawarta SS, MA, (Dekan Fakultas Ilmu Budaya UI). Dihiasi lukisan-lukisan dari Bambang Wibawarta.

Acara launching akan dilaksanakan sbb.:
- Tempat : Comic Cafe, Epicentrum Walk, Ground Floor Unit 142B – 146B
- Waktu : Jumat, 8 April 2011 pukul 18.30 WIB – 21.30 WIB.

Maureen Sumolang, kelahiran Manado, 4 November 1965. Lulus dari SMA Santa Ursula, Jakarta, tahun 1983. Masuk Jurusan Sastra Jepang FS – UI tahun 1983, dan selesai tahun 1990. Saat ini menetap di Singapura bersama Stephane Michaud, suaminya, dan Naomi, putri tunggalnya. Di kumpulan puisi pertamanya ini, Maureen menampilkan sajak-sajak tentang cinta.

Urip Herdiman Kambali, kelahiran Jakarta, 15 Juli 1965. Lulus dari SMA Negeri 34 Jakarta, tahun 1984. Masuk Jurusan Sejarah FS – UI tahun 1984, dan selesai tahun 1990. Tinggal di Sawangan, Depok dan bekerja di Jakarta. Di kumpulan puisi ketiganya ini, Urip menampilkan sajak-sajak tentang cinta dan perempuan.


Salam,

Maureen Sumolang
Urip Herdiman Kambali

Labels:

Thursday, January 27, 2011

Rembulan, Matahari dan Bayangan

Segera terbit,
“Rembulan, Matahari dan Bayangan”, kumpulan sajak bersama Maureen Sumolang dan Urip Herdiman Kambali. Kata pengantar oleh DR. Bambang Wibawarta SS, MA, (Dekan Fakultas Ilmu Budaya UI). Dihiasi lukisan-lukisan dari Bambang Wibawarta.

Maureen Sumolang, kelahiran Manado, 4 November 1965. Lulus dari SMA Santa Ursula, Jakarta, tahun 1983. Masuk Jurusan Sastra Jepang FS – UI tahun 1983, dan selesai tahun 1990. Saat ini menetap di Singapura bersama Stephane Michaud, suaminya, dan Naomi, putri tunggalnya. Di kumpulan sajak pertamanya ini, Maureen menampilkan sajak-sajak tentang cinta.

Urip Herdiman Kambali, kelahiran Jakarta, 15 Juli 1965. Lulus dari SMA Negeri 34 Jakarta, tahun 1984. Masuk Jurusan Sejarah FS – UI tahun 1984, dan selesai tahun 1990. Tinggal di Sawangan, Depok dan bekerja di Jakarta. Di kumpulan sajak ketiganya ini, Urip menampilkan sajak-sajak tentang cinta dan perempuan.

Pemberitahuan tentang waktu dan tempat launching, segera menyusul.

Salam,

Maureen Sumolang
Urip Herdiman Kambali

Labels:

Tuesday, December 14, 2010




















Urip Herdiman Kambali

BAYANGAN YANG MENARI

: the DanCer

Seperti di negeri yang jauh
Jauh di dalam ingatan
Jauh di masa silam
Jauh di dalam gelap warna hitam
Sebelum kelahiran yang sekarang

Melintasi malam-malam bulan purnama
Yang tak pernah berakhir

Selalu ada yang tertinggal di sudut mata
Sebuah bayangan
Menari di batas cakrawala
Menyambut pagi
Di musim hujan yang panjang
Di tahun tanpa musim kemarau

Menjadi kabur
Di dalam cermin yang kusam

Bogor – Jakarta, 14 -15 Desember 2010

Labels:

Thursday, November 25, 2010


















Urip Herdiman Kambali

UNFINISHED BUDDHA IN BOROBUDUR
(Rev.)


entah mengapa
tiba-tiba mereka pergi
meninggalkanku
dalam tekateki

Jogja, 17 Maret 2007 - Jakarta, 25 November 2010

Tuesday, November 23, 2010
















Urip Herdiman Kambali

ZIARAH KE BOROBUDUR, STAIRWAY TO HEAVEN

: maria ingrid dan danielle woro


dari kejauhan sudah dilihatnya tangga itu
jalan menanjak menuju puncak candi
tetapi biarlah jalan itu untuk mereka
yang ingin cepat sampai ke atas

mereka datang untuk bergembira dan berfoto
sementara ia datang dengan tujuan yang berbeda

“mau ke candi?”
kusir andong bertanya padanya

“ya!” jawabnya pendek

“sebelumnya sudah pernah ke sana?”
tanyanya lebih lanjut

“sudah, beberapa puluh tahun yang lalu.”

“mau apa ke sana?”

“karena selama ini saya hanya memikirkannya,”
jawabnya.
“saya ingin mengalaminya.”


ya, mengalaminya
dan bukan sekadar memikirkannya

ia berjalan perlahan melingkar
mengikuti arah jarum jam
- pradakshina
menyusuri loronglorong candi
untuk menangkap kisahkisah yang membeku
dalam reliefrelief dinding candi

sementara suarasuara gaduh diterbangkan angin
tibatiba ditemukannya hening dan sunyi
tersembunyi di loronglorong
hanya satu dua orang yang ia temukan

tidak ada jalan pintas yang mudah
untuk pencari di jalan spiritual

lamatlamat didengarnya sebuah lagu tua
stairway to heaven
dinyanyikan dari kejauhan waktu
yang bertanyatanya
siapa yang sedang membeli tangga ke surga

There’s a lady who’s sure
All that glitters is gold
And she’s buying a stairway to heaven
,”
kata Plant

dan ditemukannya tangga itu
di sini, saat ini
di Borobudur
tidak pada angin yang berbisik
seperti yang dikatakan si penyanyi itu

Dear lady can you hear the wind blow and did you know?
Your stairway lies on the whispering wind
.”

namun pada tingkatantingkatan
kamadhatu
rupadhatu
arupadhatu

tingkat demi tingkat candi bisa dilihat
namun tingkatan jiwa hanya dapat dirasakan
dalam perjalanan perlahan melingkar

di mana ia berada?
di mana kau berada?
di mana mereka berada
di mana kita semua berada?

mungkin hanya kita sendiri yang tahu
karena sesungguhnya
kita hanyalah seperti apa yang kita pikirkan
: pikiran kita mencerminkan siapa diri kita

“aku telah menunjukkan jalannya,”
sabda Sang Buddha.
“dan kaulah yang harus menjalaninya
dengan kakimu sendiri.”

tak ada batas yang tegas diantara
kamadhatu, rupadhatu dan arupadhatu
semua lebur tanpa sekat
menuju stupa puncak

: nibbana
kebahagiaan sejati

di sini, saat ini
tidaklah penting apa warna jubah kita
atau apa warna bendera kita
tak ada lagi perbedaan

ia duduk diam untuk beberapa lama
menghadap ke arah barat
mendengarkan desiran angin pegunungan
matahari telah turun ke kaki langit

dan percayalah
bahwa jiwa kita, pikiran kita
selalu abadi melampaui raga

tubuh hanyalah penjara sementara
sedangkan jiwa terus mengembara

selebihnya membeku dalam batubatu candi
yang dingin menembus waktu

To be rock and not to roll
And she’s buying a stairway to heaven
.”

kita semua selalu mencari tangga ke surga
tetapi ia percaya
bahwa kita tidak harus tergantung hanya pada Borobudur
karena tangga itu juga ada di lain tempat

mungkin tidak terlalu jauh
dan itu terletak
pada pikiran dan hati kita

“sudah kau dapatkan apa yang kau cari?”
tukang andong itu mencegatnya lagi

ia hanya tersenyum
“nanti saya akan tulis puisinya.”

“puisi?”


Borobudur, 17 Maret 2007 - Jakarta, 28 Maret 2007

Catatan :
Stairway To Heaven, lagu klasik milik Led Zeppelin, tahun 1971.
Kamadhatu adalah dunia hasrat, rupadhatu adalah dunia wujud
dan arupadhatu adalah dunia tak berwujud; ketiganya
merupakan tingkatan alam semesta dalam kosmologi Buddha.
Nibbana atau nirwana, ialah konsepsi Buddha tentang surga.

Wednesday, November 10, 2010

Dream Express

















Urip Herdiman Kambali

DREAM EXPRESS

Kereta cepat berlari diantara bintang-bintang

Petikan gitar
dentuman bass
denting piano
ketukan pada drum
dan suara yang menghiasi malam kelam

Jelang pagi
nyala api
membakar mimpi

Seseorang menunggu di stasiun berikut
tanpa nama
tanpa wajah
tanpa nomor

Jakarta, 12 April – 8 November 2010

Labels:

Thursday, October 28, 2010

Musim Hujan Yang Panjang















Urip Herdiman Kambali

MUSIM HUJAN YANG PANJANG

1/
Minggu terakhir bulan Oktober 2010. Gempa 7,2 skala Richter di Mentawai disusul tsunami 10 menit kemudian, yang tidak terdeteksi. Sehari kemudian, Gunung Merapi di Jogja meletus kembali. Dan kita pun kehilangan Mbah Maridjan yang setia pada tugasnya sampai ajal menjemput.

Sementara banjir merendam Jakarta setinggi pinggang Monas, kata sebagian warga Jakarta. Tetapi sebagian lagi membantahnya. Kata mereka, cuma setinggi kumis Bang Foke saja.

2/
Beberapa tahun terakhir ini, isyu pemanasan global dan perubahan iklim terus menghiasi halaman-halaman surat kabar, ditayangkan di layar kaca, memenuhi ruang publik. Namun semua adalah wacana yang sangat jauh, mengawang-awang entah di langit yang mana.

Di tahun 2010 ini, tiba-tiba kita tidak lagi berbicara tentang pemanasan global dan perubahan iklim yang jauh itu. Semua ada di depan mata. Semua ikut merasakannya. Semua orang mengalaminya.

Perilaku cuaca yang berubah-ubah. Hujan. Badai. Topan. Banjir. Tanah longsor. Gempa. Tsunami. Dan entah bencana apalagi yang bisa disebutkan, datang terus-menerus bertamu tanpa henti, tanpa diundang.

3/
Sebagian masyarakat menyalahkan perilaku alam yang menimbulkan bencana dan musibah ini . Tetapi aku lebih setuju pada pendapat bahwa alam sedang mencari titik keseimbangan baru.

Tidak ada alam yang salah. Manusia yang salah karena manusialah yang berbuat. Manusia yang menebang hutan, manusia yang menguras isi lautan, manusia yang mengeduk isi perut bumi. Manusialah yang selalu merusak lingkungan alam sekitarnya. Semua untuk kepentingan jangka pendek mendapat untung yang sebanyak-banyaknya. Semua bencana dan musibah ini, aku yakin, adalah akibat perbuatan manusia. Semua bencana ini berwujud air.

Alam perlu menemukan keseimbangannya kembali . Jika pemanasan global adalah Yang, maka semua akibatnya yang berwujud air adalah Yin. Panas (Re) dan Dingin (Han).

4/
Bulam Mei 2010, ketika aku melihatnya terakhir kali, dan piala-piala mulai diangkat, aku sudah berpikir tentang musim hujan yang panjang di tahun tanpa musim kemarau. Mungkin ini bukan yang pertama dalam sejarah, tetapi yang pertama di zaman kita ini. Dan juga mungkin bukan yang terakhir. Entah berapa lama musim hujan yang panjang ini akan berlangsung. Aku tidak tahu. Kita semua mungkin tidak tahu.

5/
Kulihat di Facebook, Bang Foke tanpa kumis. Ah, ini main-main atau memang kumisnya terbawa arus banjir?

Jakarta, 28 – 29 Oktober 2010

Labels:

Monday, October 11, 2010

Dari Bibir Ke Bibir














Urip Herdiman Kambali

DARI BIBIR KE BIBIR

1/
Bibir yang merah
Bibir yang merekah
Bibir yang resah
Bibir yang gelisah
Bibir yang basah
Bibir yang kering
Bibir yang mengundang
Bibir yang menggoda
Bibir yang mencumbu
Bibir yang mencinta
Bibir yang mungil
Bibir yang tipis
Bibir yang tebal
Bibir yang penuh
Bibir yang dower
Bibir yang kesepian
Bibir yang mengembara

2/
Seperti apapun bibirmu
Dan dimanapun bibirmu pernah singgah
Ada suka, ada cerita
Ada luka, ada derita
Ada duka, ada berita

3/
Dimana sajakah bibirmu pernah singgah?

Depok, 12 Oktober 2010

Labels:

Thursday, October 07, 2010

Dalam Tirai Hujan

Urip HerdimanKambali

DALAM TIRAI HUJAN

Ketika pintu senja terbuka
hujan deras menerpa
meninggalkan tanda tanya

Dedaunan yang basah
merunduk rendah
tanpa mendesah

Depok, 27 September 2010

Labels:

Thursday, September 16, 2010

A Dream Within A Dream




















Urip Herdiman Kambali

A DREAM WITHIN A DREAM

Aku memikirkannya sepanjang malam
aku memikirkannya sepanjang waktu

Aku mendengarkannya sepanjang malam
dalam tirai air hujan
mengalir bersama denting piano
menembus kabut waktu

All that we see, or seem
Is but a dream within a dream.


Aku memikirkan sebuah frase
sejak saat pertama aku menemukannya

Sawangan, 11 Januari 1992 – Jakarta, 22 Januari 2006

Catatan :
A Dream Within A Dream, sebuah puisi dari Edgar Allan Poe, 1846.
Diinterpretasikan oleh The Alan Parsons Project
dalam album Tales of Mystery and Immagination of Edgar Allan Poe,
1976.

Labels:

Monday, September 06, 2010

Potret Bangsa di Sekitar Lebaran

Urip Herdiman Kambali

POTRET BANGSA DI SEKITAR LEBARAN


Setelah sebulan berpuasa
Setelah gali lubang tutup lubang mencari tambahan uang
untuk menyiapkan hidangan sahur dan buka puasa
Setelah jungkir balik mencari tambahan uang
untuk beli baju-baju baru
Setelah menggadaikan barang
untuk mencari tambahan uang biaya mudik
Setelah bersusah payah mencari tiket pergi-pulang
Setelah berdesak-desakan di dalam kereta dan bus antar kota
Setelah menempuh perjalanan jauh di atas sepeda motor
Setelah saling dorong-mendorong
memperebutkan zakat, infak dan sedekah

Minal Aidzin Wal Faidzin...

Setelah kemarahan ditambah kekecewaan
begitu banyak persoalan bangsa ini yang tidak terselesaikan
Setelah kita hanya selalu ribut diantara kita sendiri
Saling menyalahkan, saling menghujat,
saling mencaci maki
Setelah tidak ada seorang pun pemimpin bangsa
yang berani tampil ke depan dan menyatakan bertanggung jawab
atas semua persoalan carut marut bangsa ini
Setelah ada tetangga dari utara masuk ke halaman rumah kita,
menginjak kaki kita di halaman sendiri,
mencuri ikan milik kita dan mengultimatum kita

Maafkan lahir dan bathin...”

Hati-hati dengan makanan dan minuman
di sekitar hari Lebaran
karena akan membuat kolestreol dan kadar gula darah kita melonjak tinggi

Selamat para pemimpin,
Dirinya makmur terjamin
....”

Dan setelah itu kita kembali bertengkar dan berkelahi
kembali melempar batu sembunyi tangan
kembali melihat sandiwara nasional
di layar kaca dan halaman-halaman suratkabar
kembali melihat angka-angka korupsi yang sedemikian tinggi
kembali ke jatidiri bangsa yang mengaku beragama...


Jakarta, 6 September 2010

Catatan :
Mohon maaf untuk pencipta lagu Idul Fitri,
yang pernah dipopulerkan Bimbo.
Syairnya sedikit saya pelesetkan.

Labels:

Wednesday, September 01, 2010

Seorang Wanita Menghias Malam

Urip Herdiman Kambali

SEORANG WANITA MENGHIAS MALAM

: nina yuliana

Kau sedang menghiasi wajah malam
dan aku pun bertanya,
“Seperti apakah wajah malam?”

Kau mungkin juga tidak tahu
seperti apa wajah malam setelah kau menghiasnya.
Aku pun sudah mengantuk untuk memikirkannya.

Setelah subuh,
ketika aku keluar rumah berangkat menuju stasiun
masih sempat kulihat langit pagi,
sisa malam sebelumnya.

Aku tahu seperti apa wajah malam yang kau hias itu.
Kulihat jejak langit malam penuh bintang.

Jakarta, 2 September 2010

Labels:

Tuesday, August 31, 2010

Menonton Para Pencari Tuhan

Urip Herdiman Kambali

MENONTON PARA PENCARI TUHAN

Mencari potongan-potongan Tuhan
diantara pesan sponsor dan canda konyol

Sawangan, 26 Agustus 2010

Labels:

Wednesday, August 25, 2010

Suara yang Mengantarku Bermimpi

Urip Herdiman Kambali

SUARA YANG MENGANTARKU BERMIMPI

: Nana Mouskouri

Di luar,
rintik hujan masih turun
menari dan menyanyi
bersama orkestra desir angin
yang menggoyang dedaunan basah

Di dalam,
masih kudengar suaramu
diantara denting-denting piano
begitu jernih
begitu bening

A day in the life of a fool
A sad and a long lonely day
I walked the avenue and hope I’ll run into
The welcome sight of you coming my way...


Menyelinap ke dalam tidurku

Jakarta, 24 – 25 Agustus 2010

Catatan :
Nana Mouskouri, penyanyi Yunani kelahiran Kreta, 1934.

Labels: