The Urheka Project : Mimpi Dalam Mimpi

"All that we see, or seem, is but a dream within a dream." - Edgar Allan Poe, A Dream Within A Dream, 1846.

Tuesday, December 23, 2008

The Turn of A Friendly Card (Part II)











THE TURN OF A FRIENDLY CARD
(PART II)
(The Alan Parsons Project)


There are unsmiling faces in fetters and chains
On a wheel in perpetual motion
Who belong to all races and answer all names
With no show of an outward emotion

And they think it will make their lives easier
But the doorway before them is barred
And the game never ends when your whole world depends
On the turn of a friendly card
No the game never ends when your whole world depends
On the turn of a friendly card

Catatan :
Album : The Turn of A Friendly Card, 1979
Lead vocals : Chris Rainbow
Bass : David Paton
Drums and percussion : Stuart Elliot
Acoustic and electric guitars : Ian Bairnson
Keyboards : Eric Woolfson
Additional keyboards : Alan Parsons
The Orchestra of The Munich Chamber Opera
Care of Eberhard Schoener
Leader : Sandor Farcas
Orchestra Coordinator : Curtis Briggs

Labels:

Sunday, December 21, 2008

Before Sunset, Before Sunrise dan Soulmate

BEFORE SUNSET, BEFORE SUNRISE DAN SOULMATE

Saya sebenarnya bukanlah pencandu film, tetapi setiap menjelang Hari Natal dan Tahun Baru, saya suka menyetel TV dan menungguin film-film drama yang bagus., yang diputar dinihari. Mungkin tentang Natal, atau Tahun Baru, biasanya percintaan.

Dinihari tadi, Senin (22/12) pukul 02.00, di stasiun Trans TV saya mendapatkan film Before Sunset yang dibintangi Julie Delphy (sebagai Celine) dan Ethan Hawke (sebagai Jesse). Memang sudah agak lambat masuknya, tetapi masih dapat ceritanya. Jesse, seorang penulis muda Amerika , melaunching bukunya di sebuah toko buku di Paris. Dan ia pun bertemu kembali dengan seorang wanita yang dikenalnya setahun lalu, di kereta Paris – Wina. Namanya Celine.

Mereka keluar dari toko buku, berjalan-jalan menyusuri lorong-lorong kota Paris yang eksotis. Pertanyaan dari Celine pada Jesse adalah,”Apakah enam bulan yang lalu, kau jadi ke Wina?” Pertanyaan itu dijawab tidak oleh Jesse, namun belakangan diakui olehnya bahwa enam bulan yang lalu ia memang datang ke Wina dengan harapan bisa bertemu kembali dengan Celine.

Sedikit mundur, akhir tahun 2006, saya ingat menonton sebuah film di stasiun TV7 dengan judul Before Sunrise, yang dibintangi Ethan Hawke dan Julie Delphy ini. Kisahnya tentang seorang pemuda Amerika, Jesse, yang naik kereta dari Paris menuju Wina, tanpa tujuan tertentu, hanya sekadar jalan-jalan saja. Di kereta, ia bertemu dengan Celine, wanita Perancis. Mereka lalu menghabiskan waktu dengan berjalan-jalan menyusuri lorong-lorong kota Wina malam hari, termasuk hubungan cinta semalam. Mereka bertemu dengan penyair jalanan yang mencari nafkah dari menulis puisi untuk orang-orang yang ditemuinya di tepi sungai. Dan setelah itu, mereka berjanji untuk bertemu kembali enam bulan kemudian, di Wina. Mereka tidak meninggalkan alamat dan nomor telepon, kecuali sebuah keinginan untuk bertemu kembali.

Kembali ke film Before Sunset. Mereka jalan-jalan di kota Paris, singgah di kafe kesukaan Celine, menyusuri Sungai Seine yang membelah Paris, melihat Notre Dame dan akhirnya tiba di apartemen Celine di salah satu sudut kota tua Paris.

Di dalam apartemen, Celine membuatkan Jesse teh campur madu. Lalu memperdengarkan sebuah lagu berirama waltz yang ditulis setahun lalu setelah bertemu seorang pria. Celine lalu sekali lagi mengingatkan Jesse untuk segera ke airport, karena ia bisa ketinggalan pesawat meuju New York. Apa jawaban Jesse?

Nanti dulu soal jawaban Jesse itu. Saya tidak ingin bicara tentang alur cerita dan acting mereka, saya lebih ingin bicara tentang aspek hubungan mereka.

Sering kita bertemu dengan seseorang yang baru sama sekali. Pria bertemu wanita, wanita bertemu pria, atau bahkan sesama jenis. Soal usia bisa dikesampingkan. Apalagi soal apakah mereka menikah atau tidak menikah, atau belum menikah, juga abaikan saja. Mungkin itu di kota kita sendiri, atau di kota yang kita kunjungi. Kita berbicara satu sama lain, berusaha menarik perhatian lawan bicara kita dan berusaha untuk mendengarkan apa yang ia katakan.

Ada pepatah yang pernah saya baca, ketika pria bertemu wanita, yang dipikirkan hanyalah seks saja. Dan wanita berpikir tentang cinta. Mungkin ada benarnya. Yang pria ingin menikmati waktu yang singkat dengan bercinta dan selesai, sementara yang wanita ingin bercinta untuk mendapatkan si pria selamanya.

Cerita akan semakin menarik ketika kita juga bicara tentang pasangan kita. Jesse sudah menikah dengan seorang guru SD di New York dan memiliki seorang putra usia empat tahun. Celine lajang yang belum menikah, walau jam terbangnya dalam cinta sudah tinggi. Tetapi keduanya menikmati pertemuan mereka.

Hubungan suami – istri, dalam pandangan saya, tidak selalu berjodoh atau sejodoh. Ketika dalam proses pendekatan dan percintaan, semua terasa indah dan oke. Tetapi setelah menikah, mungkin baru ketahuan ketidak cocokan satu sama lain. Apalagi bersamaan dengan berlalunya waktu, maka hubungan pun menjadi dingin dan kehilangan bara apinya. Yang satu merasa asing dengan yang lainnya, dan semua dilakukan sekadar memenuhi kewajiban sebagai suami istri saja. Tidak lebih, tidak kurang.

Tentu ini cerita yang bisa terjadi dimana saja, denan siapa saja, walau mungkin terlalu didramatisir.

Dan suasana berubah ketika kita bertemu dengan orang lain. Di suatu tempat, di suatu waktu, di suatu acara, di suatu kelompok atau komunitas. Atau mungkin di kereta, seperti yang saya sering alami. Ada pertemuan yang berlanjut karena memang ada kecocokan diantara para pelaku, tetapi ada juga yang berhenti sampai di situ saja. Selesai.

Soulmate atau jodoh, atau belahan jiwa, saya lihat tidak harus selalu suami dan istri. Dia bisa siapa saja, teman yang baru kita kenal, teman lama yang selalu kita ingat, teman kantor, teman di lingkungan kita tinggal, atau teman dimanapun juga kita merasa cocok satu sama lain dengan orang itu.

Jadi singkatnya, suami dan istri tidak selalu jodoh, jodoh tidak selalu menjadi suami istri. Jodoh bisa saja sesama pria atau sesama wanita, dengan saudara pun bisa. Singkatnya, dengan siapa pun kita bisa berbagi cerita dan perasaan. Bisa dekat secara emosional dan spiritual.

Ah, panjang sekali teori saya tentang perjodohan ini ya…

O, ya, ketika Celine mengingatkan Jesse bahwa ia akan ketinggalan pesawat, apa jawaban Jesse? Jesse bilang ia tahu akan ketinggalan pesawat. Ia memilih untuk ketinggalan pesawat. Film pun selesai. So? ML-kah mereka?

Sebagai pemanis, anggap saja mereka memang menghabiskan malam bersama-sama. Kita pun lebih senang dengan ending yang bahagia, kan? Hehehe… *** (UHK, 22 Desember 2008)

Labels:

Friday, December 19, 2008

Latihan Anti-Teror

LATIHAN ANTI-TEROR

Sejak serangan terorisme bulan November lalu ke Mumbai, India, demam terorisme, tepatnya anti-teror, merebak ke seluruh dunia. Hampir setiap hari saya membaca berita, attau menonton siaran berita di televisi, tentang simulasi latihan anti-teror di berbagai kota, misalnya minggu lalu latihan di Makassar. Tentu latihan ini selalu melibatkan unit-unit anti-teror milik TNI dan Polri, serta berbagai instansi pemerintah. Termasuk hari ini, Jumat (19/12), di Kantor Pusat Pertamina. Latihan melibatkan pasukan Yon 323/Raider Kostrad.

Skenarionya, teroris menyerbu Kantor Pusat Pertamina dan menguasai Lantai 2 dan Lantai 8, dan menyandera beberapa orang. Kostrad kemudian mengirimkan pasukan anti-terornya dari unit Yon 323/Raider untuk mengatasi teroris. Pasukan diterjunkan dari dari heli dan mendarat di puncak, turun melalui tangga ke lantai 8. Sementara pada saat yang sama dari bawah juga pasukan juga bergerak. Gerak cepat pasukan Kostrad akhirnya dapat mematahkan teroris tidak kurang dari 20 menit saja, sekalian mengevakuasi para sandera.

Begitu cepat? Ya, jelas cepat. Pertama, karena memang skenarionya begitu. Harus cepat, sesuai dengan predikatnya pasukan anti-teror, harus lebih cepat dari para teroris. Yang kedua, nanti saya kasih tahu di bagian bawah esai ini.

Ngomong-ngomong, apa sih terorisme itu? Saya menemukan jawabannya dari wikipedia. Terorisme adalah serangan-serangan terkoordinasi yang bertujuan membangkitkan perasaan teror terhadap sekelompok masyarakat. Berbeda dengan perang, aksi terorisme tidak tunduk pada tatacara peperangan seperti waktu pelaksanaan yang selalu tiba-tiba dan target korban jiwa yang acak serta seringkali merupakan warga sipil.

Masih dari wikipedia, istilah ‘teroris’ oleh para ahli kontra-terorisme dikatakan merujuk kepada para pelaku yang tidak tergabung dalam angkatan bersenjata yang dikenal, atau tidak menuruti peraturan angkatan bersenjata tersebut. Aksi terorisme juga mengandung makna bahwa serangan-serangan teroris yang dilakukan tidak berperikemanusiaan dan tidak memeiliki justifikasi, dan oleh karena itu para pelakunya (teroris) layak mendapatkan pembalasan yang kejam.

Akibat makna-makna negatif negatif yang dikandung oleh perkataan ‘teroris’ dan ‘terorisme’, para teroris umumnya menyebut diri mereka sebagai separatis, pejuang pembebasan, pasukan perang salib, militan, mujahidin, dan lain-lain. Adapun makna sebenarnya dari jihad, mujahidin adalah jauh dari tindakan terorisme yang menyerang penduduk sipil padahal tidak terlibat dalam perang. Terorisme sendiri sering tampak dengan mengatasnamakan agama.

Demikian kata wikipedia tentang terorisme.

Saya sendiri termasuk suka dan senang mengikuti berita dan cerita tentang terorisme dan kontra-terorisme sejak masih duduk di SD tahun 1970-an akhir. Selalu ada cerita-cerita dibalik layar tentang perburuan teroris yang menegangkan. Saya ingat, tahun 1978, saya mulai mengenal kisah-kisah terorisme, misalnya Black September, Brigade Merah Italia, kelompok Baader Mainhoff Jerman, dan Tentara Merah Jepang. Dan yang paling terkenal adalah teroris Carlos beserta gerombolannya, yang di negara asalnya dikenal sebagai dermawan. Carlos terkenal karena menyerbu markas OPEC di Wina, Austria.

Teroris generasi pertama biasanya selalu melakukan pembajakan pesawat, gedung, atau obyek apa saja yang diam. Mungkin anda ingat dengan Kedutaan Besar RI di Belanda yang pernah dibajak oleh aktivis-aktivis RMS tahun 1970-an?

Tetapi perubahan kemudian terjadi. Para teroris tidak lagi hanya melakukan pembajakan, tetapi banyak yang melakukan dengan cara serangan bunuh diri. Yang paling terkenal, anda pasti masih ingat, serangan terhadap menara kembar WTC New York pada 11 September 2001.

Indonesia pun akhirnya masuk dalam peta perang melawan terorisme, setelah serangan bom bunuh diri dengan sasaran-saran sipil seperti gereja-gereja di Jakarta, kafe-kafe di Bali, Hotel JW Marriot Jakarta dan juga Kedutaan Australia di Jakarta. Tentu cerita akan lebih panjang lagi, tetapi nanti saja lain waktu, kalau momentnya pas.

Eh, ya, lalu anda ingin tahu alasan kedua kenapa latihan anti-teror yang sudah disebutkan di atas bisa begitu cepat, hanya dalam waktu 20 menit? Ya, karena markas Kostrad dengan Kantor Pertamina bertetangga, bersebelahan, di Jalan Medan Merdeka Timur, Jakarta. Jadi ibarataanya, pasukannya tinggal loncat pagar saja. Makanya cepat. Hahaha… *** (UHK, 19 Desember 2008)

Labels:

Thursday, December 18, 2008

Prestasi Menukik, Manajer Ditendang

PRESTASI MENUKIK, MANAJER DITENDANG

Keras dan kejamnya sepakbola profesional liga-liga Eropa kembali memakan korban. Dan seperti yang sudah diduga, korbannya adalah manajer tim. Kali ini Paul Ince dipecat oleh manajemen Blackburn Rovers Selasa kemarin, setelah bertugas hanya 6 bulan saja sementara Blackburn Rovers terdampar di peringkat 19 klasemen sementara Liga Premier Inggris.

Dunia sepakbola profesional (Eropa) memang telah berubah drastic dan menjadi kejam, sejak klub menjadi dilihat sebagai sebuah entitas bisnis yang diharapkan mendatangkan keuntungan. Klub-klub liga-liga Inggris, Spanyol, Italia, dan Jerman mempunyai trend yang sama. Untuk klub-klub besar seperti Real Madrid, Barcelona, Bayern Muenchen, Chelsea, Manchester United, Inter Milan, Juventus, dll. prestasi diukur dari raihan gelar dan piala di akhir musim. Gagal atau tanpa gelar, maka pintu keluar terbuka untuk sang manajer atau pelatih. Bahkan pelatih sekaliber Vicente del Bosque dan Fabio Capello yang memberikan gelar untuk Madrid pun, ditendang. Ingat saja Roberto Mancini yang ditendang Inter Milan musim lalu, padahal ia memberikan gelar scudetto. Apalagi jika tanpa gelar dan piala di akhir musim. Silakan angkat kaki.

Untuk beberapa klub lainnya, mungkin sulit untuk bicara gelar atau piala. Mereka hanya memasang target untuk finish di zona Eropa yang akan mengantarkan mereka lolos ke Piala UEFA. Atau jika pun tidak bisa masuk ke zona itu, ya setinggi-tingginya di klasemen akhir kompetisi liga.

Namun hampir semua klub, tak peduli klub besar atau kecil, pasti akan resah jika klubnya terus menerus menderita kekalahan beruntun dan masuk zona degradasi. Pemecahan yang paling cepat adalah memecat manajer atau pelatihnya. Tidak ada klub yang memecat pemain untuk sebuah kegagalan.

Musim ini saja, di Liga Inggris kita bisa lihat beberapa manajer yang mundur atau dipecat. Kevin Keegan (mundur dari Newcastle United), Juande Ramos (dipecat Tottenham Hotspur), Alan Curbishley (dipecat West Ham), Roy Keane (mundur dari Sunderland), Harry Redknapp (mundur dari Portsmouth, lalu masuk ke Tottenham), dan terakhir Paul Ince.

Sementara di liga Spanyol, yang paling heboh tentu ketika Bernd Schuster dipecat untuk kemudian digantikan oleh Juande Ramos yang sebelumnya ditendang Tottenham. Masih ada beberapa klub lain di berbagai liga, termasuk Markus Babbel yang menggantikan Armin Veh di VfB Stuttgart.

Ada manajer atau pelatih yang ditendang atau dipecat, tetapi dunia sepakbola tidak akan kekurangan peminat yang ingin mengisi posisi tersebut. Banyak manajer atau pelatih yang mengganggur, menunggu rekan mereka jatuh dan tergusur dari klubnya. Mereka pun siap menggantikannya. Atau manajer dan pelatih muda yang naik. Mereka semua sangat sadar betul risiko pekerjaan mereka dan apa yang dipertaruhkannya dalam bisnis yang hasilnya bisa dilihat dan dihitung setiap minggu. Menang, seri atau kalah, dan ada di peringkat berapa pada klasemen.

Anehnya, manajer atau pelatih yang sukses biasanya bukanlah mantan pemain top pada zamannya. Mereka cuma pemain yang biasa-biasa saja, bahkan nyaris tidak terdengar apalagi diingat. Siapa yang kenal Alex Ferguson di masa ia bermain? Arsene Wenger? Arrigo Sacchi? Jose Mourinho? Mungkin tidak banyak. Bandingkan dengan Alfredo di Stefano, Johan Cruyff, Franz Beckenbauer, Kevin Keegan, Kenny Dalglish. Mereka adalah pemain-pemain hebat pada masanya. Tetapi sebagai manajer, nama bukanlah jaminan akan kesuksesan. Banyak mantan pemain top yang jadi manajer atau pelatih, dan hasilnya gagal.

Namun hampir semua manajer atau pelatih, sebenarnya menginginkan dukungan yang solid dari pihak manajemen dan supporter klub. Dan mereka membutuhkan waktu yang cukup dalam membangun timnya. Tidak semua manajer atau pelatih bertangan Midas, selalu sukses pada tahun pertama. Dan tidak semua manajer atau pelatih dibekali uang yang banyak untuk membeli pemain yang diinginkannya. Jose Mourinho bisa sukses berkat dukungan dana yang kuat dari Roman Abramovich dan pemain-pemain terbaik di setiap lini. Tetapi lihat, Alex Ferguson baru sukses tahun 1992, setelah memegang MU sejak 1986. Dan Arsene Wenger sukses pada tahun keduanya setelah menangani Arsenal sejak 1996.

David Moyes yang menangani Everton mengemukan kecemburuannya. Katanya tidak banyak manajer atau pelatih yang punya kesempatan untuk bertahan hingga bertahun-tahun di sebuah klub. Yang ada, mereka dituntut untuk memberikan hasil instant, dan bisa dipecat setiap saat kapan saja bila prestasi klub mereka menukik. *** (UHK, 18 Desember 2008)

Labels:

Monday, December 15, 2008

UHK Mejeng...



Jarang-jarang UHK mau mejeng untuk berfoto. Foto diambil di Gedung Elnusa Lantai 15, Jl. TB Simatupng, Jakarta Selatan, pada Senin, 15 Desember 2008 oleh Dadang RP/Divkom Pertamina.

Labels:

Thursday, December 11, 2008

Time Canon

TIME CANON
(Triumph)


Time and time and time again
Time after time after time
Round and round and round again
Time never waits
Time never ends
All of your life
All the time
Goes on by
By and by and by

Catatan :











Album : Thunder Seven
Rik Emmett : Six and twelve string guitars,
guitar synthesizers, vocals and backgrounds
Gil Moore : Drums, percussion,
vocals and backgrounds
Mike Levine : Bass guitar, keyboards, synthesizers
* Triumph, sebuah group rock dari Kanada.

Labels:

Dari Krisis Keuangan Global Menuju Krisis Seksual Rumah Tangga

DARI KRISIS KEUANGAN GLOBAL MENUJU KRISIS SEKSUAL RUMAH TANGGA

Krisis keuangan global yang melanda seluruh dunia bagai tsunami, kita semua sudah tahu. Dimulai dari macetnya krisis pemilikan rumah di Amerika (subprime mortgage), kemudian menyeret banyak perusahaan-perusahaan jasa keuangan mulai dari perbankan, asuransi, perusahaan investasi dan lain-lain. Letusan terbesarnya ditandai dengan pennyataan bangkrutnya Lehman Brothers, September 2008 kemarin.

Lalu apa hubungannya dengan krisis seksual?

Ah, ini saya cuma mengambil omongan seorang teman di kantor. “Yang lain lagi krisis keuangan, ini kok krisis seksual!” katanya meledek seorang teman yang lain.

Tentu waktu pertama kali saya mendengarnya, saya seperti teman-teman kantor lainnya, juga ikutan tertawa. Karena memang dilontarkan dalam suasan bercanda. Tetapi setelah lewat beberapa hari, saya mulai melihat ada benang merahnya, walau tentu saja tidak ada data yang pasti. Dan mungkin belum ada survey atau riset yang mengarah ke sana.

Ketika krisis saja baru meledak, saya lalu mewawancarai Dr. Iman Sugema, seorang pakar moneter dari Intercafe – IPB untuk majalah Warta Pertamina. Dia memperkirakan bahwa krisis ini bisa lebih panjang dari 3 tahun. Kalau kurang dari 3 tahun masih bisa disebut resesi, lebih dari 3 tahun sudah bisa disebut depresi seperti depresi besar tahun 1929 sampai 1933 atau 1936 yang melanda Amerika dan dunia. Dan yang menjadi korban pertama adalah perusahaan-perusahaan yang bergerak di sektor keuangan.

Perkiraan itu mulai tampak nyata hari-hari ini. Hampir setiap hari kalau kita membaca suratkabar, atau menonton berita di berbagai stasiun televisi, pasti akan ada berita pemutusan hubungan kerja (PHK). Artinya dampak ke sektor riil mulai terlihat. Berbagai perusahaan manufaktur, apalagi yang berbasiskan ekspor, melakukan PHK atau merumahkan alias mengistirahatkan para pekerjanya.

PHK atau apapun istilahnya, selalu menghasilkan dampak ikutan yang tidak terduga, diantaranya dampak psikologis. Kehilangan kebanggaan dan harga diri, rendah diri, merasa tidak berguna dan tersingkir, stress, dan depresi. Apalagi jika yang terkena PHK adalah pria pencari nafkah yang menjadi tiang utama keluarga. Jikapun wanita, mungkin juga akan mengalami hal yang kira-kira sama. Tetapi jika wanita itu adalah tiang utama keluarga, mungkin guncangannya akan sama kerasnya.

Persoalan ini jika berkepanjangan, katakanlah berbulan-bulan, pada akhirnya akan sampai juga ke ranjang. Tentu lewat dapur dan meja makan. Dapur berkaitan dengan anggaran rumah tangga. Dan meja makan, dimana anggota keluarga sering bertemu, berkaitan dengan kehangatan keluarga. Nah, kalau tidak beres juga, mungkin finalnya ada di ranjang. Semacam pengadilan. Hehehe…

Kalau sudah begitu, biasanya akan terjadi hal-hal yang tidak diharapkan. Misalnya, hubunggan seksual yang tidak memuaskan. Atau salah satu pihak (baca : pria) tidak bisa melaksanakan hubungan intim itu, karena hal-hal yang sifatnya psikologis itu.

Memang esai ini mungkin terlalu dini, tetapi sebagai suatu pemikiran, tidak ada salahnya prediksi ini dituliskan. Ketika adik saya menikah tahun 2003, salah satu kakak sepupu saya yang perempuan, Indrawati Nikijuluw bilang begini ke adik saya,”Kalau ada uang, semua akan beres-beres saja. Kalu tidak ada uang, persoalan kecil saja bisa menjadi besar.”

Dan ada pepatah lama yang mengatakan,”Ada uang abang disayang, ada uang abang ditendang.” Jadi cukup jelas kan benang merahnya?

Kalau Anda pria yang berkeluarga, berhati-hatilah. Bila Anda wanita yang menikah, bersabarlah. Dan jika Anda belum menikah, santai saja. Ha-ha-ha… *** (UHK, 11 –12 Desember 2008)

Labels:

Wednesday, December 10, 2008

Epitaph

EPITAPH
(King Crimson)


* The wall on which the prophets wrote
Is cracking at the seams
Upon the instruments of death
The sunlight brightly gleams
When every man is torn a part
With nightmares and with dreams
Will no one lay the laurel wreath
When silence drowns the screams

** Confusion wil be my epitaph
As I crawl a cracked and broken path
If we make it we can all sit back and laugh
But I fear tomorrow I’ll be crying
Yes I fear tomorrow I’ll be crying

Between the iron gates of fate
The seeds of time were sown
And watered by the deeds of those

Who know and who are known
Knowledge is a deadly friend
When no one sets the rules
The fate of all mankind I see
Is in the hands of fools

Repeat * & **

Catatan :
Album : In The Court of The Crimson King, 1969
Lyrics : Ian McDonald and Pete Sinfield
Guitar : Robert Fripp
Bass : Greg Lake
Woodwind, keyboards and mellotron : Ian McDonalds
Drums and percussion : Michael Giles
Words and illumination : Peter Sinfield

Labels:

Monday, December 08, 2008

Harga Crude Oil dan Harga BBM

HARGA CRUDE OIL DAN HARGA BBM

Hari-hari ini kita masih terus membaca di suratkabar, atau mendengar dari berita televisi, akibat dari krisis keuangan global. Yang pertama-tama dan tragis, tentu saja pemutusan hubungan kerja di berbagai perusahaan industri yang berbasiskan ekspor, karena menurunnya order dari konsumen di Amerika dan Eropa.

Yang kedua, soal harga minyak mentah (crude oil) di dunia internasional dan kaitannya dengan harga bahan bakar minyak (BBM) di dalam negeri. Harga minyak mentah mencapai puncaknya pada periode bulan Juli 2008 kemarin, dengan harga 147 dollar AS per barrel. Dan itu pun diramalkan masih akan terus meroket sampai 200 dollar per barrel. Bayangkan, kalau harga itu benar-benar terjadi, mungkin bisa disebut pemecahan rekor yang luarbiasa.

Tetapi tiba-tiba krisis keuangan global pecah, sebagai akibat macetnya subprime mortgage (kredit pemilikan rumah) di Amerika, yang menghasilkan efek domino luar biasa pula. Krisis menjadi sah dan diakui luas setelah Lehman Brothers dinyatakan bangkrut September lalu.

Bersamaan dengan itu, pertumbuhan ekonomi dunia pun melambat, yang pada gilirannya menyebabkan turunya pula permintaan akan minyak mentah di seluruh dunia. Sehingga pelan tapi pasti, harga minyak mentah pun turun. Tetapi siapa mengira kalau ternyata penurunannya pun demikian cepat? Pagi ini, saya membaca Koran Opmet, Senin, 9 Desember 2008, harga minyak mentah sudah ada di kisaran 40 – 43 dollar AS per barrel. Artinya hanya dalam waktu kurang dari setengah tahun, terjadi penurunan yang tajam sampai sekitar 100-an dollar AS.

Di dalam negeri, harga BBM pun mulai diturunkan. Yang sudah adalah harga premium, turun Rp. 500,-. Sementara harga solar dan minyak tanah (kerosene) belum turun, tetapi mungkin tinggal menunggu waktu saja. Pejabat-pejabat pemerintah, termasuk pejabat setingkat Wapres Jusuf Kalla sudah memperkirakan Januari 2009, harga BBM akan turun lagi, termasuk solar. Ini membuat perbedaan harga Premium dengan Pertamax dan Pertamax Plus tidak jauh.

Harga BBM turun sudah pasti, karena harga minyak mentah saja turun. Soal apakah ini keuntungan politis pemerintah yang berkuasa dan sedang menghadapi pemilu, itu soal lain lagi. Bagi kita yang rakyat kecil, wong cilik, yang penting kalau memang harga BBM bisa turun, apakah harga-harga kebutuhan pokok juga akan turun? Apakah tarif angkutan umum seperti bus kota, angkot, kereta, dll juga akan turun? Kalau bisa seeh, semua harga ikutan turun. He-he-he...

Pertanyaan ini cukup menarik ditunggu jawabannya, karena mungkin kita belum punya pengalaman yang signifikan tentang turunnya harga-harga dan dampaknya pada kehidupan masyarakat, kecuali tahun 1966 lalu. Itu pun karena tuntutan masyarakat melaui demo-demo mahasiswa dengan slogan Tritura. Sesuatu yang sangat jauh sekali, dua generasi yang lewat, seumuran dengan saya.

Cuma yang menyebalkan ialah pernyataan dari Organda, juga di koran yang sama. Katanya ongkos angkutan tidak mungkin turun, karena jumlah penumpang angkot yang sepi menyebabkan biaya operasional per unit angkot menjadi tinggi. Penumpang angkot sepi karena mereka lari ke sepeda motor.

Eaalahh... Ketika harga BBM naik, Organda teriak-teriak minta kenaikan tarif. Ketika harga turun, diam saja. Pakai alasan jumlah penumpang yang sepi. Jadi intinya, mereka ingin agar tarif angkutan yang sekarang berlaku tetap, tidak perlu turun.

Mungkin kita juga perlu pengalaman baru seperti ini. Selama ini yang selalu kita alami adalah satu harga naik, biasanya BBM, maka yang lain serentak naik. Sekarang harga BBM akan turun, kok belum ada tanda-tanda yang lain ikut turun.

Aneh? Memang aneh he-he-he...dan tidak logis. Atau mungkin mereka itu perlu didemo supaya menurunkan harga-harga hasil produksinya dan tarif jasanyanya, karena salah satu faktor biaya produksi sudah jelas turun. *** (UHK, 9 Desember 2008)

Labels:

Thursday, December 04, 2008

Nurdin Halid dan Sepakbola Indonesia

NURDIN HALID DAN SEPAKBOLA INDONESIA

Menjelang pembukaan turnamen sepakbola Piala AFF Suzuki 2008 hari ini, Jumat, 5 Desember 2008, dunia sepakbola Indonesia mendapat ‘dukungan’ dari sang Ketua Umum PSSI Nurdin Halid (NH), yang baru saja bebas dari lembaga pemasyarakatan. Di siaran televisi pagi tadi, saya lihat NH meninjau latihan tim nasional Indonesia dan Stadion Utama Senayan.

Membahas sepakbola Indonesia sungguh meletihkan. Ini persoalan yang tidak ada ujung pangkalnya. Entah lebih mirip benang kusut atau lebih mirip persoalan mana yang lebih dulu, ayam atau telur. Tetapi yang pasti, sepakbola Indonesia tidak pernah maju-maju dalam satu atau dua dekade terakhir ini.

Persoalan yang paling ajaib adalah tetap bertahannya NH walaupun ia ada didalam penjara. Banyak orang yang tidak mengerti bagaimana ia bisa tetap bertahan. Persoalannya ada pada hubungan FIFA dengan organisasi nasional sepakbola setiap negara.

FIFA sangat keras menegakkan kedaulatan organisasi dan mengharamkan campur tangan pemerintah negara masing-masing dalam urusan internal organisasi. Artinya, biarapun NH mendekam di penjara selama kurang lebih 1,5 tahun, ia tidak tersentuh oleh kehendak pemerintah yang ingin menggusur NH dari kursi panas ketua PSSI. Itu pasti akan ditentang keras oleh FIFA.

Sebaliknya FIFA juga hanya bisa mengucilkan NH dan PSSI dari kalender kegiatan sepakbola international, jika PSSI tidak mematuhi perintah FIFA untuk memperbaiki Pedoman Dasar PSSI dengan mengadopsi Statute FIFA. FIFA tidak mengizinkan seorang kriminal atau yang pernah mendapat status kriminal untuk memimpin organisasi sepakbola nasional sebuah negara.

Sialnya, FIFA lupa, di Indonesia ini, orang kriminal bisa tetap punya jabatan selama ia masih mau mengeluarkan uangnya untuk mendapatkan dukungan dari orang-orangnya. Buktinya, selama di penjara pun, para pengurus PSSI tetap melakukan rapat dengan NH bahkan di dalam penjara, dalam status ia terpidana!

Jadi di sini, FIFA terjerat dengan aturannya sendiri.

Soal ancaman FIFA ini, NH dan barisan pendukungnya bisa bilang begini,”Ah, ente cuma ngancem doang. Silakan kucilkan kami, kami bisa jalan sendiri.”

Kira-kira begitulah sikap cuek bebek orang-orang PSSI. Tentu saja FIFA juga tidak bisa menganggap remeh Indonesia. Final Piala Asia 2006 di Stadion Utama Senayan, Jakarta, sungguh mengejutkan mata FIFA akan potensi penonton sepakbola Indonesia sebagai sebuat market. Sebuah pasar yang terbesar di Asia Tenggara dan fanatik pada tim nasionalnya, walau tidak kunjung berprestasi.

Begitulah hebatnya Nurdin Halid dengan kesaktiannya yang terus mengangkangi sepakbola Indonesia. Eh, memangnya si NH ini sakti? Ya, iyalah masa ya iya donk. Uang, uang, uang… Dengan uangnya yang tidak pernah ketahuan berapa jumlahnya, dan tidak pernah habis-habis, ia mampu menyumpal mulut-mulut para pengurus PSSI, tepatnya orang-orang yang duduk di Komite Eksekutif (Exco) PSSI. Dan bersama genknya, ia masih akan menguasai PSSI untuk waktu beberapa tahun ke depan.

Dari beberapa artikel dan wawancara yang pernah saya baca tentang Nurdin Halid, saya pikir dia orang yang punya visi jauh ke depan, dan tahu bagaimana membawa sepakbola Indonesia ke pentas dunia. Tetapi sayangnya sebagai manusia, ia punya cacat hukum, bahkan sampai dua kali masuk penjara. Dan cacat itu akan menjadi catatan hitam bagi sepakbola Indonesia. *** (UHK, 5 Desember 2008)

Labels:

Tuesday, December 02, 2008

Bernie Ecclestone, Inggris yang Anti-Inggris?

BERNIE ECCLESTONE, INGGRIS YANG ANTI-INGGRIS?

Musim balap Formula One tahun 2008 ini telah usai, bersamaan dengan balapan di lintasan Sirkuit Interlagos bulan Oktober lalu. Hasilnya Felipe Massa (Ferrari/Brazil), 27 tahun , menjuarai lomba home race-nya, tetapi Lewis Hamilton (McLaren/Inggris), 23 tahun, yang menjadi juara dunia.

Banyak orang yang menyambut juara dunia baru yang masih muda tersebut. Namun banyakjuga yang berpikir ulang tentang lomba jet darat ini, salah satunya Bernie Ecclestone, opa yang berusia 78 tahun. Kalau orang lain tidak mengapa, tetapi ini godfather F1 yang sudah mengemudikan manajemen F1 selama 30 tahun. Apa pasalnya?

Pasalnya Lewis Hamilton menjadi juara dengan point 91 dan merebut 5 kemenangan sepanjang 2008. Sementara Massa meraih 6 kemenangan tetapi hanya mengoleksi 90 point. Jadi Lewis lah yang berhak menjadi juara dunia Formula One 2008, karena ia unggul 1 point dibandingkan Massa pada akhir musim balap. Memang kelihatannya tidak adil ya? Hehehe…

Sebagaimana diketahui, lomba F1 mempunyai sistem penilaian untuk pembalap (driver) dan konstruktor (constructor). Masing-masing dengan nilai 10, 8, 6, 5, 4, 3, 2 dan 1 untuk delapan teratas, baik untuk kategori pembalap maupun kontruktor. Jadi hasil yang didapat Lewis dan Massa, serta pembalap lainnya, adalah hasil yang dicapai sepanjang musim setelah melalui 18 lomba di berbagai sirkuit.

Bernie rupanya gerah dengan sistem penilaian ini, yang sebenarnya juga sudah pasti disetujuinya sebelum diterapkan. Bernie mengusulkan sistem penilaian baru, yaitu dengan cara pemberian medali emas, perak dan perunggu, seperti yang lazim dalam berbagai cabang olahraga individual lainnya. Intinya, pememang medali emas yang terbanyaklah yang berhak menjadi juara dunia. Adil, kan?

Tentangan mulai datang, salah satunya dari Eddie Jordan, mantan bos tim Jordan yang sudah bangkrut. Sistem baru tersebut akan mematikan tim-tim papan tengah dan bawah , dan hanya akan menguatkan dominasi tim-tim papan atas yang kuat dananya, seperti Ferrari dan McLaren. Menurut Jordan, bagi tim-tim papan menengah dan bawah, dengan sistem point, mereka lebih termotivasi. Walaupun peluang menjadi juara kecil, tetapi bisa mendapatkan point 3 atau 2 atau bahkan 1, masih lebih berarti, daripada 0 (nol).

Alasan yang cukup rasional. Tim-tim papan bawah pun bisa tahu dimana posisi mereka di akhir musim balap.

Bernie kelihatannya akan memperjuangkan usulan terbarunya untuk menjadi penilaian musim balap 2009 atau 2010. Oke saja. Tetapi kenapa baru sekarang?

Musim balap 2007 juga menghasilkan hal yang serupa. Kimi Raikkonen (Ferrari/Finlandia) menjadi juara dunia dengan selisih hanya 1 point saja dari Hamilton (McLaren/Inggris) dan Fernando Alonso (McLaren/Spanyol). Tetapi Bernie diam saja waktu itu, tidak mengusulkan apapun. Lalu ketika Hamilton menjadi juara dunia dengan selisih point hanya 1 dari Massa, sama seperti Raikkonen tahun 2007 lalu, kenapa lalu ia mengusulkan cara penilaian baru tersebut?

Jangan lupa juga, tahun 2007, adalah musim yang paling kelabu bagi dunia balap F1, dengan pecahnya kasus spionase mekanik Ferrari, yang lalu menyeret McLaren. Dan akhirnya McLaren dihukum penghapusan point konstruktor musim balap 2007 dan denda 100 juta dollar AS. Banyak kasus yang melibatkan Ferrari, selalu berakhir dengan kekalahan lawan-lawannya Ferrari di luar sirkuit.

Ah, jangan-jangan Bernie anti-Inggris dan lebih pro pada Ferrari yang Italia. Aih, jangan gitu ah Opa Bernie… *** (UHK, 3 Desember 2008)

Labels: