The Urheka Project : Mimpi Dalam Mimpi

"All that we see, or seem, is but a dream within a dream." - Edgar Allan Poe, A Dream Within A Dream, 1846.

Thursday, December 11, 2008

Dari Krisis Keuangan Global Menuju Krisis Seksual Rumah Tangga

DARI KRISIS KEUANGAN GLOBAL MENUJU KRISIS SEKSUAL RUMAH TANGGA

Krisis keuangan global yang melanda seluruh dunia bagai tsunami, kita semua sudah tahu. Dimulai dari macetnya krisis pemilikan rumah di Amerika (subprime mortgage), kemudian menyeret banyak perusahaan-perusahaan jasa keuangan mulai dari perbankan, asuransi, perusahaan investasi dan lain-lain. Letusan terbesarnya ditandai dengan pennyataan bangkrutnya Lehman Brothers, September 2008 kemarin.

Lalu apa hubungannya dengan krisis seksual?

Ah, ini saya cuma mengambil omongan seorang teman di kantor. “Yang lain lagi krisis keuangan, ini kok krisis seksual!” katanya meledek seorang teman yang lain.

Tentu waktu pertama kali saya mendengarnya, saya seperti teman-teman kantor lainnya, juga ikutan tertawa. Karena memang dilontarkan dalam suasan bercanda. Tetapi setelah lewat beberapa hari, saya mulai melihat ada benang merahnya, walau tentu saja tidak ada data yang pasti. Dan mungkin belum ada survey atau riset yang mengarah ke sana.

Ketika krisis saja baru meledak, saya lalu mewawancarai Dr. Iman Sugema, seorang pakar moneter dari Intercafe – IPB untuk majalah Warta Pertamina. Dia memperkirakan bahwa krisis ini bisa lebih panjang dari 3 tahun. Kalau kurang dari 3 tahun masih bisa disebut resesi, lebih dari 3 tahun sudah bisa disebut depresi seperti depresi besar tahun 1929 sampai 1933 atau 1936 yang melanda Amerika dan dunia. Dan yang menjadi korban pertama adalah perusahaan-perusahaan yang bergerak di sektor keuangan.

Perkiraan itu mulai tampak nyata hari-hari ini. Hampir setiap hari kalau kita membaca suratkabar, atau menonton berita di berbagai stasiun televisi, pasti akan ada berita pemutusan hubungan kerja (PHK). Artinya dampak ke sektor riil mulai terlihat. Berbagai perusahaan manufaktur, apalagi yang berbasiskan ekspor, melakukan PHK atau merumahkan alias mengistirahatkan para pekerjanya.

PHK atau apapun istilahnya, selalu menghasilkan dampak ikutan yang tidak terduga, diantaranya dampak psikologis. Kehilangan kebanggaan dan harga diri, rendah diri, merasa tidak berguna dan tersingkir, stress, dan depresi. Apalagi jika yang terkena PHK adalah pria pencari nafkah yang menjadi tiang utama keluarga. Jikapun wanita, mungkin juga akan mengalami hal yang kira-kira sama. Tetapi jika wanita itu adalah tiang utama keluarga, mungkin guncangannya akan sama kerasnya.

Persoalan ini jika berkepanjangan, katakanlah berbulan-bulan, pada akhirnya akan sampai juga ke ranjang. Tentu lewat dapur dan meja makan. Dapur berkaitan dengan anggaran rumah tangga. Dan meja makan, dimana anggota keluarga sering bertemu, berkaitan dengan kehangatan keluarga. Nah, kalau tidak beres juga, mungkin finalnya ada di ranjang. Semacam pengadilan. Hehehe…

Kalau sudah begitu, biasanya akan terjadi hal-hal yang tidak diharapkan. Misalnya, hubunggan seksual yang tidak memuaskan. Atau salah satu pihak (baca : pria) tidak bisa melaksanakan hubungan intim itu, karena hal-hal yang sifatnya psikologis itu.

Memang esai ini mungkin terlalu dini, tetapi sebagai suatu pemikiran, tidak ada salahnya prediksi ini dituliskan. Ketika adik saya menikah tahun 2003, salah satu kakak sepupu saya yang perempuan, Indrawati Nikijuluw bilang begini ke adik saya,”Kalau ada uang, semua akan beres-beres saja. Kalu tidak ada uang, persoalan kecil saja bisa menjadi besar.”

Dan ada pepatah lama yang mengatakan,”Ada uang abang disayang, ada uang abang ditendang.” Jadi cukup jelas kan benang merahnya?

Kalau Anda pria yang berkeluarga, berhati-hatilah. Bila Anda wanita yang menikah, bersabarlah. Dan jika Anda belum menikah, santai saja. Ha-ha-ha… *** (UHK, 11 –12 Desember 2008)

Labels:

1 Comments:

Blogger Unknown said...

Ah, kau hanya mau membela dirimu sendiri sajah...
Saya ada uang kagak uang juga tetep ajah nyante....

Kabar baik Pak!!!

5:30 PM  

Post a Comment

<< Home