The Urheka Project : Mimpi Dalam Mimpi

"All that we see, or seem, is but a dream within a dream." - Edgar Allan Poe, A Dream Within A Dream, 1846.

Thursday, September 27, 2007

Stasiun Terakhir

STASIUN TERAKHIR

Pensiun adalah stasiun terakhir di daerah perbatasan. Duduk santai di bibir senja. Minum teh tawar tanpa gula karena kau harus hati-hati dengan diabetes yang mengintai. Menjaga makan dengan mengurangi garam. Pokoknya, diet ketat menjaga kesehatan dan berat badan yang seimbang. Membaca koran bolak-balik hingga huruf-hurufnya rontok karena bosan melihatmu.

“Jij tahu, kan, gue dulu pernah ditugasi ke Jepang mengurus kapal-kapal patroli kepolisian. Gue juga pernah ke Vietnam sebagai pengamat internasional. Setiap hari yang gue lihat cuma hujan peluru,” kata kakak sepupuku, pensiunan kolonel polisi, suatu malam, di acara melayat pamanku yang pamitan pulang.

Aku mendengarkan cerita petualangannya di era 1960 hingga 1970-an. Maklum, umurnya sudah lebih banyak.

“Tahu gak, sekarang apa yang gue kerjakan? Bangun tidur, sembahyang, jalan-jalan, sarapan pagi, baca koran dan ngemong cucu. Siang sedikit, gue ngurusin ikan-ikan gue,” lanjutnya tersengal-sengal. “Siang tidur, sore baca koran lagi, malam nonton teve.”

Ia terdiam sejenak.

“Kalau ada acara mendadak seperti ini, wah, ritme hidup gue langsung berantakan nih. Bisa dua atau tiga hari kacaunya, baru setelah itu normal, ” tuturnya lagi.

Semua tahu masa pensiun akan tiba, diundang atau tidak, siap atau tidak, punya duit atau tidak. Masa yang ditunggu dengan harap-harap cemas. Mereka mempersiapkan diri untuk menyambut masa istirahat ini. Olahraga jalan kaki, senam jantung sehat atau senam lansia, belajar beternak, kursus melukis, bisnis ikan, membaca buku, nonton teve, mendengarkan lagu-lagu oldies zaman kuda gigit besi, reuni sana reuni sini, datang ke acara pernikahan atau datang melayat.

Tetapi kadang terjadi juga apa yang tidak diharapkan. Mereka malah terkaget-kaget menemukan sepi yang menggigit mengepung diri mereka. Tidak ada lagi yang menelepon. Tidak ada yang setor muka. Tidak ada yang membuatkan kopi atau teh pagi hari. Tidak ada sekretaris cantik yang bisa dipandang-pandang betisnya. Yang ada hanyalah istri yang gemuk dan cerewet. Dan anak yang minta duit terus untuk biaya kuliah dan dugemnya.

Seminggu kemudian, mereka ini, mungkin akan menutup usianya dan segera berangkat menyeberangi perbatasan terakhir.

Sawangan, 23 – 26 September 2007

Urip Herdiman K.

Wednesday, September 26, 2007

Tutup Buku

TUTUP BUKU

ia kehilangan seorang bidadari cantik yang salehah
dan si cantik kehilangan seorang narcist
yang baik hati tetapi sekuler

Sawangan, 14 – 27 September 2007

Urip Herdiman K.

Monday, September 24, 2007

(Selangkah Menuju) Selingkuh

(SELANGKAH MENUJU) SELINGKUH

1/
bayangan dan sepi
yang bercumbu
di balik punggung

2/
bayangan dan sepi
yang bercinta
di depan hidung

Sawangan, 24 September 2007

Urip Herdiman Kambali

Sunday, September 23, 2007

Calling Ursa Minor

CALLING URSA MINOR

Perjalanan antar bintang dan antar galaksi membutuhkan waktu jutaan tahun cahaya. Cahaya bintang yang kita lihat sekarang adalah cahaya yang datang dari masa silam yang sangat jauh. Mungkin saat kita melihatnya, bintang itu sudah tidak ada. Rest in Peace.

Adakah kehidupan di bintang-bintang itu, di galaksi-galaksi yang berbeda? Entahlah. Aku belum pernah membacanya, hanya dugaan-dugaan saja. Tetapi aku percaya kemungkinan adanya kehidupan di bagian lain alam semesta ini. Aku jadi teringat pada Carl Sagan, pesawat penjelajah Voyager dan Pioneer, serta film-film seperti Star Trek.

Ah, mengapa tidak mencoba mengirim pesan? Tidak perlu jaringan antena radio yang canggih dan mahal. Cukup dengan kirim pesan singkat lewat telepon genggam. Tetapi ke mana? Ruang angkasa sedemikian luas. Hohoho…..

Kutulis pesan singkat,”Calling Ursa Minor…” Klik. Send. Satu menit. Satu jam. Satu malam. Bintang-bintang langit malam berserakan, tersenyum dingin, tak ada jawaban. Tidak apa, karena pesanku sedang melintasi kemahasunyian. Atau mungkin memang tidak ada kehidupan di sana?

Hampir dua puluh empat jam kemudian, telepon genggamku gemetar dan berteriak gembira. Jawaban dari Ursa Minor, rasi bintang yang jauh di langit sebelah utara.

Aku tidak perlu menunggu jutaan tahun cahaya dan jutaan reinkarnasi untuk mendapatkan jawabannya. Cukup satu hari saja. Aih!

Sawangan, 23 September 2007

Urip Herdiman K.

Dari Biennale Ke Telanjang

DARI BIENNALE KE TELANJANG

1/
mulanya pameran foto
lalu demonstrasi dan caci maki

2/
ketika Adam dan Hawa terusir
dari Taman Firdaus
apakah mereka
telanjang atau berpakaian?

3/
telanjang adalah bayangan surgawi
Adam dan Hawa
terjebak di dalam ingatan kolektif

Sawangan, 13 Desember 2005 – 21 April 2007

Urip Herdiman K.

When The Evening Comes

WHEN THE EVENING COMES

Senja datang perlahan tapi pasti.
Memanjat dinding wajahmu
memahat keriput
mengecat rambut jadi putih
Menatap sang surya pergi ke ranjang,
diam-diam

Dan istirahat panjang sebelum pintu malam ditutup

Sawangan, 22 September 2007

Urip Herdiman K.

Catatan :
Meminjam judul lagunya Ken Hensley,
mantan vokalis Uriah Heep.

Friday, September 21, 2007

Mourinho, The Special One

MOURINHO, THE SPECIAL ONE

Kursi manajer sepakbola adalah kursi yang panas. Penuh dengan tekanan dan tuntutan. Ron Atkinson pernah mengatakan bahwa manajer yang brilyan ada banyak, manajer yang hebat juga tidak kurang, tetapi manajer yang beruntung hanya ada satu, yaitu manajer yang mengangkat piala di akhir musim kompetisi.

Kau termasuk manajer yang beruntung, karena prestasimu mengkilap, di usia belum setengah abad. Dari liga domestik yang paling prestisius, piala federasi yang tertua, piala liga, hingga piala di antara para juara. Siapa yang bisa membantah bahwa tangan dinginmu memiliki sentuhan midas, menjadikan semua yang kau sentuh emas?

Ada manajer yang mau bersabar untuk membangun timnya dan memetik hasil kemudian. Mencetak bintang dan meraih gelar tinggal menunggu waktu. Ada pula manajer yang hanya meminta uang untuk membeli bintang dan membeli kesuksesan. Kau pernah berada di kedua sisi tersebut.

Tampan, arogan , cerdas dan seksi. Demikian orang-orang melihatmu. Kekuranganmu, atau mungkin itulah kelebihanmu, adalah mulutmu yang seperti ember, yang dari sana mengalir sumpah serapah mengguncang Inggris dan Eropa. Dan kau menyebut dirimu sendiri sebagai The Special One, yang membuat banyak pihak, bintang dan para legenda yang dihormati, murka. Kau masih anak kemarin sore, kata mereka bersungut-sungut.

Isu pergantian dirimu tak pernah hilang sama sekali, sekalipun dibantah berulangkali, Karena ada asap ada api. Ada api maka ada asap. Dan bantahan itu tidak pernah memadamkam sumber api. Hubungan yang terus memburuk dengan sang taipan pemilik klub, yang dari ladang-ladang minyaknya di Siberia mengalir euro, pounds dan dollar, membeli semua yang diinginkan. Namun gelar domestik saja tidaklah cukup. Sang taipan ingin mahkota yang lebih tinggi. Mahkota di antara para juara. Dan ia menginginkan di akhir musim ini. He’s the boss.

Mungkin semuanya terkejut, hingga seorang perdana menteri pun harus ikut berbicara. Tetapi aku percaya bahwa ketika satu pintu telah kau tinggalkan di belakang, maka akan ada banyak pintu lain yang terbuka untuk orang sepertimu. Seperti yang kau katakan sendiri, bahwa kau tak akan kesulitan mencari klub yang berambisi dan menginginkan mahkota.

Ke mana kau pergi, selalu ada pintu yang terbuka, ada angin yang bertiup, ada kegaduhan, keguncangan, gairah, sumpah serapah, dan mahkota juara. Aku tidak ragu. Sepakbola membutuhkan semuanya, magnet yang atraktif, magnet yang menyihir media dan dunia.

Tetapi aku bukanlah penggemarmu, walau menghargai apa yang telah kau capai.

Jakarta, 21 September 2007

Urip Herdiman K.

Catatan :
Jose Mourinho, mengundurkan diri dari posisinya sebagai Manajer Chelsea FC, pada Kamis, 20 September 2007.

Tuesday, September 18, 2007

Meditasi Puisi

MEDITASI PUISI

merasakan kata
dalam keheningan
sebagaimana adanya

memetik mimpi
di atas bunga teratai

Sawangan, 8 – 18 September 2007

Urip Herdiman K.

Thursday, September 13, 2007

Premanisme Negara "Dorrr!!!" Shock Therapy

PREMANISME NEGARA “DORRR!!!” SHOCK THERAPY

: ben abel at cornell

1/
“DORRR!!!”

Tahun 1983. Suatu malam di pinggiran kota. Sebuah jip berhenti. Lima pria turun. Empat pria berbadan tegap dan berambut cepak, serta satu pria dengan kepala ditutup karung.

Malam yang hening. Suara burung gagak. Karung dibuka. Jangkrik bernyanyi. Malaikat el maut lewat. Bunyi rentetan tembakan merobek malam gelap. Dan jip menderu berlalu.

2/
Aku ingat di tahun itu aku selalu membaca berita suratkabar tentang orang-orang yang dijemput paksa pada malam hari, oleh orang-orang yang tak dikenal. Selalu ada yang diculik, selalu ada yang ditemukan lagi tak bernyawa dengan luka tembak yang menganga, tetapi ada juga yang tak pernah ditemukan. Dan ada juga yang melarikan diri bersembunyi. Hilang bak ditelan bumi.

Berita-berita itu membuat imajinasiku menjadi liar, seperti membaca novel atau menonton film. Tetapi tidak jelas siapa penulisnya atau sutradaranya. Gelap.


3/
“Gue lahir tahun 1983. Gue gak sempat mengenal bokap gue. Nyokap bercerita bahwa bokap adalah pelanggan hotel di Cipinang. Masuk, keluar, masuk lagi, keluar lagi. Nenek capai mengurusnya, tinggal nyokap yang masih mau menengoknya di elpe,” katanya datar.

“Suatu malam ia dijemput beberapa pria tegap dan cepak. Wajahnya seram. Setelah itu nyokap dan nenek tidak pernah melihat bokap gue, sampai kemudian ada petugas yang datang menanyakan apakah mengenali foto mayat yang dibawanaya,” ceritanya lebih lanjut.

Banyak ibu kehilangan anak, para istri kehilangan suami, anak-anak kehilangan ayah. Tidak ada kejelasan kecuali membaca berita-berita kriminal di koan-koran. Penculikan, pembunuhan dan penemuan mayat tak dikenal menjadi santapan setiap hari. Dan polisi selalu bilang bahwa mereka itu, adalah korban pembunuhan dalam perang antar gang.

4/
Siapa membunuh mereka? Mereka dibunuh siapa? Atau siapa membunuh siapa?

5/
“Suami saya anggota. Pulang dari penugasan di Timor, kelakuannya aneh. Dia seperti tampak selalu tertekan, selalu gelisah. Tidak betah di rumah. Dia sering pergi malam dan tidak pulang berhari-hari. Saya tidak tahu apa yang dikerjakannya di luar rumah,” tutur seorang ibu tua, istrinya si petrus.

“Baru setelah bertahun-tahun, setelah suami saya sakit-sakitan, dan menjelang mati, ia cerita pada saya apa yang dilakukannya pada tahun-tahun itu. Ia minta selalu didoakan agar dosa-dosanya diampuni. ” ujarnya lagi.

6/
Tahun-tahun berlalu, mencekam. Korban-korban terus berjatuhan. Mereka menjadi angka di kamar jenazah, di data kepolisian, dan di lembaran koran. Tidak ada angka yang pasti berapa jumlah yang tewas, dan berapa yang hilang tak ditemukan lagi. Belum lagi mereka yang melarikan diri. Semua dalam diam dan sunyi.

7/
Hingga akhirnya seorang jenderal bintang empat mengatakan bahwa itu adalah atas perintahnya. Dan seorang presiden yang masih berkuasa, tentu saja, menegaskan bahwa itu adalah shock therapy untuk mereka.

“DORRR!!!”

Sawangan - Jakarta, 14 September 2007

Urip Herdiman K.

Mijn Schaatje

MIJN SCHAATJE

dalam kegelapan
kau telah menjadi hantu
bagiku
jauh sebelum kehadiranmu

tanpa nama
tanpa wajah
tanpa nomor
tanpa alamat

Gambir, 29 Agustus 2007

Urip Herdiman K.

Monday, September 10, 2007

Selalu Berdua

SELALU BERDUA

: frey

sepi dan sunyi jalan bersama
tidak saling menyapa
karena tak suka bicara

Sawangan, 26 Agustus 2007

Urip Herdiman K.

Thursday, September 06, 2007

Negara dan Premanisme Negara

NEGARA DAN PREMANISME NEGARA

: Indra Setiawan

Negara? Apa yang kita ketahui tentang negara? Kau mungkin akan menjawab suatu kesatuan geografis yang ada rakyatnya, pemerintahannya dan ada pengakuan dari negara lain.

Ah, ini jawaban yang aku dan kau dapatkan di bangku sekolah, saat aku masih punya rambut tebal sehingga bisa bikin jambul, dan saat rambutmu masih dikepang dua. Bahagianya masa sekolah. Di mana kau sekarang?

Negara adalah suatu makhluk yang selalu memungut pajak darimu setiap tahun, pajak penghasilan, pajak bumi dan bangunan, setiap kau berbelanja apapun dan di mana pun juga. Negara memang sedikit mirip dengan tukang palak.

Tetapi setelah itu, apa yang kau dapatkan? Kesejahteraan? Keamanan?

Kita berurusan dengan negara saat mengurus ka-te-pe, saat melaporkan kehilangan ayam tetapi malah menjadi tertuduh, saat berurusan dengan jaksa dan hakim, saat kehabisan uang karena mengurus anakanak yang mau sekolah, saat mau mengantarkan rawat inap keluargamu tetapi ditolak karena kau tidak mampu membayar uang muka untuk sepuluh hari, saat rumahmu digusur aparat pemerintah karena akan ada pembangunan jalan tol.

Negara juga selalu menyesuaikan harga dan tarif untuk kepentingan pemilik modal, dan mengorbankan kepentingan masyarakat yang lebih luas. Semuanya naik, tidak ada yang turun.

Ah, negara tidak lebih dari tukang peras dan tukang gusur. Melelahkan sekali berurusan dengan negara. Membuang waktu, membuang energi dan kehabisan uang.

Hanya itu?

Ada lagi. Aku ke Jogja bulan Maret lalu, dan yang kutemukan di terminal adalah preman dan petugas berseragam. Tidak ada bedanya. Mereka hanya memeras habis penumpang yang terjebak dalam kebingungan. Tiba di Pulogadung lewat tengah malam, tak kulihat ada petugas. Yang ada hanyalah preman dan orangorang yang hidup di jalanan.

Lihatlah tempattempat seperti stasiun kereta, terminal bus, perempatan lampu merah, dan pasarpasar. Anakanak kecil dan orang dewasa berkeliaran, mengemis, mengamen dan menodong. Beberapa dari mereka mengaisngais sisa makanan. Ada juga yang mencari tempat untuk melampiaskan birahinya.

Rumah mereka adalah langit terbuka, baik malam maupun siang hari, dalam hujan dan panas terik. Mengerikan sekaligus menyedihkan.

Masihkah kita memerlukan negara, yang selalu abai terhadap anakanaknya? Masihkah kita memerlukan negara yang ikut tidur bersamaan dengan pulangnya para pegawai dan petugas usai jam kantor? Ataukah negara memang selalu tidur ?

Ah, tibatiba aku teringat seorang temanku yang menulis tentang masyarakat Samin. Apa kabarmu? Masihkah kau membuat filmfilm protes yang selalu mengkritik negara? Di matamu, negara adalah preman. Dan sekarang, aku pun berpikir demikian.

Jakarta, 7 September 2007

Urip Herdiman K.

Tuesday, September 04, 2007

Dangdut Elpiji dan Nasi Uduk Kayu Bakar

DANGDUT ELPIJI DAN NASI UDUK KAYU BAKAR

Pemerintah yang tolol punya rencana, Pertamina keluar uang, dan aku harus mandi keringat. Huh!

Orang nomor dua pergi ke China setahun yang lalu, dan ia terkejut, melihat mereka sudah memakai gas untuk kebutuhan ruumah tangganya. Gasnya datang dari berbagai penjuru dunia, dan Indonesia salah satunya. “Lho, kok, kenapa kita tidak memakai gas juga, untuk menggantikan minyak tanah?“ begitu pikir wakil presiden.”Lehih hemat, lebih murah, ramah lingkungan dan meringankan a-pe-be-en.”

Ide yang bagus, seperti ilham yang jatuh dari langit. Dan menjadi sabda sang pandito ratu. Harus segera dilaksanakan. Tanpa perencanaan yang matang, tanpa komunikasi publik. Tiba-tiba palu diketokkan. “Tok!”

“Apa? Minta SMS? Aduh, panas-panas begini minta SMS. Sudah habis pulsanya, bo!”
kata si penyanyi dengan kenes, mengedipkan matanya yang lentik.
“Tetapi gak papa, saya sudah dibayar, kok, untuk nyanyi di sini.”

“Bang, SMS siapa ini, bang?
Pesannya kok pake sayang-sayang
Bang nampaknya dari pacar abang
Bang hati ini mulai tak tenang…”
lantun si penyanyi di atas panggung menggoyang pinggulnya.

Pertamina yang dianggap kaya raya diajak, disuruh bikin tabung elpiji tiga kilo warna hijau lumut berikut kompor, tanpa standarisasi. Pemerintah ongkang-ongkang kaki, dan yang lain cuci tangan, buang muka. Jadilah Pertamina pun menuai caci maki, kutukan, protes dan demo di seluruh negeri.

Pertamina menggelar panggung-panggung dangdut di mana-mana untuk sosialisasi konversi minyak tanah ke elpiji. Penyanyinya bergoyang mengajak masyarakat untuk berdangdut di depan kompor gas elpiji. Melupakan derita gagap teknologi, malu bilang tidak punya duit.

Sementara aku menatap cewek-cewek panitia yang cantik, molek, sintal dan kinyis-kinyis. “Kembang-kembang desa yang sedang ranum, “gumamku dari tepi lapangan yang berdebu, menelan ludah. Glek!

“Kelakuan si kucing garong
Ora kena ndeleng sing mlesnong
Main sikat main embat
Apa sing liwat…”
si penyanyi menggoda dengan goyangannya.

Setiap pagi, di stasiun kereta Depok Lama, aku duduk di warung nasi uduk yang dibungkus daun pisang. Sarapan pagi bersama orang-orang yang, katanya, sudah menikah. Lho, apa hubungannya? Ya, mereka menikah, tetapi berangkat dari rumah dengan perut lapar, tanpa sempat minum kopi dan sarapan pagi. Buat apa mereka menikah? Huh!

“Duh, kayu bakar sekarang susah banget nih,”
kata ibu pedagang nasi uduk.

“Hareee gini masih pakai kayu bakar?”
tanyaku kaget.

“Iya, pak. Saya gak pernah pakai minyak tanah, apalagi elpiji. Mahal!”
jawab si mpok orang Betawi Depok itu.
“Saya mah pakai kayu bakar biar masakan saya enak.
Orang-orang bilang, nasi uduk saya wangi. Benar, ya, pak?”

Peluit kereta datang berbunyi. Aku membayar nasi uduk.

“O oo…kamu ketahuan
Pacaran lagi
Dengan dirinya
Teman baikku…”

Yang ini dari pedagang di emperan stasiun. Murah meriah dengan sound system yang memecahkan gendang telinga. Orang-orang bergoyang di dalam kereta. Aku menatap betis yang indah, dan membaui wangi shampoo dari rambut perempuan yang masih basah.

“O oo aku ketahuan
Pacaran lagi
Dengan dirinya
Teman baikmu…”

Jakarta, 4 September 2007

Urip Herdiman K.