The Urheka Project : Mimpi Dalam Mimpi

"All that we see, or seem, is but a dream within a dream." - Edgar Allan Poe, A Dream Within A Dream, 1846.

Monday, March 31, 2008

Pelajaran Membaca yang Realistis dan Progresif (II) : Indonesia dan Hal-hal yang Tak Selesai


Pelajaran Membaca yang Realistis dan Progresif (II) :
INDONESIA DAN HAL-HAL YANG TAK SELESAI

Testamen Politik Tan Malaka
Silent Coup St. Sjahrir
Peritiwa 3 Juli 1946
Peristiwa Madiun 1948
PDRI – Sjafruddin Prawiranegara
Pjs. Presiden RI Mr. Asaat Datuk Mudo
Peristiwa 17 Oktober 1952
Pemboman Cikini 1957
PRRI/Permesta
DI/TII


Musim hujan belum selesai, musim hujan yang panjang. Hujan yang bisa datang kapan saja ia mau, setiap saat, bahkan tanpa merasa perlu menelepon dahulu. Turun begitu saja membawa banjir, yang suka menenggelamkan Jakarta. Bikin repot.

Ibu Guru Cantik, secantik Susan Bachtiar, berjalan hati-hati melompati genangan air yang menggoda. Memantulkan bayangan betis yang indah dari sepasang kaki yang jenjang seperti kaki burung bangau. Dan tiba di depan gerbang Sekolah Cuci Otak, persis bel masuk berbunyi.

(((Teng!!!)))

Anak-anak telah duduk rapi di dalam kelas. Si Kuncung, si Bobo, si Kawanku, si Jambul, si Pitak, si Panjul, si Manis, si Bedul, si Meong, si Peyang, si Poni, si Centil, si Mintje, si Minul, si Nensi, si Pantat dan masih banyak ‘si’ yang lain. Mereka menanti dengan setia ibu guru mereka yang cantik, secantik bintang yang selalu muncul di layar kaca.

Pintu dibuka. “Selamat pagi, anak-anak!” kata Ibu Cantik membuka pintu, tersenyum cemerlang seperti bintang iklan pasta gigi. Ting! “Maaf, saya terlambat. Maklumlah hujan.”

“Selamat pagi, Ibu Cantik. Kami juga kena macet, Ibu, dan juga kena hujan. Tetapi demi belajar yang realistis dan progresif, kami menembus kemacetan itu. Kami senang belajar dari Ibu. Hehehe…”
jawab anak-anak itu dengan serempak dan kompak, sembari bergoyang ke kiri dan ke kanan.

Angkatan kelima
Dewan Jenderal
G.30S/PKI
Pembantaian 1965 -1966
Supersemar
Peristiwa Malari
NKK/BKK
Peristiwa Lapangan Banteng 1982
Petrus 1982 - 1983
Tanjung Priok 1984
Talangsari 1989

“Anak-anak, hari ini kita belajar membaca, tepatnya membaca sejarah Indonesia. Kita belajar sejarah dari buku-buku yang tidak direkomendasikan Pemerintah kita yang idiot itu. Karena terlalu banyak peristiwa dalam sejarah politik kita tidak dimasukkan di sana. Huh! Kalian tahu kenapa?”

Anak-anak saling berebut menjawab. “Karena bapaknya ada yang pernah jadi pejabat pemerintahan kita!” jawab Peyang asal-asalan.

“Karena presiden kita dulu terlibat di dalam banyak peristiwa,”
sahut Panjul.

“Karena dulu semua takut sama ABRI, Ibu,”
potong Meong.

“Dulu demokrasi kita tiarap, sekarang demokrasi kita bablas, Bu”
celetuk Kuncung.

“Karena yang menulis buku cuma cari duit saja,”
cetus Cuplis.
“Kerjasama dengan si pejabat Depdiknas.”

Dan banyak ‘karena’ yang lain berloncatan dari mulut-mulut mungil, bawel, ceriwis dan cerewet. Anak-anak yang diharapkan jadi tulang punggung bangsa dan negara di masa depan, yang entah kapan. Hohoho… Gagah beneerrr…

“Bagus anak-anak. Kalian semua tidak salah, walau juga tidak seratus persen benar. Ibu akan cerita semua peristiwa dalam sejarah negeri kita ini pada kalian, satu per satu. Peristiwa ini mungkin tidak semuanya ada dalam buku-buku sejarah resmi. Jadi kalian boleh membuang semua buku pelajaran sejarah itu.”

“Iya, Ibu Cantik. Kami tidak membuangnya kok, tetapi buku-buku itu memang sudah kerendam air sewaktu banjir bulan lalu. ”

“Hahahahaha…!!!!”

Peristiwa Santa Cruz
Peristiwa 27 Juli 1996
KLBI/BLBI
Peristiwa Trisakti
Peristiwa Semanggi I
Peristiwa Semanggi II
Ttim Mawar
Penculikan Aktivis
DOM di Aceh
DOM di Papua


Matahari telah muncul dari balik mendung kelabu. Siang mulai terasa terik. Anak-anak melongo mendengar cerita Ibu Guru Cantik , yang secantik Susan Bachtiar. “Sejarah kita penuh dengan hal-hal yang tak selesai, atau dibiarkan selesai dengan sendirinya karena orang-orang melupakannya. Pemerintah kita tidak mau dan tidak berani mencari penyelesaiannya. Kita sebagai bangsa memang menderita amnesia sejarah!”

“Hahaha… Saya pikir cuma bapak saya yang pelupa. Dia lupa sama ibu saya kalau lagi banyak uang. Yang diingatnya cuma pacar-pacarnya,”
ujar Mintje.

“Wah, ibu saya kerjanya ngabisin duit bapak. Pacaran melulu sama tukang ojek yang mangkal di depan gang,”
Pantat ikut-ikutan bersuara.

Pancasila/Piagam Jakarta
Kasus Nipah
Operasi Naga Hijau
Kerusuhan Ambon
Kasus Munir
Penculikan Wiji Thukul
Karaha Bodas
Lumpur Lapindo
Subsidi BBM
Yayasan-yayasan Soeharto

“Dan masih banyak lagi kasus-kasus besar, baik politik, ekonomi maupun sosial yang tak pernah diselesaikan oleh Pemerintah.”

(((Teng!!!)))

“Bel pelajaran usai sudah berbunyi. Nah, ada yang mau bertanya? Satu saja ya…”

“Saya mau tanya, Bu. Satu saja,”
sambar Ciplok.

“Ya, Ciplok. Tanya apa?”

“Ibu tadi bilang hal-hal yang tak selesai. Apa Ibu baru baca bukunya Goenawan Mohamad yang judulnya Tuhan dan Hal-hal yang Tak Selesai? Kemarin, Paman saya datang ke rumah, dan saya lihat dia membaca buku itu, Bu.”

“O, ya?”

“Iya. Eh, dia penyair lho, Bu, dan belum kawin.
Ibu Cantik mau sama dia?”

Jakarta, 28 Maret – 1 April 2008

Urip Herdiman K.

Labels:

Sunday, March 30, 2008

Lidah Buaya, Moncong Buaya Atau Ekor Buaya?

LIDAH BUAYA, MONCONG BUAYA ATAU EKOR BUAYA?

Setiap hari Sabtu atau Minggu, jika saya sedang di rumah, selalu ada ibu-ibu kompleks perumahan tempat saya tinggal, yang datang ke rumah sayauntuk meminta tanaman lidah buaya (aloe vera). Mereka bilang untuk suaminya di rumah. Tetapi mereka memintanya dengan tersenum malu-malu, mungkin karena saya si pemilik tanaman itu, justru tidak ambil pusing dengan penggundulan kepala saya.

Bicara lidah buaya, orang percaya bahwa tanaman ini katanya sakti untuk menyuburkan dan menumbuhkan rambut di kepala. Entah kalau di bagian tubuh yang lain, saya tidak tahu. Mau percaya? Lihat saja semua label shampoo lidah buaya hanya mengatakan untuk rambut kepala, tidak di bagian tubuh yang lain.

Tetapi ngomong-ngomong soal tanaman lidah buaya, apakah tanaman ini memang mirip dengan bentuk lidah buaya? Apakah ada yang pernah melihat lidahnya si buaya ini, saat ia menganga lebar? Hahaha…

Pertanyaan ini menggelitik saya sudah sejak lama. Apakah buaya punya lidah? Saya menejelajahi internet dan membaca beberapa buku pintar,tetapi tidak ada keterangan tentang lidah si buaya ini yang memuaskan. Bahkan juga nongkrongin tayangan-tayangan satwa liar di berbagai stasiun televisi. Saya tidak pernah lihat buaya menjulurkan lidahnya, seperti halnya ular, kadal dan komodo. Atau singa yang sedang menjilati tubuhnya.

Dan saya pun bertanya ke teman-teman yang tahu atau merasa tahu. Juga yang sok tahu tentang buaya ini. .Pertama, ada yang bilang, bahwa setiap makhluk hidup - termasuk buaya - punya lidah, karena lidah berfungsi untuk membantunya dalam proses mengunyah. Salah satunya teman saya eks IPB Bogor.

Kedua, yang mengatakan bahwa buaya memang tidak punya lidah. Kalau pun punya lidah, terlalu kecil dan tidak berfungsi seperti hewan yang lainnya. Nah, pendapat yang ini disuarakan oleh teman saya dari ITB Bandung.

Teman ITB saya ini lebih lanjut menyatakan, bahwa bentuk tanaman lidah buaya sekarang ini lebih mendekati bentuk moncong atau bahkan ekor buaya. Alasannya juga masuk akal. Memangnya, seperti apa sih betnuk lidahnya buaya?

Jika lidah buaya seperti tanaman lidah buaya, pasti akan mencederai mulut bagian dalam buaya itu., terkena bagian yang tajam di sisi-sisinya. Kasihan ‘kan?

Jadi sebaiknya kita sebut apa tanaman ini? Lidah buaya? Ah, rasanya kurang tepat. Siapa yang pernah melihat lidahnya buaya secara jelas? Seperti apa sih? Bagaimana dengan moncong buaya atau ekor buaya yang mengibas-ngibas ke kiri dan ke kanan? Rasanya ini lebih kena. Cuma biaya sosial untuk penggantian namanya itu lho, mahal sekali. *** (6 – 26 Maret 2008, Urip Herdiman K.)

Labels:

Near-Death Experience

NEAR-DEATH EXPERIENCE

Ke seberang perbatasan terakhir,
adakah yang pernah pergi ke sana dan kembali untuk bercerita?

“Seperti berjalan menembus kabut yang pekat,”
kata seseorang

“Ada cahaya yang terang di seberang sana,”
ujar yang lain
“Sangat terang!”

“Rasanya seperti di sebuah lembah yang sangat damai, sangat tenang,”
ceritanya

“Saya seperti naik perahu kecil di sebuah telaga,”
kenang seseorang mengingatnya
“Sangat menyenangkan.”

“Suara-suara yang mendesing,
melalui lorong spiral berwarna putih,”
ungkap yang lain lagi
“Dan cahaya yang berbeda dengan yang kita kenal.”

“Saya merasakan kaki saya menjadi dingin.
Dan lalu tiba-tiba saya melayang.
Saya melihat orang-orang mengelilingi saya, berteriak dan menjerit,”
demikian pengakuan seseorang
“Hingga tiba-tiba kaki saya menjadi hangat lagi.
Kata mereka, saya sudah beberapa jam tidak bernafas.”

“Langit-langit berwarna putih
dan cakram yang berputar ke kanan maupun ke kiri,”
aku mengingat meja operasi tahun 2001
“Suara itu, entah apa, berdetak terus.”

Di seberang perbatasan,
ketika esensi datang mengakhiri eksistensi
tidak hanya gelap dan dingin ada di sana

Jakarta, 27 - 28 Maret 2008

Urip Herdiman K.

Catatan :
Diinspirasikan dari kisah-kisah mati suri.

Labels:

Thursday, March 06, 2008

Midnight Sun

MIDNIGHT SUN
(Asia)

As far as the eye could see
From the horizon to infinity
Static forces down the line
Connecting voices talking rhymes

Can’t decode nor can define
The signal’s perfect indicates a sign

Midnight sun
Guiding light
Take the eye
Go skimming
Across the sky

(Chorus)

As far as the eye could see
Communications were all down
Connecting voices in the air
New formations moving sound

Then came what I could nor explain
I felt a hand, turned ‘round and saw a face

Midnight sun
Guiding light
Take the eye
Go skimming
Across the sky

(Chorus)

Midnight sun…

Catatan :
Album : Alpha
Music and lyrics : Wetton/Downes
Bass guitar and vocals : John Wetton
Keyboards : Geoffrey Downes
Guitars : Steve Howe
Drums and percussion : Carl Palmer

Labels:

Wednesday, March 05, 2008

Semua Berasal Dari Pikiran

SEMUA BERASAL DARI PIKIRAN

Hari ini, tanggal 6 Maret. Saya membaca Daily Wisdom, 365 Renungan Ajaran Buddha. Tertulis bahwa semua berasal dari pikiran.

Ya, pikiran. Dalam aliran Tanah Suci, juga dikatakan bahwa hanya ada pikiran. Kita, setiap orang, menulis sendiri skenario kehidupannya masing-masing. Bahkan di saat jeda antar kehidupan, kita juga menulis naskah karma kita sendiri.

Ad sebuah pepatah kuno, saya lupa dari mana, mungkin dari The Tibetan Book of Death. Entahlah, rasanya juga tidak terlalu penting dari mana. Bunyinya bahwa apa yang kita dapatkan sekarang adalah hasil dari apa yang kita lakukan di masa lalu dan kehidupan lalu. Dan apa yang kita lakukan sekarang, akan menentukan seperti apa kita di masa depan, atau kehidupan yang akan datang.

Apa yang kita pikirkan, apa yang kita ucapkan, dan apa yang kita perbuat. Semua diawali dari pikiran. *** (6 Maret 2008, Urip Herdiman K.)

Labels:

Monday, March 03, 2008

Dilarang Membaca Esai Ini

DILARANG MEMBACA ESAI INI

Hehehe… Mungkin Anda mengernyitkan dahi, atau tertawa membaca judul di atas. Sabar ya, boss.

Umur berapa saat pertama kali Anda merokok? Atau kapankah Anda merokok? Mungkin di usia SMA atau ketika duduk di bangku pergruan tinggi. Apa ada yang lebih muda dari itu? Saya percaya ada.

Tetapi coba perhatikan sekeliling kita saat ini, di zaman yang semuanya harus global, dan nongkrong pun harus di mall. Think global, act locally. Mungkin Anda bisa melihat anak Anda sendiri, adik, atau saudara, atau tetangga, atau siapa pun. Apakah mereka merokok atau tidak merokok?

Saya sering dalam perjalanan naik angkutan umum. Dan sering bertemu dengan anak-anak yang masih usia SMP atau bahkan SD sudah merokok. Sebagian masih malu-malu atau takut-takut, sebagian lagi sudah sangat ahli memegang batang rokok. Saya pikir ini sesuatu yang sangat mengkhawatirkan.

Pemerintah menerapkan aturan yang ketat tentang iklan rokok, termasuk harus disertai peringatan bahwa merokok dapat membahayakan kesehatan, menyebabkan serangan jantung, hipertensi dan impotensi. Tetapi apa hasilnya? Nothing.

Situasi ini memang cukup kompleks. Konsumsi rokok terus meningkat, cukai dan pajak dari industri rokok sangat besar, cukup menambal lubang APBN, walau belum sebesar kontribusi minyak dan gas bumi. Dan yang lebih penting lagi, industri rokok memberikan lapangan kerja yang luas. Pilihannya, peredaran rokok dibatasi atau kontribusi rokok diharapkan meningkat terus setiap tahunnya. Nah, pilih yang mana? Pilih yang terakhir, uangnya jelas dalam triliunan rupiah.

Yang menarik untuk saya, segala sesuatu yang dilarang, biasanya akan selalu menarik perhatian publik. Ingat saja tahun 1980-an akhir, film Pembalasan Ratu Laut Selatan (kira-kira judulnya seperti itu) dilarang, justru membuat orang heboh berduyun-duyun menontonnya. Buku-buku Pramoedya Ananta Toer dilarang, maka banyak orang yang mencarinya. Dan masih banyak lagi buku, film, atau bahkan mungkin rekaman musik yang dilarang, tetapi tidak mengurangi orang untuk membelinya. Rendra pernah dilarang, begitu juga dengan pemusik Mogi Darusman

Contoh lain, di suatu pojokan sering terdapat tulisan “Dilarang kencing di sini, kecuali anjing!” Apa yang Anda lihat? Betul, anjing tidak bisa membaca, jadi pengumuman itu tidak berlaku untuknya. Oranglah yang kencing di situ. Tak apa disamakan dengan anjing, asalkan bisa buang hajat kecil.

Atau lebih jauh lagi, apa yang dilarang agama, biasanya itu yang justru dilanggar untuk dilakukan. Dilarang berzinah, eh, orang-orang malah melakukan hubungan seks di luar nikah, pergi ke pelacuran, selingkuh, dan lain-lain. Dilarang minum minuman keras yang memabukkan, eh, industri minuman keras tumbuh sumbur, baik yang tradisional maupun yang modern. Dilarang mencuri, eh, pencuri bergentayangan dari kendaraan umum, terminal, stasiun, pasar hingga kantor-kantor pemerintahan. Korupsi itu, kan juga mencuri uang negara.



Kelihatannya, apa yang dilarang, tidak boleh atau jangan dilakukan, justru seringkali membuat orang melakukannya. Kenapa ya? Dalam buku-buku pengembangan diri, sering kita temukan pelajaran tentang afirmasi atau penegasan. Di situ, yang dianjurkan adalah kalimat-kalimat yang positif dan pendek. Kalimat negatif harus dihindari, karena membuat alam bawah sadar bingung. Kalau kalimatnya “Aku tidak ingin gagal lagi”, mungkin alam bawah sadar kita membacanya “Aku ingin gagal lagi”.

Jadi kalimat dengan kata-kata ‘dilarang’, ‘jangan’ dan ‘tidak boleh’, biasanya menghasilkan efek yang kontra produktif dengan maksud semula. “Dilarang merokok di sini”, akan dibaca oleh orang sebagai”Merokok di sini”. “Dilarang korupsi” dibacanya “Korupsi”. “Dilarang berzinah” dibacanya “Berzinah”.

“Dilarang membaca esai ini” dibacanya “Bacalah esai ini”. Hahaha…

Ini bisa terjadi karena otak kita mengalami kortsleting. Atau mungkin tidak semua otak kia ada di dalam tempurung kepala. Ada lho yang otaknya sudah pindah ke pantat atau ke dengkul. Hahaha… *** (3 Maret 2008, Urip Herdiman K.)

Labels: