Harta Karun di Stasiun Lenteng Agung
Kutemukan buku-buku tua
terdampar di sebuah kios
di Stasiun Lenteng Agung yang lengang
Warna sampulnya sudah pudar,
halamannya kuning kecoklatan
Buku tua, bukan buku bekas
“Ah, mereka pasti kesepian di tempat seperti ini,”
aku bergumam sendiri
“Kau betul, kami kesepian di sini,”
ujar sebuah buku seolah membaca pikiranku
Kami pun bercakap-cakap ditemani matahari yang meninggi
kereta-kereta berseliweran arah Jakarta maupun Bogor
“Aku ditulis sekian puluh tahun yang lalu,”
kata salah satu dari buku tua itu.
“Penulisnya sekarang sudah terkenal,
menjadi legenda setengah dewa,
dibicarakan jagat sastra negeri ini.”
“Mereka menulis kami dengan mesin ketik yang berisik,”
sahut yang lain.
“Yang membuat tetangga mereka terganggu sepanjang malam.”
Aku tersenyum mendengar celoteh mereka,
dan teringat mesin-mesin ketik di kantor kelurahan.
Kupilih beberapa dari mereka masuk dalam genggamanku.
Penjualnya tersenyum. Bicaranya bahasa Jawa. Ramah.
Tetapi tidak mau menurunkan harganya. Huh!
“Dan kau tahu, para penulis itu,
mungkin sudah lupa bahwa mereka pernah melahirkan kami!”
teriak sebuah buku masterpiece.
Terlintas wajah penyair setengah dewa itu.
“Ah, terlalu panas di sini”
pikirku bergegas
Sawangan – Jakarta , 19 - 20 November 2007
Urip Herdiman K.
0 Comments:
Post a Comment
<< Home