The Urheka Project : Mimpi Dalam Mimpi

"All that we see, or seem, is but a dream within a dream." - Edgar Allan Poe, A Dream Within A Dream, 1846.

Sunday, January 06, 2008

Memahami Lord Krishna

MEMAHAMI LORD KRISHNA

: Lucy Ambarini Irawan


Kau membaca bukuku yang kedua, Karna, Ksatria di Jalan Panah, dan mungkin kecewa, karena aku menyebut Krishna dengan kata-kata ‘licin’ dalam “Krishna yang Licin”. Ah, ya, sejak kita berjumpa, kau selalu berbicara tentang Lord Krishna, demikian kau menyebutnya.

Tentang Krishna, inkarnasi kedelapan dri Batara Wishnu dalam kisah-kisah Mahabharata, banyak orang yang bingung. Mungkin termasuk kau dan aku. Sosok seperti apakah tokoh ini? Tokoh baik ataukah tokoh jahat? Sebagian orang yang saya temui, pernah kecewa dengan karakter Krishna, dan menyebutnya ‘licik’. Saya pun awalnya demikian. Namun dalam buku antologi Karna, saya menyebutnya dengan ‘licin’. Kenapa ‘licin’?

Krishna sendiri menjelaskan bahwa sebagai inkarnasi kedelapan Wishnu, sudah merupakan tugasnyalah untuk membasmi kejahatan dan kebatilan di muka bumi ini, tanpa pandang bulu siapa pun mereka. “Demi melindungi yang saleh/Demi menghancurkan kejahatan, dan/Demi menegakkan keadilan/Aku lahir dari zaman ke zaman,” kata Krishna, Raja Dwarawati (Narayan, hal. 43)

Dan itu dihadapinya dalam hubungan konflik Pandawa dengan Kurawa, yang merepresentasikan baik dan jahat. Tetapi kita juga harus ingat, seperti analisis Frans Magnis Suseno, bahwa Mahabharata tidaklah sehitam putih Ramayana. Lebih rumit dan ada wilayah abu-abunya.

Saya menemukan kata yang pas untuk Krishna, licin, setelah melihat perannya dalam Krishna Duta, meminjam judul lakon pewayangan Jawa, dan saat ia berhadapan dengan Duryodhana. Di sini, ketika Krishna pergi ke Hastina untuk menyampaikan pesan Pandawa pada Kurawa, tidak lain adalah tugas seorang diplomat.

Diplomat, kita tahu, adalah orang yang mengemban tugas dan misi untuk membangun dan membina hubungan diplomatik antara dua negara. Namun sebenarnya, pengertian ini bisa diperluas bukan sekedar dua negara, tetapi juga dua pihak yang bersengketa.

Krishna mencoba membangun hubungan dengan keduanya, Pandawa dan Kurawa. Dan ia mencoba menjaga jarak yang sama dengan mereka. Namun kita tahu, hanya Pandawa yang selalu memberikan respons positif, sementara Kurawa dengan pimpinannya Duryodhana yang keras kepala dan ndableg, tidak pernah mengindahkan Krishna. Karena itu, misi Krishna sendiri sebenarnya bisa disebut gagal total.

Namun setelah kegagalan itu, Duryodhana yang menolak tawaran Krishna, masih datang untuk meminta bantuan Krishna dalam perang Bharatayudha yang akan datang. Sesuatu yang aneh dan ganjil untuk meminta bantuan dari seseorang yang berseberangan dengan dirinya. Padahal pada saat yang sama, Arjuna juga datang untuk meminta bantuan Krishna. Krishna menyayangi Pandawa, dan ia juga tidak membenci Kurawa. Karenanya ia pun bersedia membantu kedua pihak. Krishna memberikan tawaran kepada keduanya: memilih Krishna sebagai penasihat dalam perang atau memilih pasukan Dwarawati (kerajaan di mana Krishna bertahta sebagai raja) yang berkekuatan satu juta prajurit dan terlatih baik.

Duryodhana yang mendapat kesempatan pertama, memilih pasukan Dwarawati. Dan Arjuna pada kesempatan berikut, memilih Krishna sebagai penasihat dalam perang.

Di sinilah terlihat kemampuan Krishna sebagai diplomat lepas dari jebakan Duryodhana. Ia membantu keduanya, karena kedua pihak masih saudara-saudaranya, namun dengan harapan bahwa perang Bharatayudha tidak seharusnya terjadi. Dan kata yang pas untuk itu, dalam kepala saya, adalah ‘licin’.

Bisa saja sebenarnya Krishna menolak permintaan Duryodhana, tetapi itu tidak dilakukannya, dan ia menawarkan bantuan pasukan, yang diambil oleh Duryodhana. Apakah Krishna bermuka dua? Tidak. Krishna adil. Dengan kemampuan kedewataannya, ia sudah tahu siapa yang akan menang dan siapa yang akan kalah.

Sikap Krishna bisa diperbandingkan dengan sikap Salya, yang tidak bisa menolak Duryodhana, yang tidak lain adalah menantunya sendiri. Dan di belakang itu, ia lalu memenuhi permintaan Yudhistira untuk melemahkan Karna, menantunya yang lain, yang akan berhadapan dengan Arjuna.

Tentu kita bisa berdebat tidak ada habisnya tentang Krishna ini, seorang tokoh yang mungkin karena kedewataannya, sudah mempunyai pandangan jauh ke depan. Tetapi itulah Krishna, dia selalu selangkah atau bahkan sepuluh langkah di depan yang lain. Dan kita mungkin agak sulit untuk memahami sepenuhnya. “Dewa, gheeto loohhh…!” kata anak muda sekarang.

Namun saya pikir, interpretasi baru selalu terbuka, dan pintu itu tidak pernah tertutup. *** (4 - 7Januari 2008, Urip Herdiman K.,)

Labels: