The Urheka Project : Mimpi Dalam Mimpi

"All that we see, or seem, is but a dream within a dream." - Edgar Allan Poe, A Dream Within A Dream, 1846.

Thursday, January 03, 2008

Membaca Ramalan

MEMBACA RAMALAN

Di awal tahun ini, selain membuat resolusi, apa yang menarik? Hahaha… Anda mungkin malu untuk mengakuinya. Meramalkan diri anda sendiri, yaitu nasib, karir, kesehatan dan percintaan. Anda mungkin mencari majalah atau tabloid yang memuat ramalan astrologi ataupun feng shui yang semakin popular. Atau juga menunggu acara ramalan di televisi, yang umumnya lebih global.

Lepas dari percaya atau tidak percaya, apakah Anda tahu bagaimana seharusnya membaca dan mensikapi sebuah ramalan?

Sebuah ramalan dibuat dengan suatu metode tertentu dan memerlukan persyaratan atau kondisi tertentu untuk terlaksana. Jika hal itu tidak ada atau tidak terpenuhi, maka ramalan itu akan tidak terjadi atau meleset. Seseorang pergi ke ahli ramal, karena ia lebih ingin mendengar apa yang ia mau dengar, dan tidak ingin mendengar apa yang akan dikatakan sesungguhnya oleh si peramal. Pendeknya, ia hanya mau mendengar yang menyenangkan hatinya, dan tidak mau yang lain, yang mungkin lebih mendekati peramalan sebenarnya

Hehehe…saya bisa menulis ini karena saya pun pernah bermain dengan pendulum sebagai media peramalan saya. Dan untungnya saya tidak terlalu sukses, mungkin karena saya terlalu jujur. Padahal meramalkan juga perlu seni mengelabui perasaaan orang yang diramalkan. Hahaha…

Ali Sadikin, Gubernur DKI Jakarta 1966 – 1977, kesal pada Permadi. Dahulu Permadi di awal tahun, selalu meramalkan Soeharto akan jatuh pada tahun itu. Nyatanya, bertahun-tahun Soeharto tidak jatuh-jatuh juga hingga tahun 1998 itu.

Suatu ketika Bang Ali bertemu Permadi dan seperti biasa, dengan meledak-ledak, ia bertanya pada Permadi. Apa jawab Permadi? “Suatu ramalan membutuhkan persyaratan dan kondisi tertentu untuk terjadi. Dan peluang untuk terjadi itu, 90% hampir pasti terjadi, 9% milik si peramal, dan 1% milik Tuhan,” kata Permadi.

“Lho, kenapa Tuhan cuma 1%?” tanya Bang Ali.

“Tuhan memang hanya dikasih 1% itu, tapi tanpa izin-Nya, semua tidak akan terjadi,” jawab Permadi.

“Lalu kenapa untuk si peramal harus 9% itu?” Bang Ali mengejar lagi.

“Ya, karena si peramal perlu jalan keluar kalau ramalannya tidak tepat,” tegas Permadi.

“Ah, itu kan mencari-cari alas an saja,” tukas Bang Ali.

Tetapi mereka berdua pun tertawa bersama-sama. Ah, peramal pun manusia. Dia perlu kambing hitam kalau ramalannya meleset.
Bagaimana dengan Anda? *** (Januari 2008, Urip Herdiman K., http://theurhekaproject.blogspot.com)

Labels:

0 Comments:

Post a Comment

<< Home