The Urheka Project : Mimpi Dalam Mimpi

"All that we see, or seem, is but a dream within a dream." - Edgar Allan Poe, A Dream Within A Dream, 1846.

Wednesday, February 27, 2008

Stigma

STIGMA

Stigma? Apa ya stigma ini? Oke, saya buka kamus dulu ya… Stigma, menurut Kamus Besar Bahasas Indonesia adalah ciri negatif yang menempel pada pribadi seseorang karena pengaruh lingkungannya; tanda. Sementara Kamus Inggris – Indonesia susunan John Echols dan Hasan Shadily mengartikannya sebagai noda, cacat.

Stigma datang bukan atas kehendak diri kita sendiri, tetapi ada peran orang lain di sini, mungkin dia punya kuasa atau wewenang. Stigma itu, biasanya negatif, walau saya pikir-pikir, sebenarnya bisa juga positif. Yang positif ini sering disebut ‘label’. Misalnya label ‘rocker’. Biarpun Ikang Fawzi sudah tidak ngeband lagi, tetap saja dia dicitrakan sebagai rocker. Biarpun Anda hanya bikin satu buku puisi, mudah-mudahan seumur hidup Anda disebut ‘penyair’. Hahaha…J

Dalam sejarah Indonesia, seingat saya, stigma baru muncul setelah Orde Baru. Sebelum Orde Baru, artinya ya Orde Lama, tidak ada stigma ‘PKI’, ‘komunis’ ataupun ‘kiri’.yang membuat orang jadi ketakutan setangah mati. Setelah G.30.S/PKI (siapa pun pelakunya), stigma PKI, komunis dan kiri, bisa membuat orang kehilangan sumber penghidupannya. Bukan hanya diri sendiri, tetapi seluruh keluarga hingga anak cucu. Semua pintu tertutup, semua menjadi sulit.

Stigma lain yang juga sempat membuat gaduh hari-hari akhir Orde Baru, misalnya ‘OTB’ alias organisasi tanpa bentuk. Isu ini menjadi santapan pers, yang saat itu mulai sedikit berani. Karena kalau tidak berani, bisa-bisa pers ketinggalan dari televisi yang menyalak terus seperti anjing.

Tetapi ada lho satu stigma lain, dari dulu sampai sekarang, dari zaman Orde Lama hingga Orde Reformasi ini, masih tetap bertahan. Tidak lekang karena panas, tidak lapuk karena hujan, dan tidak pudar karena zaman. Mau menebak? Ya. Stigma’KKN’ dan ‘koruptor’ tidak membuat orang jera. KKN ini jelas beda dengan KKN yang dulu artinya kuliah kerja nyata.

Mungkin karena orang sudah immune. Semakin banyak diberitakan, semakin diliput, semakin banyak orang yang berani (mencoba) korupsi. Dan semakin banyak komisi atau institusi yang dibentuk, mau KPKPN kek, ataukah KPK kek, eh, korupsi pun semakin membesar. Kalau dulu istilahnya’di bawah meja’, sekarang sudah menjadi ‘di atas meja’.

Saya tidak tahu apakah pernah ada survey atau penelitian yang mengamati besaran peersentase korupsi terhadap APBN. Tetapi saya yakin, semakin besar angka APBN, semakin besar angka yang dikorupsi. Semakin besar gudangnya, semakin banyak tikusnya.

Orang bangga dibilang KKN atau korupsi, karena dengan demikian dia bisa mendapat publisitas gratis dari media cetak dan elektronik. Minimal, usia liputannya sekitar dua minggu, syukur-syukur bisa satu bulan.

O…oo… Kamu ketahuan
Korupsi lagi…

Anda korupsi? Ih, siapa takut. Terus saja nyanyi, korupsi jalan terus.

Apa lagi stigma yang tidak mudah hilang dari ingatan orang? ‘Kan, stigma tidak harus selalu dalam skala besar. Bisa juga dalam skala kecil, dalam skala kehidupan sehari-hari yang kita jalani.

Ah, ya, tentang pengkhianatan atau perselingkuhan. Sekali Anda mengkhianati seseorang, mungkin teman Anda sendiri, maka orang itu akan mencap Anda selamanya sebagai ‘pengkhianat’. Sekali Anda berselingkuh, maka orang-orang akan mengingat Anda sebagai ‘peselingkuh’, orang yang tidak setia pada pasangan, keluarga dan anak-anak. Anda berkhianat atau berselingkuh? Lagunya jadi seperti ini, yang asli seperti yang dinyanyikan Matta Band.


“O.. oo… Kamu ketahuan
Pacaran lagi
Dengan dirinya
Teman baikku…”

Nah, lho, ketahuan juga ‘kan akhirnya… Butuh waktu lama untuk memulihkan nama dan kehormatan Anda, karena mungkin saja orang-orang bisa memaafkan, tetapi tidak akan melupakannya. *** (16 Januari – 20 Februari 2008, Urip Herdiman K.)

Labels:

0 Comments:

Post a Comment

<< Home