The Urheka Project : Mimpi Dalam Mimpi

"All that we see, or seem, is but a dream within a dream." - Edgar Allan Poe, A Dream Within A Dream, 1846.

Wednesday, June 04, 2008

Ketika Negara Lemah dan Pemerintah Tidur

KETIKA NEGARA LEMAH DAN PEMERINTAH TIDUR

: Catatan Kecil dari Perisitiwa Monas, 1 Juni 2008

Ketika negara menjadi lemah dan pemerintah tertidur, yang ada mungkin bisa disebut sebagai mimpi buruk. Semua tiba-tiba muncul entah darimana, berteriak-teriak keras dan kasar, menteror pihak lain yang tidak sependapat atau berseberangan, bahkan menyerbu dengan brutal.

Setelah suatu peristiwa besar yang menarik perhatian publik sedemikian luas, kita memang selalu suka dengan berbagai ragam teori, seperti teori pengalihan isu, teori penyusupan, teori operasi intelijen, teori konspirasi dan yang paling akhir, teori kambing hitam. Tokh, yang menjadi korban adalah anak-anak bangsa juga, yang juga seiman.

Saya sendiri suka dengan teori konspirasi atau teori Wild Wild West, meminjam judul film seri koboi tahun 1970-an yang dibintangi Robert Conrad sebagai Jim West., dengan latar belakang Amerika pasca perang saudara.

Ada jenderal-jenderal yang tidak punya jabatan dan pasukan. Ada orang-orang kaya yang duitnya berlimpah dan butuh mainan baru setiap saat. Ada petualang-petualang psikopat yang hilir mudik menjual ide-ide politiknya untuk direalisasiskan dengan instant, segera dan secepat mungkin. Dan di bawah itu adalah para cecunguk, cecurut, tikus dan kecoa yang sebenarnya sibuk memikirkan perut mereka.

Negara menjadi lemah dan pemerintah tidur, karena kita tidak pernah tegas bagaimana seharusnya sistem politik kita. UUD 1945 bilang sistem presidensial, tetapi prakteknya, kita lebih mengarah ke sistem parlementer. Dengan sistem presidensial, seharusnya kita konsisten setelah memilih seorang presiden, berilah dia kesempatan menyelesaikan tugasnya yang lima tahun itu.

Tetapi prakteknya, para politisi kita dan partai-partai politik selalu berpikir pendek selangkah demi selangkah, dan hanya mau cari aman atau selamat saja. Akibatnya mereka selalu berpikir untuk menjatuhkan pemerintahan yang ada. Ini ‘kan jelas parlementer seperti Indonesia era tahun 1950-an. Kabinet jatuh bangun. Ada yang bertahan enam bulan, tetapi ada yang tidak sampai sebulan. Capek deh...!

Iklim demokrasi kita sekarang, jelas lebih maju dari ketika Indonesia dibawah Orde Baru. Tetapi perilaku mereka, para politisi, tidak berubah banyak dengan politisi tahun 1950-an yang hanya mencari kesempatan untuk mendapatkan kursi di kabinet dan parlemen. Sesuatu yang dikhawatirkan banyak pihak, diantaranya pemikir seperti Fachry Ali yang pernah saya wawancarai. Politik dagang sapi, katanya.

Perilaku politisi kita, dan juga aktivis-aktivis yang ada, mereka lebih senang menjadi raja biarpun di kandang kecil, daripada menjadi warga di kandang besar. Lihat saja partai politik beranak pinak tak terhitung lagi, setiap kali menjelang pemilihan umum. Dan kebanyakan dari mereka adalah bajing loncat atau kutu loncat yang selalu berganti jaket lima tahun sekali.

Arbi Sanit, pengamat politik dari UI, dengan jelas menyebut bahwa partai-partai politik punya peran besar dalam kerusakan sistem politik kita. Partai politik merupakan institusi yang tdaik tersentuh reformasi sekalipun.

Saya pikir Arbi benar juga. Partai politik tidak punya rekrutmen yang jelas dan transparan, tidak ada pendidikan politik, dan hanya menjadi kendaraan untuk siapa saja yang punya uang.

Kerusakan bertambah lagi dengan munculnya organisasi-organisasi sayap kepemudaan, atau apapun yang mengarah ke paramiliter. Akibatnya, setiap ada perbedaan dan konflik, selalu ada gerakan untuk mengerahkan massa dalam jumlah besar. Menteri Pertahanan Juwono Sudarsono dalam beberapa kesempatan selalu menyatakan bahwa organisasi laskar tidak diperlukan di alam demokrasi seperti sekarang ini.

Tentu saja catatan kecil ini mungkin tidak cukup untuk menjelaskan persoalan bangsa dan negara yang kompleks. Iya, neeh, capek juga memikirkan negara dan bangsa ini. Padahal dalam pemilu-pemilu di era reformasi, saya selalu golput lho… Hahaha…hiks! *** (5 Juni 2008, Urip Herdiman K.)

Labels:

0 Comments:

Post a Comment

<< Home