The Urheka Project : Mimpi Dalam Mimpi

"All that we see, or seem, is but a dream within a dream." - Edgar Allan Poe, A Dream Within A Dream, 1846.

Wednesday, June 18, 2008

Siapa Menyanyikan We Are The Champions di Akhir Euro 2008?

SIAPA MENYANYIKAN WE ARE THE CHAMPIONS DI AKHIR EURO 2008?

Piala Eropa 2008 telah berjalan hampir dua minggu, terhitung sejak kick off Sabtu, 7 Juni 2008. Dua pertandingan setiap malam, pukul 23.00 WIB dan pukul 01.45 WIB dinihari, menjadi santapan wajib yang tidak boleh dilewatkan setiap penggila bola. Nama stasiun televisinya, maaf, tidak usah disebut, karena ini bukan iklan, dan Anda pun pasti sudah tahu. Kalau Anda tidak tahu, memangnya Anda hidup dimana?

Okelah, apa sih enaknya atau nikmatnya menonton bola?

Untuk saya, bola adalah permainan kuno yang bermetamorfosis menjadi permainan modern untuk menggantikan perang dan pertempuran. Sebelas pemain di satu tim, berhadapan dengan sebelas pemain tim lawan. Apa artinya saling berhadapan? Artinya harus dicarikan siapa tim yang terbaik. Tim pemenang, dan tim pecundang. Seri bukanlah pilihan yang pertama, tetapi hasil akhir yang tidak jelek juga. Tergantung situasinya.

Dengan sepakbola, manusia menyalurkan semangat agresivitasnya yang purba untuk mengalahkan, menaklukkan, menghancurkan atau membantai lawannya. Kalau satu tim menang 1 - 0, namanya mungkin mengalahkan. Kalau dengan skor 3 – 0, namanya menghancurkan. Tetapi kalau 5 – 0, mungkin ya pembantaian.

Setiap tim, apakah itu di level klub atau tim nasional, membangun skuadnya berdasarkan materi yang ada. Biasanya yang normal, adalah ditunjuk dahulu seorang pelatih (di Inggris disebutnya manajer) untuk membangun tim. Pelatih mempunyai filosofi sepakbolanya, dan menentukan skema permainan apa yang akan diterapkan. Baru setelah itu ia mencari pemain-pemain yang mendukung filosofi dan skema tersebut. Sederhanya demikian, tetapi dalam praktik, tidak sesederhana saya menulis. Berbagai kepentingan ikut beradu dalam pembentukan tim, apalagi di level tim nasional yang membawa nama negara.

“Hey, mana ngomong Euronya? Jangan ngomong filsafat bola seperti Sindhunata ah…”

Iya ya…ngapain juga bicara filosofi dan skema sepakbola. Nanti saja deh, kapan-kapan seperti lagunya Koes Plus. Langsung saja deh, kebetulan saya dan mungkin Anda juga sedang mabuk bola Euro 2008 ini. Nah, babak penyisihan grup sudah selesai. Juara dan runner up-nya pun sudah diketahui. Dari Grup A, muncul Portugal dan Turki. Dari Grup B lolos Kroasia dan Jerman. Dari Grup C, melaju Belanda dan Italia. Dan dari Grup D, Spanyol dan Rusia.

Di babak perempat final ini, yang memakai system sudden-death, Portugal bertemu Jerman, Kroasia bertemu Turki, Belanda bertemu Rusia, dan Spanyol bertemu Italia.

Saya pikir, berdasarkan pengalaman mengikuti (baca : membaca koran dan menonton televisi) turnamen-turnamen besar seperti Piala Dunia dan Piala Eropa, turnamen yang sesungguhnya dimulai di babak sudden death ini. Permainan normal 90 menit. Jika seri, ditambah perpanjangan waktu 30 menit. Jika masih seri juga, adu penalty. Adu penalti ini merupakan saat yang tepat bagi semua untuk mengingat Tuhan. Baik yang di tengah lapangan, di stadion, atau penonton lain di seluruh dunia.

Dengan sudden death ini, yang menang melaju terus, yang kalah so pasti tersingkir. Dengan demikian, kejutan sebagai bumbu penyedap turnamen, diharapkan akan terus terjadi, bahkan hingga babak final.

Jadi jangan heran dan terkejut jika misalnya nanti juaranya adalah tim seperti Italia yang nyaris terdepak di babak penyisihan grup. Boleh saja Portugal menari-nari samba dengan lincah, Spanyol berdansa dengan gitar flamenco, dan Belanda bergerak terus dengan total fottball-nya. Tetapi itulah, kejutan selalu siap hadir. Tim yang bermain cantik dan indah, disukai penonton, dipuji habis oleh para pengamat dan kritisi, tidak selalu berakhir dengan mahkota juara. Sementara tim yang melaju dengan tersendat-sendat, compang-camping karena didera berbagai cedera pemain dan persoalan non-teknis seperti Italia, eh, tahu-tahu malah masuk final dan juara. Siapa yang tahu?

Coba saja kita ingat Belanda 1974 (Piala Dunia), Brazil 1982 (Piala Dunia), Prancis 1986 (Piala Dunia). Mereka hanyalah juara tanpa mahkota, juara di hati para pencinta sepakbola. Ingat juga dengan Denmark 1992 (Piala Eropa), tim yang datang menggantikan Yugoslavia karena skorsing UEFA. Para pemain Denmark sudah berjemur di pantai menikmati liburan musim panas, ketika dipanggil untuk memperkuat tim nasional Denmark. Mereka pikir,”Okelah, ini mungkin liburan musim panas yang berbeda dari yang biasanya.” Dan mereka tidak salah, mereka bermain dengan gembira, dan tertawa paling akhir karena mereka juara.

Oh, ya, tentu saja saya juga berharap tim saya selain bermain cantik dan indah, menggiurkan, juga bisa melaju terus sampai final dan juara. Siapa sih? Inggris tidak ada, jadi ya, Belanda donk. Ik houd van Nederlands Elftal.

Untuk menjadi juara, tentunya perlu tim yang solid, mental juara dan keberuntungan. Bermain cantik tetapi tanpa mental juara, percuma. Mental juara tanpa keberuntungan, percuma juga. Lalu kemana arahnya Dewi Fortuna akan hinggap? Tidak ada yang tahu. Tunggu saja Tuhan melempar koin keberuntungannya.

Soal keberuntungan, saya selalu ingat dengan Ron Atkinson, manajer Manchester United sebelum Alex Ferguson. Ia menyatakan bahwa ada banyak manajer yang hebat dan brilian, tetapi hanya ada satu manajer yang beruntung. Yaitu manajer yang mengangkat piala di akhir dari kompetisi atau turnamen.

Manajer ini dan timnyalah yang akan menyanyikan We Are The Champions milik Queen.






“I’ve paid my dues/Time after time/I’ve done my sentence/But committed no crime/And bad mistakes/I’ve made a few/I’ve had my share of sand kicked in my face/But I’ve come through…”

“Hahaha… Itu sih lo takut mau bilang Belanda pasti juara. Makanya lo bilang tim yang beruntung. Hahaha…!”

“Hahaha… So, enjoy the game.”

“We are the champions, my friends/And we’ll keep on fighting till the end/We are the champions/We are the champions/No time for losers/’Cause we are the champions of the world…” *** (17 – 19 Juni 2008, Urip Herdiman K.)

Labels:

2 Comments:

Blogger MOONY said...

Adu penalti itu saatnya mengingat Tuhan? Bwahahahahahaha, saya jadi ingat World Cup kemaren, saya mati-matian berdoa supaya Perancis menang, tapi doanya gak terkabul.. Yowes, mudah2an Belanda menang, ya, Om.

4:12 AM  
Blogger Unknown said...

Sayah tetep pegang BELANDA....

menang atau kalah bukanlah final destinationnya, pak..
proses itu tetap penting

Bukankah begitu kehidupan adanya?

7:02 PM  

Post a Comment

<< Home