The Urheka Project : Mimpi Dalam Mimpi

"All that we see, or seem, is but a dream within a dream." - Edgar Allan Poe, A Dream Within A Dream, 1846.

Wednesday, July 16, 2008

The Sun, The Moon and I (Urip Mung Mampir Ngombe)

THE SUN, THE MOON AND I
(Urip Mung Mampir Ngombe)


1/
I close my eyes only for a moment
And the moment’s gone
All my dreams pass before my eyes a curiosity
Dust in the wind, all we are is dust in the wind…
“ *

2/
Matahari selalu mencintaiku, sejak dulu hingga sekarang. Bahkan mungkin sudah sejak kehidupan-kehidupanku yang terdahulu.

“Tunggu aku setiap pagi. Lihatlah ke timur. Aku ‘kan selalu terbit membawa kehangatan,” kata matahari, padaku lewat short message service.

Dan pada sore hari, ia berujar lirih, juga melalui pesan layanan singkat. “Maaf, aku harus pergi. Berlayar mengarungi waktu, memberikan penerangan dan kehangatan untuk semua.”

3/
Matahari yang baik. Matahari yang membawa semangat, kerja keras dan keringat. Ia bersinar untuk semua, tidak membedakan siapa pun yang ada di planet bumi ini. Ia tidak menanyakan apa warna kulit kita, bagaimana rambut kita, bagaimana mata kita, bagaimana hidung kita. Ia juga tidak menanyakan dalam bahasa apa kita berbicara, dan juga apa agama atau keyakinan kita. “Tidak perlu dan tidak ada waktu untuk itu,” jawabnya saat kutanyakan hal tersebut. “Diskriminasi bukan bisnisku.”

Aku tidak tahu sejak kapan ia ada. Para ilmuwan mengatakan bahwa umur matahari sudah milyaran tahun. Sungguh tua sekali. Dengan rentang waktu sepanjang itu, aku sudah tidak ingat lagi berapa kali aku dilahirkan dan menjalani kehidupan ini, berulang kali. Dimulai sebagai makhluk bersel satu, aku berevolusi selama jutaan tahun untuk mencapai puncak piramida sebagai manusia yang mendarah daging dan punya birahi.

4/
Aku tahu matahari mencintaiku, dan aku pun mencintainya. Tetapi aku juga mencintai rembulan, sang dewi malam, penebar mimpi.

Rembulan tidak selalu hadir setiap malam. Datangnya bulan memang susah dijadwalkan. Tidak pernah datang terlalu cepat, tetapi bisa saja bulan datang terlambat. Hmm…

Kadangkala ia menghilang, kadang ia hanya mengintip, seperti sabit. Lebih besar lagi, dan akhirnya rembulan bulat bundar penuh menghiasi langit malam. Cantik.

Sering kudengarkan musik-musiknya Blackmore’s Night untuk menghadirkan bulan purnama berwarna ungu mewarnai mimpi-mimpiku. Malam tak pernah berakhir bersama petikan jemari Blackmore yang menggerayangi dawai guitarnya.

Raise your hats and your glasses too
We will dance the whole night through
We’re going back to a time we knew
Under a violet moon
” **

5/
Apa yang dilakukan matahari, juga dilakukan rembulan. Ia memancarkan sinarnya yang mempesona untuk semua dan untuk siapa saja, tanpa membeda-bedakan. Hanya cuaca buruk dan awan yang nakal saja yang bisa menghalangi keduanya.

6/
Aku mencintai keduanya, matahari dan rembulan, tanpa membeda-bedakan mana yang lebih kucintai. Tak ada waktu untuk memikirkannya, karena hidup begitu singkat, seperti layaknya mimpi. “Urip mung mampir ngombe,” tulis seorang temanku yang kini menetap di Jogja, mengutip pepatah Jawa.

7/
Aku memejamkan mata, mendengarkan Kansas bernyanyi.


Sawangan, 26 April 2008 - Jakarta, 3 Juli 2008

Urip Herdiman K.

Catatan :
• Petikan lirik lagu Dust in The Wind milik Kansas.
** Petikan lirik lagu Under A Violet Moon milik Blackmore’s Night, dalam album Under A Violet Moon, 1999.

Labels:

0 Comments:

Post a Comment

<< Home