The Urheka Project : Mimpi Dalam Mimpi

"All that we see, or seem, is but a dream within a dream." - Edgar Allan Poe, A Dream Within A Dream, 1846.

Wednesday, September 10, 2008

Para Pencari Tuhan, Puzzle yang Tak 'Kan Selesai

PARA PENCARI TUHAN, PUZZLE YANG TAK ‘KAN SELESAI

Sebenarnya saya paling malas menonton sinetron-sinetron Indonesia, termasuk sinetron religi ataupun spiritual. Dulu, pertengahan tahun 1990-an, saya suka menonton sinetron Indonesia, tetapi itu sebatas sinetron laga Brama Kumbara dan sejenisnya. Tetapi sekarang, sinetron laga pun sudah tidak terlalu menarik lagi, karena terlalu banyak special effect atau trik-triknya. Dan yang jelas, ceritanya tidak masuk akal.

Namun bulan Ramadhan tahun ini, sama seperti tahun lalu, saya mau berlama-lama menunggu sinetron ini, Para Pencari Tuhan di SCTV (sebut saja lengkap, biar pun bukan iklan dan karenanya saya tidak dapat uang…hehehe…). Apa sih istimewanya sinetron ini?

Okelah, terpaksa saya harus angkat topi untuk sinetron ini. Sinetron Para Pencari Tuhan jelas sangat beda dengan sinetron lainnya yang sampai harus berurai air mata, dengan sedikit campuran darah, mistik atau horor dan doa yang keluar dari mulut seorang ustadz sebagai juru bicara Tuhan.

Pertama melihat PPT, sebut saja demikian, saya sama seperti penonton yang lain. Mencari hiburan yang menyegarkan di tengah himpitan humor-humor yang seragam di banyak stasiun televisi saat sahur tiba. Tetapi setelah lewat satu pekan bulan puasa 2008 ini, saya mulai melihat ada sesuatu yang lain itu.

PPT harus dilihat sebagai sebuah puzzle, yang harus direkontruksi oleh pemirsanya perlahan-lahan, karena memang alur ceritanya yang lamban. PPT menempatkan agama dalam suatu konteks sosial budaya masyarakat dimana agama tersebut hadir. Dalam hal ini, masyarakat kelas bawah dengan tingkat pendidikan yang rata-rata rendah. Tingkat pendidikan yang rendah ini melahirkan pemahaman yang berbeda-beda dari masing-masing karakter dalam sinetron ini. Tingkat pendidikan yang tinggi pun tidak menjamin pemahamannya baik.

Karena itu, PPT mempunyai banyak juru bicara yang menyuarakan kebenaran, tidak melulu harus seorang ustadz. Seorang ustadz pun masih bisa salah. Dan seorang maling jaket pun masih bisa membawakan pesan yang benar.

Artinya, setiap karakter dalam sinetron ini selalu mempunyai kesempatan yang sama untuk membawakan pesan-pesan religi atau spiritual yang tersembunyi. Di suatu waktu ia mungkin bisa benar, di lain waktu ia bisa salah. Atau sebaliknya. Hal ini terjadi pada semua karakter yang ada dalam PPT. Termasuk karakter Mira, istri Asrul, yang kelihatan begitu ikhlas dan tidak berdaya dalam kemiskinannya, namun bisa juga tegas mengingatkan suaminya.

Dalam pandangan saya, tanpa mengesampingkan karakater-karakter lainya, ada dua karakter yang paling menarik dari sinetronnya Deddy Mizwar ini. Pertama, Ustadz Ferry yang diperankan Akrie Patrio. Dan kedua, Pak Jalal yang diperankan Jarwo Kuat. Ustadz Ferry yang seharusnya mengurusi ummat, malah tergoda dengan tawaran seorang produser. Bayangan ketermasyhuran dan uang banyak tak pernah bisa hilang dari pikirannya, hingga ia menyadari dalam satu episode, bahwa memang banyak ummat di sekelilingnya yang butuh bimbingan dalam beragama.

Ustadz Ferry menjadi cerminan yang sesungguhnya dari masyarakat kita sendiri. Sudah menjadi rahasia umum, banyak pemuka agama yang berlomba-lomba untuk bisa siaran di stasiun televisi, jadi penceramah atau bintang sinetron. Dan pada gilirannya, popularitas dan order tinggal menunggu. Padahal lebih banyak lagi dari mereka yang hidupnya biasa-biasa saja, bahkan miskin, seperti kata-kata Ustadz Ferry dalam salah satu episodenya.

Demikian pula dengan Pak Jalal, yang pada dasarnya orang kikir alias pelit. Perlahan-lahan ia pun mau peduli pada masyarakat sekitarnya dengan memberikan bantuan yang bisa ia berikan, walau selalu dengan omongan yang kadang nyelekit. Ikhlaskah ia? Ah, itu sih urusan Tuhan.

Sebagai suatu puzzle, apakah mereka akan menemukan apa yang mereka cari? Saya harap tidak, karena proses ini tidak akan pernah selesai. Biarlah mereka terus mencari Tuhan itu. Apakah Tuhan itu ada jauh di sana, di langit ketujuh, atau mungkin Dia ada dekat dengan kita, bahkan ada di dalam diri kita sendiri.

Saya pikir ini masalah kesadaran yang relatif. Yang saya khawatirkan, sekali mereka ketemu Tuhan, mereka akan mengklaim pengalaman-pengalaman itu sebagai wahyu dan menjadikan interpretasi mereka sebagai satu-satunya kebenaran. Artinya, terjadi monopoli interpretasi.

Yang terakhir ini bukan bagian dari sinetron PPT ini he he he…, tetapi sering terjadi di dalam masyarakat kita sehari-hari. Tiba-tiba saja ada yang mengaku mendapat wahyu dan mengangkat diri sendiri sebagai nabi. Atau di lain waktu ada yang menjadikan diri dan kelompoknya sebagai serdadu Tuhan, lalu mereka pun menudingkan jarinya ke kelompok-kelompok lain. Mereka tidak sadar, satu jari menunjuk orang lain, empat jari lain menunjuk diri sendiri. Ah, ngeri sekhaleee….! *** (9 – 10 Septembeer 2008, UHK)

Labels:

1 Comments:

Blogger Rama Creative said...

Nice article mas....

saya juga penggemar para pencari tuhan....

memang alur cerita yang lambat tidak selalu membosankan jika setiap episodenya selau disuguhkan cerita-cerita yang menarik

salam knal mas

3:53 PM  

Post a Comment

<< Home