The Urheka Project : Mimpi Dalam Mimpi

"All that we see, or seem, is but a dream within a dream." - Edgar Allan Poe, A Dream Within A Dream, 1846.

Wednesday, November 19, 2008

Manajer Sepakbola, Siapa Mau?

MANAJER SEPAKBOLA, SIAPA MAU?

Suka sepakbola adalah hal yang biasa bagi kebanyakan orang (maksudnya pria dan wanita penggila bola). Ketika bicara sepakbola, orang mungkin akan bicara tentang bintang pujaannya atau pemain favoritnya. Saya pun semula demikian, sampai suatu waktu saya sadar bahwa ada yang lebih berperan dibandingkan pemain-pemain itu, namun jarang dilihat media. Ya, orang yang berdiri di tepi lapangan dan berteriak-teriak memberi instruksi kepada pemainnya.

Di Inggris, sebutannya manager – coach. Di Italia, sebutannya allenatore atau pelatih, dan Spanyol, kalau tidak salah ya…entrenador. Dan di Indonesia, ya pelatih itu. Tepatnya pelatih kepala. Sebutan yang berbeda-beda itu menunjukkan tradisi klub dan sepakbola setiap negara.

Manager-coach, atau disebut singkat manager, di klub-klub Inggris punya otoritas yang luas. Bukan sekadar melatih para pemainnya, seperti tugas coach, tetapi juga mengelola tim dalam arti yang seluasnya. Manajer klub mencari dan mengejar pemain-pemain buruannya untuk membentuk tim yang diinginkan, dan membelinya. Suatu waktu dia juga bisa memutuskan untuk menjualnya. Itulah yang dilakukan Sir Alex Ferguson (MU), Arsene Wenger (Arsenal), Rafael Benitez (Liverpool), David Moyes (Everton), Martin O’Neill (Aston Villa) dan rekan-rekan sejawatnya di Inggris. Transfer ada di tangan mereka.

Di Eropa kontinental, terutama di Italia dan Spanyol, disebut pelatih karena dia hanya mengelola timnya dan melatihnya saja. Mereka jarang terlibat dalam pencarian dan perburuan pemain-pemain yang dibutuhkan klub. Mereka menyerahkan hal itu kepada Direktur Sepakbola (Director of Football) atau Direktur Olahraga (Sporting Director) setiap klub, suatu jabatan yang tidak dikenal dalam klub-klub Inggris. Tottenham Hotspur dan Newcastle United pernah memakai sistem ini, namun gagal. Akibatnya Kevin Keegan mundur dari Newcastle, sementara Juande Ramos dipecat Tottenham.

Balik ke Eropa, pelatih-pelatih tidak terlibat dalam proses jual beli pemain yang dibutuhkan dan yang tidak dibutuhkan. Mereka hanya mengusulkan pada direktur, dan direktur yang menangai transfer pemain masuk dan keluar.

Memang tidak ada jaminan sistem mana yang sukses dan mana yang gagal. Karena tokh ternyata kedua sistem itu bisa berjalan. Soal sukses? Ah, sukses kan soal giliran. Beberapa tahun terakhir ini klub-klub Inggris sedang berjaya di Eropa, tetapi pernah juga klub Italia, Spanyol atau Jerman yang berjaya. Tahun depan, siapa yang tahu.

Bagaimana di Indonesia? Di Indonesia, manajer dan pelatih adalah dua jabatan yang berbeda. Pelatih bertanggung jawab pada tim dari sisi teknis, sementara manajer dalam urusan manajemen. Tetapi di sebagian klub, manajer seringkali juga seperti investor. Orang yang membawa uang (investor) dan menjadi pengelola. Anehnya lagi, manajer itu bisa dipecat pada akhir musim, jika gagal. Memang kacau. Maklumlah, PSSI tidak pernah mau belajar yang benar sehingga tidak pernah maju.

Manajer dan pelatih datang dan pergi, tetapi tidak pernah kekurangan orang yang berminat. Ini bukan soal tua dan muda, namun hasrat, gairah dan kemampuan bertahan di posisi itu. Kita lihat di Inggris Paul Ince menangani Blackburn Rovers dan Tony Adams naik pangkat di Portsmouth. Sementara di Italia, Roberto Mancini digusur Jose Mourinho. Di Spanyol, Frank Rijkaard ditendang, untuk digantikan Josep Guardiola. Sementara Unai Emery duduk di takhta kursi panas Valencia.

Manajer atau pelatih sepakbola, adalah jabatan dengan tingkat stress yang tinggi, yang harus memperlihatkan hasil positif setiap minggu. Toleransi di Inggris masih lebih baik dibandingkan Spanyol atau Italia. Kalah beruntun adalah biasa. Tetapi untuk klub seperti Real Madrid atau Barcelona, atau Juventus, bisa membuat kursi pelatihnya digoyang terus.

Tetapi seperti saya tulis di bagian awal, selalu ada yang mau menduduki kursi-kursi manajer atau pelatih itu, termasuk klub-klub besar seperti El Barca, El Real, Bayern Muenchen ataupun Inter Milan. Mungkin taruhannya tidak seberapa dibandingkan prestise dan reputasi yang didapat.

Nah, kita perlu menunggu sampai akhir musim, siapa lagi manajer atau pelatih yang dipecat dan kemudian diangkat. Mungkin tidak perlu terlalu lama, pasti akan ada yang jatuh. Itulah sepakbola masa kini, ketika uang dan hanya uang berbicara. *** (UHK, 19 November 2008)

Labels: