The Urheka Project : Mimpi Dalam Mimpi

"All that we see, or seem, is but a dream within a dream." - Edgar Allan Poe, A Dream Within A Dream, 1846.

Wednesday, January 07, 2009

Melihat Peta, Meramal Nasib

MELIHAT PETA, MERAMAL NASIB

Masih di sekitar tahun baru yang belum terlalu jauh, mungkin kita masih sempat merefleksikan diri kita setahun yang baru lewat dan setahun yang akan datang. Belum terlambat, karena walau tahun baru Islam dan tahun baru Masehi – dalam satu minggu yang sama di akhir tahun 2008 - baru lewat, masih ada tahun baru Imlek di depan mata.

Saya mau pergi ke sebuah kota, katakanlah Jogja, dan saya memilih naik kereta api. Makanya saya ingin tahu, lewat kota mana sajakah kereta yang saya naiki. Karena itu saya pun membuka peta. Setelah saya lihat, o, mungkin saya akan lewat Cirebon, Tegal, Purwokerto dan seterusnya ke selatan hingga akhirnya tiba di Jogja. Demikian saya membuat perkiraan perjalanan itu.

Begitu juga Anda kalau hendak bepergian jauh ke luar kota, ke luar pulau Jawa, atau ke luar negeri. Mungkin Anda akan melihat peta untuk melihat kota atau negeri tujuan, dan akan singgah dimana saja selama perjalanan itu. Bisa juga Anda tidak ingin melihat peta, tetapi saya yakin, Anda pasti ingin tahu lewat mana saja perjalanan Anda itu, entah bagaimana caranya.

Itu hal yang wajar, bahwa saya, Anda, dan kita semua selalu ingin tahu apa yang ada di depan kita di dalam perjalanan, sebagai suatu persiapan. Demikian pula kehidupan, sebagai suatu perjalanan. Orang ingin tahu apa yang akan terjadi dalam kehidupannya, di masa depan yang dekat, dan di masa depan yang jauh.

Kita mungkin pernah bertanya-tanya, seperti apa kita setahun yang akan datang, sepuluh tahun berikutnya, atau dua puluh lima tahun ke depan. Apakah hidup kita akan berbahagia? Atau malah susah terus-menerus? Apakah kita akan menikah sekali, atau berkali-kali? Atau mungkin malah tidak menikah sama sekali? Bagaimana dengan kesehatan kita? Apakah akan ada sakit yang berat? Keuangan kita? Anak-anak kita? Dan lain sebagainya.

Keingintahuan itu yang lalu mendorong kita untuk mencari tahu apa yang akan terjadi dengan hidup kita di masa depan. Melihat nasib dan peruntungan diri kita.

Ada banyak bidang keahlian yang katanya bisa membaca masa depan. Palmistri, astrologi, pembacaan kartu-kartu seperti tarot, remi, dll, pembacaan bola kristal, pembacaan ampas teh atau kopi, membaca asap, membaca awan, dan masih banyak lagi metode.

Untuk urusana yang satu ini, ternyata semua agama, apakah agama langit maupun agama bumi, kompak seia sekata. Sama-sama melarang, menentang dan tidak menyetujui peramalan nasib. Namun dasar namanya juga manusia, ada bagian dari otaknya yang korsluiting, sehingga sering salah membaca atau tidak menangkap apa yang dibacanya. Biasanya apa yang dilarang atau tidak disetujui, justru dilanggar dan diterjang.

Jadi, orang-orang tetap ada yang pergi mencari ahli peramalan nasib. Ada yang terang-terangan, tetapi mungkin lebih banyak yang diam-diam. Ssst…saya juga lho, tetapi saya tidak kemana-mana, saya hanya main-main dengn pendulum saya sendiri. Tanya-tanya sendiri, bikin prediksi, dan senyum sendiri. Juga ada kecutnya.

Kenapa agama melarang kita untuk melihat nasib? Entahlah, tetapi mungkin karena kita secara psikologis, sebenarnya tidak pernah benar-benar siap menerima kenyataan (negatif atau buruk) yang datang. Kita hanya mau yang baik-baik saja, tidak mau melihat yang buruk. Memang ada benarnya seperti itu. Namun jika hasil ramalan negatif, kebanyakan orang shock, terkejut, tidak bisa tidur berhari-hari dan bahkan sakit keras (misalnya stroke) karena memikirkannya.

Saya pernah mencoba menghitung usia saya dengan suatu metode palmistry tertentu. Dan saya benar-benar shock mengetahui hasilnya. Selama seminggu saya sulit tidur dan tidak nafsu makan. Barulah setelah saya shalat dan meditasi, saya mulai bisa ‘melupakan’ ramalan diri sendiri itu. Entah kalau nanti tiba waktunya. . Bukankah umur di tangan Tuhan? Hehehe... Eh, tangan kanan atau tangan kiri-Nya ya? Hahaha… *** (UHK, 7 Januari 2009)

Labels:

1 Comments:

Blogger Unknown said...

saya tak pernah percaya ramalan, sedikitpun. Saya hanya yakin bahwa takdir sudah ditentukan. Namun perjalanan waktu akan menentukan seperti apa takdir yang kita terima, dari apa saja yang sudah kita ambil dan lakukan. Ya, laku apa selama hidup ini akan tercermin pada takdir yang kita terima. Dan saya sangat percaya barangsiapa menanam kebikan pasti akan mendapatkan hasilnya...

sukses untuk tahun ini, Pak!
:)

5:56 PM  

Post a Comment

<< Home