The Urheka Project : Mimpi Dalam Mimpi

"All that we see, or seem, is but a dream within a dream." - Edgar Allan Poe, A Dream Within A Dream, 1846.

Tuesday, January 13, 2009

Pidato, Tangan, Sampah

PIDATO, TANGAN, SAMPAH

Tahun 2009 ini adalah tahun pemilu dan tahun pilpres. Jadi kita akan banyak melihat para politisi berpidato menjual kecapnya dalam kampanye untuk meraih suara sebanyak-banyaknya. Tetapi apa sih, pidato itu?

Pidato, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga (tetapi kayaknya bajakan neeh… - Pen.), berarti : (1) pengungkapan pikiran dl bentuk kata-kata yg ditujukan kpd orang banyak; (2) wacana yg disiapkan untuk diucapkan di depan khalayak.

Melihat arti tersebut, seseorang harus bisa merumuskan pemikirannya, baik lisan maupun tertulis, yang akan disampaikan kepada orang banyak. Sementara arti kedua lebih kepada tema apa yang mau disampaikan. Intinya, orang tersebut harus bicara tentang sesuatu hal (atau banyak hal).

Di instansi pemerintahan, pidato dan berbagai variannya seperti sambutan atau pengarahan, adalah hal yang biasa dan membosankan karena terlalu sering. Bahkan sebagian yang mendengarnya sampai tertidur. Ingat saja sewaktu Presiden SBY berpidato dalam sebuah acara di Lemhanas, tahun 2008 kemarin. Ada beberapa peserta, yang notabene adalah para kepala daerah, tertidur dan membuat murka Presiden. “Hey, bangun!” kata Presiden sambil menunjuk-nunjuk.

Kalau mendengar langsung memang bisa bikin kita tidur, tetapi kalau hanya melihat dari siaran televisi, mungkin bisa muntah. Soal pidato yang bikin muntah, tunggu sampai tulisan ini selesai ya…

Indonesia pernah punya jagoan pidato ulung. Soekarno. Dengan uniform militernya yang khas, kacamata hitam, peci dan tongkat, ia berpidato menyihir orang banyak. Bapak dan ibu saya dulu sering menceritakan bagaimana kalau Soekarno berpidato. Foto-fotonya memperlihatkan gaya pidatonya, dengan tangan kanan yang terangkat ke atas.

Gaya ini pula yang coba diikuti anaknya, Megawati. Mega selalu berpidato dengan gaya yang mendekati bapaknya, tangan terangkat ke atas, menunjuk langit. Ia pun sering difoto dengan latarbelakang foto bapaknya. Saya pikir mungkin Mega kurang percaya diri. Jadi dia perlu back up dari bapaknya, biarpun hanya foto saja.

Bung Tomo juga harus disebut sebagai jagoan pidato. Pidatonya pada peritiwa 10 November 1945, membakar hati pemuda-pemuda Surabaya (dan Jawa Timur) untuk bertempur melawan Inggris dan NICA. Fotonya juga hampir serupa dengan Soekarno. Diambil dari bawah, tangannya menentang langit.

Sedikit ke luar negeri, ada nama Fidel Castro, yang pernah lama memimpin Kuba. Tidak jelas, apakah dia jago pidato atau tidak, tetapi dia bisa berpidato sampai berjam-jam. Saya pernah membaca berita pndek tentang Castro yang pidato sampai 6 jam! Kalau saya di Kuba sana, saya bisa ditahan polisi rahasia, karena bolak-balik ke toilet setiap jamnya. Tuduhannya? Subversif. Tidak menghargai boss yang sedang berpidato.

Balik ke Indonesia lagi. Sugiharto, orang PPP yang pernah menjabat Menteri Negara BUMN, berpidato di acara BUMN Executive Club. Dalam tempo setengah jam, ia sudah akan selesai dan pamitan. Tahu-tahu, ia bercerita tentang perjalanan dengan Presiden ke Timur Tengah. Ujung-ujungnya, ia berpidato 2,5 jam, padahal sudah sempat pamitan sampai tiga kali. Gila.

Ada juga pidato yang bikin saya mau muntah. Pidatonya politisi Golkar yang punya stasiun televisi berita, Surya Paloh. Pidato dan penampilannya selalu mendapat porsi lebih panjang dari yang lain-lain, ketika disiarkan. Dia bisa dibiarkan sampai sepuluh menit, bahkan lebih. Maklum, televisi sendiri, boss! Dimulai dari tangannya yang terangkat ke atas, hingga tangannya sudah menuding ke bawah. Mungkin capai karena staminanya tidak mendukung.

Tidak apa-apa. Surya Paloh hanya mencontoh saja dari Harmoko, Ketua Umum Golkar yang adalah juara pidato tanpa tanding tanpa banding di era Orde Baru. Dia selalu berpidato dalam berbagai kesempatan, termasuk dalam Safari Ramadhan, atau juga berbicara pada wartawan selaku Menteri Penerangan yang adalah juru bicara Pemerintah. Rambutnya yang tebal, kaku dan licin, karena memakai minyak rambut satu tube penuh. Saking licin rambutnya, namanya pun kepeleset menjadi Hari-hari Omong Kosong.

Itu baru gaya pidatonya saja, belum wacananya. Bagaimana dengan tema atau topik yang dibicarakan?

Tentu ada pidato-pidato yang bagus dan tercatat dalam sejarah karena sangat monumental, biasanya menjadi milestone sebuah zaman. Tetapi saat ini tidak banyak pidato yang bagus seperti itu. Kecuali pidato kenegaraan di depan DPR yang memuat angka-angka APBN, menurut saya, pidato atau apapun juga namanya, hanyalah basa-basi dan puja-puji yang penuh penjilatan. Kalau masih mau bilang bagus, mungkin hanya bagus pada 10 sampai 15 menit pertama. Selebihnya cuma jualan kecap nomor satu yang mereknya Sampah. *** (UHK, 9 – 14 Januari 2009)

Labels:

2 Comments:

Blogger Unknown said...

ada pidato yang saya seneng, pak urip
Lomba Pidato menjelang bulan bahasa yang pesertanya anak2 TK Ups... lucu sekali!!!!

10:57 PM  
Blogger astrid savitri said...

Daripada pidato panjang lebar gak karuan bikin urat suara pegel - enggak didengerin lagi - mending audience dibagiin fotokopi materinya aja. Setelah dibaca (kalau memang dibaca) lumayan kan, bisa buat bungkus2 gorengan..atau kalau materi pidatonya begitu panjang, bisa deh fotokopiannya diloakin, sekilo tiga ribu, kan bisa buat beli gorengan :)

(komentar dr penjual gorengan, hehe)

9:18 AM  

Post a Comment

<< Home