Urip Herdiman Kambali
ZIARAH KE BOROBUDUR, STAIRWAY TO HEAVEN : maria ingrid dan danielle woro
dari kejauhan sudah dilihatnya tangga itu
jalan menanjak menuju puncak candi
tetapi biarlah jalan itu untuk mereka
yang ingin cepat sampai ke atas
mereka datang untuk bergembira dan berfoto
sementara ia datang dengan tujuan yang berbeda
“mau ke candi?”
kusir andong bertanya padanya
“ya!” jawabnya pendek
“sebelumnya sudah pernah ke sana?”
tanyanya lebih lanjut
“sudah, beberapa puluh tahun yang lalu.”
“mau apa ke sana?”
“karena selama ini saya hanya memikirkannya,”
jawabnya.
“saya ingin mengalaminya.”
ya, mengalaminya
dan bukan sekadar memikirkannya
ia berjalan perlahan melingkar
mengikuti arah jarum jam
- pradakshina
menyusuri loronglorong candi
untuk menangkap kisahkisah yang membeku
dalam reliefrelief dinding candi
sementara suarasuara gaduh diterbangkan angin
tibatiba ditemukannya hening dan sunyi
tersembunyi di loronglorong
hanya satu dua orang yang ia temukan
tidak ada jalan pintas yang mudah
untuk pencari di jalan spiritual
lamatlamat didengarnya sebuah lagu tua
stairway to heaven
dinyanyikan dari kejauhan waktu
yang bertanyatanya
siapa yang sedang membeli tangga ke surga
“
There’s a lady who’s sure
All that glitters is gold
And she’s buying a stairway to heaven,”
kata Plant
dan ditemukannya tangga itu
di sini, saat ini
di Borobudur
tidak pada angin yang berbisik
seperti yang dikatakan si penyanyi itu
“
Dear lady can you hear the wind blow and did you know?
Your stairway lies on the whispering wind.”
namun pada tingkatantingkatan
kamadhatu
rupadhatu
arupadhatu
tingkat demi tingkat candi bisa dilihat
namun tingkatan jiwa hanya dapat dirasakan
dalam perjalanan perlahan melingkar
di mana ia berada?
di mana kau berada?
di mana mereka berada
di mana kita semua berada?
mungkin hanya kita sendiri yang tahu
karena sesungguhnya
kita hanyalah seperti apa yang kita pikirkan
: pikiran kita mencerminkan siapa diri kita
“aku telah menunjukkan jalannya,”
sabda Sang Buddha.
“dan kaulah yang harus menjalaninya
dengan kakimu sendiri.”
tak ada batas yang tegas diantara
kamadhatu, rupadhatu dan arupadhatu
semua lebur tanpa sekat
menuju stupa puncak
: nibbana
kebahagiaan sejati
di sini, saat ini
tidaklah penting apa warna jubah kita
atau apa warna bendera kita
tak ada lagi perbedaan
ia duduk diam untuk beberapa lama
menghadap ke arah barat
mendengarkan desiran angin pegunungan
matahari telah turun ke kaki langit
dan percayalah
bahwa jiwa kita, pikiran kita
selalu abadi melampaui raga
tubuh hanyalah penjara sementara
sedangkan jiwa terus mengembara
selebihnya membeku dalam batubatu candi
yang dingin menembus waktu
“
To be rock and not to roll
And she’s buying a stairway to heaven.”
kita semua selalu mencari tangga ke surga
tetapi ia percaya
bahwa kita tidak harus tergantung hanya pada Borobudur
karena tangga itu juga ada di lain tempat
mungkin tidak terlalu jauh
dan itu terletak
pada pikiran dan hati kita
“sudah kau dapatkan apa yang kau cari?”
tukang andong itu mencegatnya lagi
ia hanya tersenyum
“nanti saya akan tulis puisinya.”
“puisi?”
Borobudur, 17 Maret 2007 - Jakarta, 28 Maret 2007
Catatan :
Stairway To Heaven, lagu klasik milik Led Zeppelin, tahun 1971.
Kamadhatu adalah dunia hasrat, rupadhatu adalah dunia wujud
dan arupadhatu adalah dunia tak berwujud; ketiganya
merupakan tingkatan alam semesta dalam kosmologi Buddha.
Nibbana atau nirwana, ialah konsepsi Buddha tentang surga.