The Urheka Project : Mimpi Dalam Mimpi

"All that we see, or seem, is but a dream within a dream." - Edgar Allan Poe, A Dream Within A Dream, 1846.

Thursday, January 31, 2008

Shine On You Crazy Diamond (Part I and II)

SHINE ON YOU CRAZY DIAMOND
(Part One)
Pink Floyd

Remember when you were young
You shone like the sun
Shine on you crazy diamond
Now there’s a look in your eyes
Like black holes in the sky
Shine on you crazy diamond
You were caught on the cross fire of childhood and stardom
Blown on the steel breeze
Come on you target for faraway laughter
Come on you stranger
You legend you martyr and shine!

You reached for the street too soon
You cried for the moon
Shine on you crazy diamond
Threatened by shadows at night
And exposed in the light
Shine on you crazy diamond
Well you wore out your welcome with random precision,
Rode on the steel breeze
Come on you raver, you seer of visions
Come on you painter
You piper you prisoner and shine!

SHINE ON YOU CRAZY DIAMOND
(Part Two)
Pink Floyd

Nobody knows where you are
How near or how far
Shine on you crazy diamond
Pile on many more layers
And I’ll be joining you there
Shine on you crazy diamond
And we’ll bask in the shadow of yesterday’s triumph
And sail on the steel breeze
Come on you boy child
You winner or loser
Come on you miner for truth and delusion
And shine!

Catatan :
Album : Wish You Were Here, 1975
Musician : Roger Waters, David Gilmour, Richard Wright
Additional musician : Dick Parry, sax
Backing vocals : Venetta Fields, Carlena Williams

Labels:

Wednesday, January 30, 2008

Membaca Ramalan

MEMBACA RAMALAN

Di awal tahun ini, atau setiap menjelang Imlek, selain membuat resolusi, apa yang menarik? Hahaha… Anda mungkin malu untuk mengakuinya. Melihat atau membaca ramalan diri Anda sendiri, yaitu nasib, karir, kesehatan dan percintaan serta hubungan pernikahan Anda. Anda mungkin mencari majalah atau tabloid yang memuat ramalan, bisanya astrologi ataupun kartu tarot dan feng shui yang semakin popular. Atau juga menunggu acara ramalan di televisi, yang umumnya lebih global.

Lepas dari apakah Anda percaya atau tidak percaya, bagaimana seharusnya membaca dan mensikapi sebuah ramalan?

Sebuah ramalan dibuat dengan suatu metode tertentu dan memerlukan persyaratan atau kondisi-kondisi tertentu untuk terlaksananya ramalan tersebut. Jika hal itu tidak ada atau tidak terpenuhi, maka ramalan itu tidak akan terjadi atau meleset. Juga perlu batasan waktu, misalnya enam bulan atau setahun. Lewat dari batas waktu itu, maka ramalan itu memang tidak terjadi.

Seseorang pergi ke ahli ramal, karena ia lebih ingin mendengar apa yang ia mau dengar, dan tidak ingin mendengar apa yang akan dikatakan sesungguhnya oleh si peramal. Pendeknya, ia hanya mau mendengar yang menyenangkan hatinya, dan tidak mau yang lain, yang mungkin lebih mendekati peramalan sebenarnya. Sehingga seringkali terjadi, ada informasi yang mungkin terlewatkan.

Banyak orang yang mengaku tidak percaya pada ramalan, namun diam-diam mengintip ramalan yang berserakan di media-media cetak. Dan kadang-kadang minta dibacakan secara pribadi ke ahlinya yang berpraktek. Tetapi ketika ramalan itu disampaikan, siapa yang akan tahu apakah ramalan itu diingat atau dilupakan oleh orang itu? Yang jelas, alam bawah sadarnya telah merekam ramalan terebut

Hal itu saya dapat dari pengalaman saya bermain dengan pendulum sebagai media peramalan saya. Dan untungnya saya tidak terlalu sukses sebagai peramal, mungkin karena saya terlalu jujur, tidak bisa tipu-tipu sedikit biar manis. Padahal meramalkan juga perlu seni mengelabui perasaaan orang yang diramalkan. Hahaha…

Ada satu kisah yang saya baca di Tabloid Detik periode pertama, sebelum dibredel oleh rezim Orde Baru, menceritakan pertemuan Ali Sadikin dengan Permadi. Ali Sadikin ( Gubernur DKI Jakarta 1966 – 1977), kesal pada Permadi, paranormal yang selalu berbaju hitam. Dahulu Permadi di awal tahun, selalu membuat ramalan bahwa Soeharto akan jatuh pada tahun itu juga. Nyatanya, bertahun-tahun Soeharto tidak jatuh-jatuh juga, hingga membuat Bang Ali kesal.

Suatu ketika Bang Ali bertemu Permadi dan seperti biasa, dengan meledak-ledak, ia bertanya pada Permadi. Apa jawab Permadi? “Suatu ramalan membutuhkan persyaratan dan kondisi tertentu untuk terjadi. Dan peluang untuk terjadi itu, 90% hampir pasti terjadi, karenanya you boleh percaya itu, 9% milik si peramal, dan 1% milik Tuhan,” kata Permadi.

“Lho, kenapa Tuhan cuma 1%?” tanya Bang Ali yang terkejut.

“Tuhan memang hanya dikasih 1%, tapi tanpa izin-Nya, semua tidak akan terjadi,” jawab Permadi tegas.

“Lalu kenapa untuk si peramal harus 9% itu?” Bang Ali mengejar lagi.

“Ya, karena si peramal perlu memikirkan jalan keluar kalau ramalannya tidak tepat,” jawab Permadi cengengesan.

“Hahaha…,” tawa Bang Ali pun meledak. “ You cuma cari-cari alasan saja namanya.”

Tetapi mereka berdua pun tertawa bersama-sama. Ini bukan karena Bang Ali yang orang Sunda itu tidak pernah bisa benar-benar marah, tetapi karena peramal pun masih manusia yang bisa salah. *** (4 – 31 Januari 2008, Urip Herdiman K.)

Labels:

Monday, January 28, 2008

Aih, Seseorang Membajak Puisiku...

AIH, SESEORANG MEMBAJAK PUISIKU…

Astaga!
Ada yang masuk ke dalam kamarku
saat aku pergi
membuka catatan puisi-puisiku

Astaga!
Ada yang menyelinap ke dalam mimpiku
saat aku tidur
menyisir sudut-sudut gelap alam pikiranku

Astaga!
Ada yang membajak puisi-puisiku
dari layar kaca internet
mencuri larik-lariknya
mengubah susunan letaknya
tambah sana tambah sini
comot sana comot sini
memberinya judul yang baru
dan mempostingnya lagi di milis

Astaga!
Aku menemukan puisi yang mirip dengan puisiku
diposting seseorang yang tak kukenal
dan akhirnya ia cuma bilang,”Maaf…!”

Astaga!
Pembajak itu ada di seberang sana
di depan layar komputernya
membaca puisi ini
dan tertawa terbahak-bahak hahaha…

Selamat membajak puisiku. Aih…!

Sawangan, 19 Januari 2008

Urip Herdiman K.

Catatan :
Terinspirasi dari sebuah kasus pembajakan puisi di internet.

Labels:

Filsafat Atawa Ketjap Sedjarah Nomor Satoe

FILSAFAT ATAWA KETJAP SEDJARAH NOMOR SATOE

di dalam sedjarah
tidak ada pengandaian ‘kalaoe’ ataoe ‘djika’
jang ada hanjalah ‘soedah’ atawa ‘ telah’

dan semoea boleh menoelis sedjarah
tidak ada sedjarah yang loeroes ataoe bengkok
digelapkan atawa disemboenjikan

karena persoalannja adalah
siapa jang menoelis dan oentoek siapa ia menoelis
ataoe oentoek apa sedjarah ditoelis

bingoeng?
hohoho...maaf memboeatmoe bingoeng

dan jang koelihat
kita sebagai bangsa tidak pernah beladjar dari sedjarah
karena boekoe-boekoe sedjarah melapoek di perpoestakaan
- kesepian
maka kita poen selaloe melakoekan kesalahan jang sama beroelangkali

otak kita sama dengan keledai
sama bebalnja, sama bodohnja

laloe djika ada orang-orang jang mengatakan
bahwa ia soeka membatja boekoe sedjarah,
memboeatkoe tertawa terbahak-bahak

- siapa jang masih membatja sedjarah?

koepikir ia tjoema djoealan ketjap sadja
akoe berani bertaroeh bahwa ia pasti berbohong

tambah bingoeng?
hohoho...selamat mendjadi bingoeng

setelah ini, seperti ketjap,
tidak ada filsafat sedjarah nomor doea

Sawangan, 28 Maret 2007 - Djakarta, 29 Djanoeari 2008

Oerip Herdiman K.

Labels:

Sunday, January 27, 2008

The Post War Dream

THE POST WAR DREAM
(Pink Floyd)

Tell me true
Tell me why, was Jesus crusified
Is it for this that daddy died?
Was it for you, was it me?

Did I watch too much TV?
Is that a hint of accusation in your eyes
If it wasn’t for the nips
Being so good at building ships

The yards would still be open on the clyde
And it can’t be much fun for them
Beneath the rising sun
With all their kids committing suicide
What have we done Maggie
What have we done
What have we done to England

Should we should, should we scream
“What happened to the post war dream?”
Oh Maggie, Maggie, what have we done?

Catatan :
Album : The Final Cut, 1983
Roger Waters : Bass guitar and vocals
David Gilmour : Lead Guitars
Nick Mason : Drums and percussion
Michael Kamen : Piano Harmonium
Andy Brown : Hammond Organ
Ray Cooper : Percussion
Raphael Ravenscroft : Tenor Sax

Labels:

Thursday, January 24, 2008

Tuhan yang Jauh, Tuhan yang Dekat

TUHAN YANG JAUH, TUHAN YANG DEKAT

“Kami sudah berusaha sebaik-baiknya, selebihnya kita serahkan saja kepada Yang Di Atas,” kata dokter memberi keterangan kepada keluarga pasien, sembari jarinya menunjuk ke atas, ke arah langit.

Kalimat tersebut biasa kita dengar jika ada kerabat kita yang sakit, dan rasanya sudah hampir semua yang mendengar memahaminya. Basi banget!

Tetapi siapa yang ada di atas? Atap rumah, kabel listrik, awan, burung atau pesawatkah? Hehehe… Atau Tuhan? Ah, ya, pasti maksudnya Tuhan. Tetapi mengapa harus ke atas? Apakah Tuhan memang jauh sekali dari kita, di tepi galaksi, di jantung alam semesta atau entah di mana? Mengapa Ia harus jauh dari kita? Apakah Ia sedang sembunyi dari kita, makhluk ciptaan-Nya yang bandel, bengal, suka memberontak dan membangkang, tetapi lucu dan imut ini?

Kita selalu mengasumsikan Tuhan jauh di atas sana, dan jarang terpikir bahwa mungkin Ia ada didekat kita. Kalau Tuhan terasa begitu jauh, seharusnya Ia juga bisa dekat dengan kita, di antara kita, bahkan mungkin di dalam diri kita. Tuhan yang transenden, juga Tuhan yang imanen. Bukankah ada satu ayat dalam Al Qur’an yang mengatakan bahwa Ia ada bahkan lebih dekat dari urat leher kita? Tuhan gheeto looh…!

Jadi kalimatnya mungkin bisa seperti ini,”Kami sudah berusaha sebaik-baiknya, selebihnya kita serahkan saja kepada Yang Ada Di Dalam Diri Kita,” kata dokter sembari jarinya menunjuk ke arah dada.

Hehehe… Aneh ya? Atau janggal? Ah, mungkin karena kita belum terbiasa mengucapkan dan mendengarnya. *** (19 – 24 Januari, Urip Herdiman K.)

Labels:

Sunday, January 20, 2008

Aku Bangga Makan Tempe dan Tahu

AKU BANGGA MAKAN TEMPE DAN TAHU

Asli, ini bukan basa-basi seperti iklan rokok. How low can yo go…how low can you go… Aku bangga makan tempe dan tahu, karena tempe dan tahu sekarang jadi makanan mahal. Mahal gheeto loh…!

Selama ini kita suka dan selalu makan tempe dan tahu, tetapi malu mengakuinya. Mungkin karena makanan rumahan ini dianggap murahan. Biasalah, kita orang Indonesia suka munafik sama diri sendiri, rasanya tidak gengsi kalau makan yang murah. Hohoho…

Di rumah, tanpa tempe dan tahu, menu makanan serasa tidak lengkap. Dalam perjalanan ke tempat kita bekerja atau beraktivitas, misalnya di stasiun kereta atau terminal bus, kita sering melirik pedagang gorengan ini, mencari tempe dan tahu, selain pisang goreng, ubi goreng, talas goreng, dan lain-lain. Bahkan di kantor-kantor pun, tempe dan tahu goreng sering dijadikan cemilan, untuk menemani para karyawan bekerja. Umar Kayam (sudah almarhum), setiap kali datang ke TIM Jakarta, ia selalu menyempatkan mencari makanan gorengan ini, hingga dokter pun melarangnya. Ah, banyaklah yang mencintai tempe dan tahu ini.

Sekarang dengan krisis kedelai yang merupakan bahan baku tempe dan tahu – dua minggu ini, kita tahu bahwa kebutuhan nasional kita akan kedelai, jauh di atas kemampuan kita menghasilkan kedelai secara nasional. Produksi nasional kita tidak ada separuhnya dari kebutuhan nasional kita. Soal angka, cari saja di koran dan majalah berita, karena ada beberapa angka yang beredar, membuat pembaca (seperti saya) bingung. Maklum, mungkin saja sumbernya beda-beda kaleee ya…

Dan untuk memenuhi kekurangan itu, seperti biasa, Pemerintah kita yang bodoh dan tolol selalu ambil jalan pintas. Impor dari Amerika oleh empat importer yang ditunjuk. Mungkin ada kartel harga di baliknya. Baunya saja sudah tercium. Kenapa cuma empat importer itu saja yang diizinkan mendatangkan kacang kedelai?

Satu hal yang pasti, harga tempe di pedagang sayur sudah sempat mencapai Rp. 8.000,- per papan. Sementara harga tempe goreng di pedagang gorengan mencapai Rp. 1.000,- per potong. Padahal semula harganya bisa Rp. 1.000,- untuk tiga atau dua potong.

Jadi tempe dan tahu, jelas bukan lagi makanan murah, sudah naik kelas menjadi makanan mahal. Mahal sekhaleee…! Bahan bakunya saja, kedelai, made in America. Cocok dengan karakter umum bangsa kita yang suka dengan segala sesuatu buatan luar negeri.

Nah, siapa yang tidak bangga makan tempe dan tahu? *** (21 Januari 2008, Urip Herdiman K.)

Labels:

Poison Arrows

POISON ARROWS
(Mike Oldfield)

Silence in the air, is anybody there
Searching every sound, walking on quiet ground
Somebody is out to catch you
Hiding in shadows, poison arrows
Somebody is out to break you
Hiding in narrows, poison arrows

When you gonna break
Watching every move you make
And everything you do
Evil eyes will be on you

Don’t come in, don’t come any longer, no Sir
Keep running, running in closer (closer), no Sir
What you’re gonna do
Time is running out on you
Anywhere you choose
Anywhere you’re gonna loose

Somebody is out to catch you

Catatan :
Album : Discoveries and The Lake, 1984
Vocals : Maggie Railly
Drums : Simon Phillips
All other instruments : Mike Oldfield

Labels:

Thursday, January 17, 2008

Membaca Pendulum

MEMBACA PENDULUM


Dengan pendulum
menjelajah ke daerah-daerah perbatasan yang terjauh
melepas tanya mencari jawab
melampaui batas cakrawala pikiran
mengintip rahasia Ilahi

Di antara positif dan negatif
‘yes’ or ‘no’
selalu masih ada kata ‘maybe’

Tetapi jangan pernah mencoba menguak takdir
Jangan!

Berputarlah, dan
akan kau temukan apa yang kau cari

Sawangan, 13 September 1999 – 29 Desember 2007

Urip Herdiman K.

Labels:

Bay of Kings

BAY OF KINGS

Melihat wajahmu, mendengar suaramu dan merasakan ciuman bibirmu,
aku selalu bertanya-tanya.
Di mana kita pernah bertemu sebelum ini?
Sebelum kehidupan yang sekarang?

Berapa banyak kehidupan yang telah kita lalui,
dan kita terus saling mencari, tanpa pernah bertemu muka.
Tetapi aku selalu bermimpi tentangmu.
Apakah kau pernah bermimpi tentangku?

Hingga akhirnya tiba-tiba kudengarkan lagi petikan guitarnya
lewat tengah malam,
saat hujan datang menderu-deru.

Aku ingat tentang Istana Kristal,
Kuil Emas dan dentang lonceng yang menggema sepanjang malam.
Air datang terus-menerus, tanpa putus.

Kitalah orang terakhir yang bertahan di Teluk Para Raja,
ribuan tahun sebelum masehi, saat Atlantis tenggelam.

Sawangan, 20 Desember 2007 – Jakarta, 18 Januari 2008

Urip Herdiman K.

Catatan :
Bay of Kings, sebuah album akustik milik Steve Hackett, eks gitaris Genesis.

Labels:

Wednesday, January 16, 2008

Every Day

EVERY DAY
(Steve Hackett)

Can you light a fire in Winter’s face
Or say why a life has gone to waste
Pleasure Island was an overcrowded place

Cleopatra’s Needle conquered fear
One more nail in your coffin dear
Endless torture for at least two thousand years
(Every Day)

What’s the use of friendship, who am I
Hell bent on destruction, how I tried
You became a ghost to me long before you died

Catatan :
Album : Steve Hackett, Spectral Mornings, 1979.
Pete Hicks – vocals
John Shearer – drums, percussion
Dik Cadburry – bass, voacals
Nick Magnus – keyboards
Steve Hackett – guitars, vocals

Labels:

Tuesday, January 15, 2008

Sakit dan Maut

SAKIT DAN MAUT

Setiap orang pasti akan sakit dan menghadapi maut. Apakah sakit dan apakah maut itu? Hehehe…ah, saya tidak ingin menggurui anda, hanya sekadar untuk sharing saja.

Fuad Hassan (kini sudah almarhum) menulis sebuah buku yang menarik, sehingg saya membacanaya berulangkali. Judulnya Berkenalan Dengan Eksistensialisme. Dalam buku ini, Fuad menulis tentang lima filsuf eksistensialisme, yaitu Kierkegaard, Nietzsche, Berdyaev, Jaspers dan Sartre.

Karl Jaspers menyebutkan bahwa manusia selalu berada dalam situasionalitas, atau situasi tertentu. Istilahnya situasi batas (grentzsituationen). Saya kutipkan selengkapnya,”Kita bisa menghindarkan diri dari suatu situasi; kita bisa melarikan diri dari suatu situasi. Akan tetapi ini berarti bahwa kita akan tiba pada situasi lainnya. Kenyataan bahwa kita ada sebagai manusia adalah selalu ada-dalam-situasi tertentu yang tidak mungkin dihindari oleh manusia. Manusia adalah manusia-dalam situasi.” (Fuad Hassan, hal. 103)

Ada beberapa situasi batas, diantaranya penderitaan dan maut. Penderitaan di sini bisa berupa sakit. Penderitaan ini (baca: sakit) adalah sesuatu yang harus ditanggung sendiri dan tidak bisa dipertukarkan dengan orang lain.

Jadi kalau anda sakit, anda cuma bisa menjalaninya dan tak bisa menukarnya dengan orang lain, sekalipun anda punya uang segunung, atau punya pasukan pengamanan yang siap menggantikan. Hehehe…tulisan ini memang terinspirasi dari sakitnya Eyang Soeharto.

Situasi batas yang paling final adalah maut. Fuad menulis,”Maut melekat pada eksistensi sebagai suatu situasi-batas yang tidak bisa dielakkan. Apakah sebenarnya maut itu, kita tidak tahu. Yang pasti ialah bahwa maut akan mengakhiri eksistensi pada suatu saat yang tidak bisa ditentukan sebelumnya. Mors certa, hora incerta. Bahwa maut itu pasti, tidak akan mungkin kita sangkal. Bila maut tiba dan apa sebenarnya maut, itulah yang pasti tak kkita ketahui. Betapapun juga, maut adalah batas terakhir eksistensi. ” (Fuad Hassan, hal. 104 – 105)

Sebagai pembanding, saya berikan juga pandangan Jean-Paul Sartre tentang maut ini. Bagi Sartre, maut adalah sesuatu yang absurd. Maut tidak bisa ditunggu saat tibanya, sekalipun bisa dipastikan akan tiba. (Fuad Hassan, hal. 130)

Ditambahkan oleh Sartre, bahwa maut juga tidak mempunyai makna apa-apa bagi eksistensi sebab begitu maut tiba, eksistensi pun selesailah; dengan tibanya maut eksistensi menjadi esensi. Dengan perkataan lain, bagi Sartre, maut adalah sesuatu yang berada di luar eksistensi. (Fuad Hassan, hal. 131)

Soal maut ini, ada satu pertanyaan yang selalu menggantung dalam pikiran saya. Kita sebagai manusia selalu datang dengan cara yang sama, melalui rahim ibu setelah dikandung selama 9 bulan 10 hari. Tetapi mengapa kita selalu pergi dengan cara yang berbeda-beda?

Ada yang meninggal dengan damai dan tenang di atas ranjangnya dalam keadaaan tidur, ada yang setelah shalat, ada yang setelah bermain tennis, tetapi ada juga yang mati ketabrak bus, terkena ledakan bom, terkena peluru nyasar, mati di medan perang, dan lain-lain. Kenapa kita harus pergi dengan cara yang berbeda-beda?

Saya sempat mendapat sebuah jawaban dari seorang pemerhati masalah-masalah metafisika, Ibu Sita Soedjono yang tinggal di Ciawi, Bogor. Tetapi jawaban tersebut, mungkin lebih baik disimpan saja untuk saya sendiri, saat ini.

Selebihnya kita hanya bisa percaya bahwa lahir, jodoh, rezeki dan mati ada di tangan Tuhan. Walau kita juga tidak tahu, di tangan kiri atau di tangan kanan-Nya. *** (16 Januari 2008, Urip Herdiman K.)

Labels:

Monday, January 14, 2008

Soeharto Bukan Presiden RI Ke-2!

SOEHARTO BUKAN PRESIDEN RI KE-2!

Soeharto sakit dan masuk RSPP sejak 4 Januari 2008, kita semua sudah tahu. Media cetak dan elektronik memberitakannya. Urusan sakit dan kontroversi status hukumnya biarlah urusan para ahli hukum dan politisi yang selalu bersilat lidah. Saya tertarik pada satu hal, yaitu berapa jumlah Presiden RI sebenarnya?.

Dalam pemberitaan, selalu disebutkan bahwa Soeharto adalah Presiden RI ke-2. Benarkah demikian? Eit, nanti dulu, mungkin perlu ada sedikit koreksi, tanpa harus mengurangi jasa-jasa Soeharto. Karena ada dua orang lain sebelum Soeharto yang juga sempat menjadi Presiden RI.

Yang pertama harus disebut, adalah Mr. Sjafruddin Prawiranegara, yang sempat menjabat Ketua Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI). PDRI terbentuk setelah Agresi Militer II Belanda pada 19 Desember 1948. Hatta mengirimkan kawat kepada Sjafruddin yang sedang ada di Bukittinggi untuk membentuk pemerintahan darurat, namun kawat itu tidak pernah diterimanya. Tetapi Sjafruddin yang sebelum berangkat sudah mendapat pesan untuk mengantisipasi agresi Belanda, dan juga intuisi politiknya, membentuk PDRI berkedudukan di Bukittinggi. PDRI berakhir setelah kedudukan Soekarno dan Hatta dipulihkan.

Yang kedua, adalah Mr. Assaat, yang menjabat sebagai Pejabat Presiden RI berkedudukan di Yogyakarta, ketika RI hasil Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 ‘dikerdilkan’ hanya menjadi salah satu negara bagian Republik Indonesia Serikat hasil Konferensi Meja Bundar. Sebagai negara bagian dari RIS, wilayah RI hanya meliputi daerah Yogyakarta dan sekitarnya. Status ini berakhir ketika RI dipulihkan, dan RIS berakhir pada 17 Agustus 1950.

Pendapat ini sudah banyak beredar di kalangan sejarawan, salah satunya yang paling sering membicarakan hal ini adalah Dr. Asvi Warman Adam, sejarawan dari LIPI. Yang jadi persoalan adalah belum adanya pengakuan dari Pemerintah akan status keduanya yang kini telah almarhum itu.

Jadi kalau mau menghitung berdasarkan catatan sejarah, yang pernah menjadi Presiden RI ialah sebagai berikut (1) Ir. Soekarno; (2) Mr. Sjafruddin Prawiranegara; (3) Mr. Assaat; (4) Jenderal TNI Soeharto; (5) Prof. Dr. BJ Habibie; (6) KH Abdurrahman Wahid; (7) Megawati Soekarnoputri; dan (8) Jenderal TNI Susilo Bambang Yudhoyono. Catatan ini dengan mengesampingkan bagaimana proses politik pemilihannya yang berbeda-beda, tergantung sistem dan situasi politik pada saat itu.

Kita memang kaya dengan berbagai eksperimen politik. Jangan khawatir kalau tidak ada yang mau maju dalam pemilihan Presiden RI tahun 2009. Banyak yang antri untuk jadi Presiden. *** (14 Januari 2008, Urip Herdiman K.)

Labels:

Tuesday, January 08, 2008

Jiwa yang Mengembara

JIWA YANG MENGEMBARA

Kelahiran bukanlah awal, kematian bukanlah akhir
- Chuang-Tzu

Aku makhluk cahaya,
jiwa yang mengembara

Aku menentukan tema pembelajaran yang akan kujalani,
tujuan kehidupanku,
memilih waktu turun ke bumi
masuk ke tubuh fisik
dan keluarga yang menerimaku

Aku mengalami amnesia spiritual
karena ingatanku tentang kehidupan-kehidupan lampau
dicuci di sungai pelepas ingatan

Kelahiran membuka pintu bagiku,
jiwa yang masuk dalam tubuh
: gelap

Aku selalu bermimpi
karena mimpi adalah bahasaku untuk berbicara
dengan sesama jiwa dan dengan tubuhku sendiri

Kematian membuka pintu bagiku
jiwa yang mengembara
: terang

Aku selalu datang dari terang
masuk ke dalam gelap
untuk kembali ke terang

Sawangan - Jakarta, 14 – 18 Desember 2007

Urip Herdiman K.

Labels:

Saved by A Bell

SAVED BY A BELL
(Mike Oldfield)

Won’t you like to look through my telescope
The milky way is a fine sight to see
All around the universe
We try so hard to view what’s new
Make a trip down to Sagitarius
And take a spin by some nebula
I hope the sky stays clear for us
The night goes on so far in the stars

Saved by a bell, so the minute helped
But you were too blind to see
Saved by a bell, so the minute helped
And you make me through so well

Shining like bright diamonds the galaxies
Jupiter and Saturn spin by
Passing by companions
They all go drifting by, they fly
Carry me down to see Aquarius
We’re hoping to meet the shooting star
I can see there’s gonna be our message from above
How close we are

Catatan :
Album : Discoveries and The Lake, 1984
Vocal : Barry Palmer
Drums : Simon Phillips
All other instruments : Mike Oldfield

Labels:

Mimpi yang Paralel?

MIMPI YANG PARALEL?

Ketika aku bermimpi tentangmu,
apakah kau juga bermimpi tentangku?

14122007 – 09012008

Urip Herdiman K.

Labels:

Sunday, January 06, 2008

Memahami Lord Krishna

MEMAHAMI LORD KRISHNA

: Lucy Ambarini Irawan


Kau membaca bukuku yang kedua, Karna, Ksatria di Jalan Panah, dan mungkin kecewa, karena aku menyebut Krishna dengan kata-kata ‘licin’ dalam “Krishna yang Licin”. Ah, ya, sejak kita berjumpa, kau selalu berbicara tentang Lord Krishna, demikian kau menyebutnya.

Tentang Krishna, inkarnasi kedelapan dri Batara Wishnu dalam kisah-kisah Mahabharata, banyak orang yang bingung. Mungkin termasuk kau dan aku. Sosok seperti apakah tokoh ini? Tokoh baik ataukah tokoh jahat? Sebagian orang yang saya temui, pernah kecewa dengan karakter Krishna, dan menyebutnya ‘licik’. Saya pun awalnya demikian. Namun dalam buku antologi Karna, saya menyebutnya dengan ‘licin’. Kenapa ‘licin’?

Krishna sendiri menjelaskan bahwa sebagai inkarnasi kedelapan Wishnu, sudah merupakan tugasnyalah untuk membasmi kejahatan dan kebatilan di muka bumi ini, tanpa pandang bulu siapa pun mereka. “Demi melindungi yang saleh/Demi menghancurkan kejahatan, dan/Demi menegakkan keadilan/Aku lahir dari zaman ke zaman,” kata Krishna, Raja Dwarawati (Narayan, hal. 43)

Dan itu dihadapinya dalam hubungan konflik Pandawa dengan Kurawa, yang merepresentasikan baik dan jahat. Tetapi kita juga harus ingat, seperti analisis Frans Magnis Suseno, bahwa Mahabharata tidaklah sehitam putih Ramayana. Lebih rumit dan ada wilayah abu-abunya.

Saya menemukan kata yang pas untuk Krishna, licin, setelah melihat perannya dalam Krishna Duta, meminjam judul lakon pewayangan Jawa, dan saat ia berhadapan dengan Duryodhana. Di sini, ketika Krishna pergi ke Hastina untuk menyampaikan pesan Pandawa pada Kurawa, tidak lain adalah tugas seorang diplomat.

Diplomat, kita tahu, adalah orang yang mengemban tugas dan misi untuk membangun dan membina hubungan diplomatik antara dua negara. Namun sebenarnya, pengertian ini bisa diperluas bukan sekedar dua negara, tetapi juga dua pihak yang bersengketa.

Krishna mencoba membangun hubungan dengan keduanya, Pandawa dan Kurawa. Dan ia mencoba menjaga jarak yang sama dengan mereka. Namun kita tahu, hanya Pandawa yang selalu memberikan respons positif, sementara Kurawa dengan pimpinannya Duryodhana yang keras kepala dan ndableg, tidak pernah mengindahkan Krishna. Karena itu, misi Krishna sendiri sebenarnya bisa disebut gagal total.

Namun setelah kegagalan itu, Duryodhana yang menolak tawaran Krishna, masih datang untuk meminta bantuan Krishna dalam perang Bharatayudha yang akan datang. Sesuatu yang aneh dan ganjil untuk meminta bantuan dari seseorang yang berseberangan dengan dirinya. Padahal pada saat yang sama, Arjuna juga datang untuk meminta bantuan Krishna. Krishna menyayangi Pandawa, dan ia juga tidak membenci Kurawa. Karenanya ia pun bersedia membantu kedua pihak. Krishna memberikan tawaran kepada keduanya: memilih Krishna sebagai penasihat dalam perang atau memilih pasukan Dwarawati (kerajaan di mana Krishna bertahta sebagai raja) yang berkekuatan satu juta prajurit dan terlatih baik.

Duryodhana yang mendapat kesempatan pertama, memilih pasukan Dwarawati. Dan Arjuna pada kesempatan berikut, memilih Krishna sebagai penasihat dalam perang.

Di sinilah terlihat kemampuan Krishna sebagai diplomat lepas dari jebakan Duryodhana. Ia membantu keduanya, karena kedua pihak masih saudara-saudaranya, namun dengan harapan bahwa perang Bharatayudha tidak seharusnya terjadi. Dan kata yang pas untuk itu, dalam kepala saya, adalah ‘licin’.

Bisa saja sebenarnya Krishna menolak permintaan Duryodhana, tetapi itu tidak dilakukannya, dan ia menawarkan bantuan pasukan, yang diambil oleh Duryodhana. Apakah Krishna bermuka dua? Tidak. Krishna adil. Dengan kemampuan kedewataannya, ia sudah tahu siapa yang akan menang dan siapa yang akan kalah.

Sikap Krishna bisa diperbandingkan dengan sikap Salya, yang tidak bisa menolak Duryodhana, yang tidak lain adalah menantunya sendiri. Dan di belakang itu, ia lalu memenuhi permintaan Yudhistira untuk melemahkan Karna, menantunya yang lain, yang akan berhadapan dengan Arjuna.

Tentu kita bisa berdebat tidak ada habisnya tentang Krishna ini, seorang tokoh yang mungkin karena kedewataannya, sudah mempunyai pandangan jauh ke depan. Tetapi itulah Krishna, dia selalu selangkah atau bahkan sepuluh langkah di depan yang lain. Dan kita mungkin agak sulit untuk memahami sepenuhnya. “Dewa, gheeto loohhh…!” kata anak muda sekarang.

Namun saya pikir, interpretasi baru selalu terbuka, dan pintu itu tidak pernah tertutup. *** (4 - 7Januari 2008, Urip Herdiman K.,)

Labels:

Thursday, January 03, 2008

Membaca Ramalan

MEMBACA RAMALAN

Di awal tahun ini, selain membuat resolusi, apa yang menarik? Hahaha… Anda mungkin malu untuk mengakuinya. Meramalkan diri anda sendiri, yaitu nasib, karir, kesehatan dan percintaan. Anda mungkin mencari majalah atau tabloid yang memuat ramalan astrologi ataupun feng shui yang semakin popular. Atau juga menunggu acara ramalan di televisi, yang umumnya lebih global.

Lepas dari percaya atau tidak percaya, apakah Anda tahu bagaimana seharusnya membaca dan mensikapi sebuah ramalan?

Sebuah ramalan dibuat dengan suatu metode tertentu dan memerlukan persyaratan atau kondisi tertentu untuk terlaksana. Jika hal itu tidak ada atau tidak terpenuhi, maka ramalan itu akan tidak terjadi atau meleset. Seseorang pergi ke ahli ramal, karena ia lebih ingin mendengar apa yang ia mau dengar, dan tidak ingin mendengar apa yang akan dikatakan sesungguhnya oleh si peramal. Pendeknya, ia hanya mau mendengar yang menyenangkan hatinya, dan tidak mau yang lain, yang mungkin lebih mendekati peramalan sebenarnya

Hehehe…saya bisa menulis ini karena saya pun pernah bermain dengan pendulum sebagai media peramalan saya. Dan untungnya saya tidak terlalu sukses, mungkin karena saya terlalu jujur. Padahal meramalkan juga perlu seni mengelabui perasaaan orang yang diramalkan. Hahaha…

Ali Sadikin, Gubernur DKI Jakarta 1966 – 1977, kesal pada Permadi. Dahulu Permadi di awal tahun, selalu meramalkan Soeharto akan jatuh pada tahun itu. Nyatanya, bertahun-tahun Soeharto tidak jatuh-jatuh juga hingga tahun 1998 itu.

Suatu ketika Bang Ali bertemu Permadi dan seperti biasa, dengan meledak-ledak, ia bertanya pada Permadi. Apa jawab Permadi? “Suatu ramalan membutuhkan persyaratan dan kondisi tertentu untuk terjadi. Dan peluang untuk terjadi itu, 90% hampir pasti terjadi, 9% milik si peramal, dan 1% milik Tuhan,” kata Permadi.

“Lho, kenapa Tuhan cuma 1%?” tanya Bang Ali.

“Tuhan memang hanya dikasih 1% itu, tapi tanpa izin-Nya, semua tidak akan terjadi,” jawab Permadi.

“Lalu kenapa untuk si peramal harus 9% itu?” Bang Ali mengejar lagi.

“Ya, karena si peramal perlu jalan keluar kalau ramalannya tidak tepat,” tegas Permadi.

“Ah, itu kan mencari-cari alas an saja,” tukas Bang Ali.

Tetapi mereka berdua pun tertawa bersama-sama. Ah, peramal pun manusia. Dia perlu kambing hitam kalau ramalannya meleset.
Bagaimana dengan Anda? *** (Januari 2008, Urip Herdiman K., http://theurhekaproject.blogspot.com)

Labels:

Wednesday, January 02, 2008

Pergantian Tahun

PERGANTIAN TAHUN

Pesta tahun baru sudah selesai. Tahun lama berlalu, tahun baru telah datang. Kalender lama disimpan atau dibuang, kalender baru dipajang.

Pergantian tahun selalu disambut dengan pesta, hura-hura dan belanja, belanja, belanja. …. Belanja memang sudah menjadi agama baru hehehe... Semua hari besar keagamaan maupun hari besar nasional, semua hari libur apalagi libur panjang, ditandai dengan tingkat konsumsi yang gila-gilaan. Mungkin masyarakat kita tidak tahu mau berbuat apa dengan uang mereka. Tetapi juga tidak ada yang bisa disalahkan, tokh, itu uang mereka.

Masyarakat berpesta, tidak peduli dengan ramalan cuaca yang mengatakan akan hujan lebat, dan banjir yang mengintai. Masyarakat sudah sumpek dan suntuk. Sumpek dan suntuk dengan penghidupannya yang tidak meningkat, dengan segala macam persoalan hidup yang tidak habis-habisnya, dengan segala bencana alam dan musibah yang terus mendera. Sementara para pejabat dan politisi kita terus melenggang dengan kesenangannya. Bahkan seorang pejabat kita, kekayaan pribadi dan keluarganya meningkat luar biasa, menjadi orang terkaya nomor satu di Indonesia, sementara urusannya di Sidoarjo belum selessai.

Memang ada semacam ketidak adilan sosial di sini. Tetapi membereskannya juga tidaklah mudah. Orang kita, lebih senang dan lebih mudah berbicara daripada harus bekerja keras mengatasinya, terutama saat harus berkorban untuk mendahulukan kepentingan publik yang lebih luas daripada kepentingan pribadinya. Akh…emang gue pikiran.

Setelah pesta berlalu, lalu apa? Membikin resolusi? Hampir semuanya melakukan resolusi. Soal berhasil atau tidak, ya, itu urusan nantilah. Tokh evaluasi baru dilakukan di akhir tahun yang baru kita mulai ini.

Selamat tahun baru, selamat berhujan ria, selamat kebanjiran. Santai saja, bantuan pasti datang, walau mungkin terlambat. Dan silakan mencaci maki. *** (Januari 2008, Urip Herdiman K.)

Labels:

Tuesday, January 01, 2008

(Haiku 3/HUT ke-3 Apsas) Mimpi Sebelum Tidur

MIMPI SEBELUM TIDUR

daun melayang jatuh
mengejar bayangan
dalam gelap

Mei 2007

Urip Herdiman K.

Labels:

(Haiku 2/HUT ke-3 Apsas) Hujan Dinihari

HUJAN DINIHARI

1/
rintik hujan
di atas genting
menari

2/
rintik hujan
di luar jendela
bernyanyi

November 2006

Urip Herdiman K.

Labels:

(Haiku 1/HUT ke-3 Apsas) Waktu

WAKTU

jarum jam berlari
tanpa henti
menelanku, nanti

September 2005

Urip Herdiman K.

Labels: